"Sejak awal saya mengecam kebijakan SBY yang telah memberikan grasi bagi para gembong narkoba," ujarnya.
Ia menambahkan, apapun alasanya seharusnya tidak boleh ada kompromi bagi para bandar atau gembong narkoba. Apalagi dalam kasus Deni dan Ola, Mahkamah Agung telah memberikan pertimbangan dan berpendapat bahwa tidak terdapat cukup alasan untuk memberikan grasi kepada mereka.
"Oleh karena itu MA mengusulkan agar permohonan grasi itu ditolak," tegasnya.
Dia mengatakan, kebijakan pemerintah yang lunak dan berkompromi dengan bandar narkoba tentunya berefek luas dengan semakin maraknya peredaran barang haram itu di Indonesia.
Karena bagaimanapun para bandar narkoba tersebut melihat dan menilai bahwa kalaupun tertangkap terkadang putusan diduga dapat dikondisikan. Fasilitas istimewa di rutan, lapas, remisi, pembebasan bersyarat, grasi diduga mudah didapatkan. Sehingga pada akhirnya tidak ada afek jera dan mereka akan mengulangi serta meneruskan bisnis haramnya tersebut.
"Hal ini terbukti pada kasus Ola yang mendapatkan grasi dari SBY dan kemarin BNN berhasil mengungkap bahwa Ola masih dan terus aktif menjalankan dan mengendalikan peredaran narkoba di balik jeruji," ujarnya.
Dia mendesak Ola diproses dan disidang dengan kasus barunya ini, dan sangat layak untuk dijatuhkan hukumam mati. "Tentunya ketika nanti Ola kembali dijatuhkan hukuman mati, SBY jangan coba-coba kembali memberikan grasi kepada Ola," katanya.
Ia menambahkan, dengan terungkapnya kasus Ola ini, sudah sepatutnya Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, meminta maaf kepada publik karena telah lalai. "Sehingga Ola bisa leluasa mengoperasikan dan mengendalikan bisnis narkoba di dalam lapas. Serta SBY juga sepatutnya meminta maaf kpd rakyat Indonesia karena telah teledor mengobral grasi kepada Ola selaku bandar narkoba kambuhan," ungkapnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BK Janji Tindaklanjuti Laporan Dahlan
Redaktur : Tim Redaksi