Telemedicine Harus Menjangkau Masyarakat di Luar Jawa dan Sumatera

Minggu, 23 Agustus 2020 – 23:44 WIB
webinar Tantangan Pelayanan Kesehatan di Masa Depan yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata, di Jakarta, Sabtu (22/8). Foto: Dok pri

jpnn.com, JAKARTA - Staf Khusus Menteri Kesehatan Alexander Ginting mengatakan, telemedicine bisa digunakan untuk memutus rantai penyebaran covid-19.

Dengan demikian, masyarakat tidak harus datang ke rumah sakit (RS) untuk melakukan tes covid-19.

BACA JUGA: 15 Juta Masyarakat Mengakses Telemedicine untuk Karantina Mandiri

Pihaknya pun meminta bantuan dari Ikatan Dokter Indonesia dan juga asosiasi telemedicine untuk menyosialisasikan praktik telemedisin ke seluruh Indonesia.

"Kami juga minta startup telemedicine untuk tidak hanya fokus di pulau Jawa dan Sumatera. Telemedisin harus menjangku seluruh masyarakat terutama yang berada di wilayah tertinggal,” kata Ginting dalam webinar Tantangan Pelayanan Kesehatan di Masa Depan yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata, di Jakarta, Sabtu (22/8).

BACA JUGA: Layanan Telemedicine Covid-19 Didukung 20 ribu Dokter

Ginting menambahkan, Kementerian Kesehatan sudah membangun ekosistem digital antara lain dengan membuat aplikasi yang bisa menghubungkan RS rujukan dan puskesmas.

Aplikasi itu juga bisa memberikan informasi tak hanya tentang orang yang sakit, tetapi juga jumlah tempat tidur yang tersedia.

Namun, ekosistem yang dibangun Kemenkes tak cukup karena harus dibantu sektor swasta.

Karena itu, Kemenkes mengimbau startup telemedicine untuk tidak hanya fokus di pulau Jawa dan Sumatera, tetapi juga di daerah terpencil dan terbelakang.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengatakan, ada tiga hal yang penting dalam konsep digital health. Pertama, infrastruktur internet harus memadai.

Tenaga kesehatan juga harus melakukan kolaborasi dengan startup, komunitas faskes dan farmasi dalam satu ekosistem digital.

Kedua, integrasi telemedicine yaitu pelayanan kesehatan yang terkomputerisasi serta tenaga medis yang menguasai dan paham akan literasi teknologi.

Ketiga, electronic medical record yaitu sistem informasi terintegrasi kerahasiaan pasien.

Daeng M Faqih melanjutkan, saat ini belum ada regulasi khusus soal telemedicine. Yang menjadi pegangan saat ini adalah Surat Edaran Menteri Kesehatan dan juga Konsil Kedokteran.

Oleh karena itu, IDI berharap pemerintah segera membuat aturan permanen terkait telemedicine.

Dia menambahkan, pihaknya mendorong seluruh perhimpunan untuk menentukan pelayanan yang pantas secara etik dan hukum yang bisa dilakukan telemedis.

Misalnya, tindakan yang memerlukan pemeriksaan dengan alat tertentu dan tindakan gawat darurat tidak bisa dilakukan telemedisin.

Hal yang ringan seperti pengiriman data, konsultasi mungkin bisa dilakukan.

"Perhimpunan kedokteran diharapkan bisa memetakan dan memberi masukan ke pemerintah sebagai regulator untuk memutuskan mana yang memungkinkan dan mana yang tidak,” kata Faqih.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan, pemerintah terus berupaya mencari terobosan penanganan covid-19 yang efektif.

Salah satunya melalui pengembangan solusi kesehatan dengan mengggunakan teknologi seperti telemedisin. (Jos/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler