Tempe dan Tahu sedang Langka, Ini yang Dilakukan Kementan

Senin, 04 Januari 2021 – 21:12 WIB
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) berkomitmen segera meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Produksi kedelai dalam negeri harus dipacu untuk pemenuhan kedelai domestik ke depannya agar bisa dipenuhi secara mandiri.

Pasalnya, kebutuhan kedelai setiap tahunnya makin bertambah dan pemerintah terus berupaya menekan impor kedelai yang hingga saat ini masih tinggi.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Uang FPI di Rekening Hilang! TNI Turun Tangan, Para Guru Muda Cemas

"Kondisi ini menyebabkan pengembangan kedelai oleh petani sulit dilakukan. Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar. Namun, kami terus mendorong petani untuk melakukan budidaya. Program aksi nyatanya kami susun dan yang terpenting hingga implementasinya di lapangan," ujar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) usai Rapat Koordinasi dan MoU pengembangan serta pembelian kedelai nasional di Kantor Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta pada Senin (4/1/).

"Masalah kedelai yang ada adalah masalah global sehingga membuat harga kedelai yang ada secara global itu terpengaruh khususnya dari Amerika dan itu juga yang kita rasakan di Indonesia. Tidak hanya di Indonesia ada kontraksi seperti ini di Argentina misalnya juga terjadi polemik polemik terkait produksi kedelai," sambungnya.

BACA JUGA: Tempe Tahu Langka di Indonesia, Rocky Gerung Ikut Teriak

Oleh karena itu, SYL menuturkan Kementan fokus melipatgandakan produksi atau ketersediaan kedelai dalam negeri.

Produksi kedelai dalam negeri harus bisa bersaing baik kualitas maupun harganya melalui perluasan areal tanam dan mengenergikan para integrator, unit-unit kerja Kementan dan pemerintah daerah.

BACA JUGA: Pak Jokowi, Ini Ada Permintaan dari Perajin Tahu dan Tempe, Semoga Didengar

"Hari ini adalah kami sudah bertemu dengan jajaran Kementan dan juga melibatkan integrator dan juga unit-unit kerja lain dari Kementerian dan pemerintah daerah untuk mempersiapkan kedelai nasional kita lebih cepat," jelasnya.

"Tentu dengan langkah cepat dari Kementan bersama berbagai integtator dan pengembang kedelai yang ada kami lipatgandakan dengan kekuatan. Kami bergerak cepat, sehingga produksi kedelai dalam negeri meningkat," imbuh SYL.

Sementara itu Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Suwandi menambahkan faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga kedelai impor yakni ongkos angkut yang juga mengalami kenaikan. Waktu transport impor kedelai dari negara asal yang semula ditempuh selama 3 minggu menjadi lebih lama yaitu 6 hingga 9 minggu.

Suwandi menjelaskan dampak pandemi covid 19 menyebabkan pasar global kedelai saat ini mengalami goncangan akibat tingginya ketergantungan impor. Peluang ini tentunya dimanfaatkan Kementan untuk meningkatkan pasar kedelai lokal dan produksi kedelai dalam negeri.

"Kita melakukan MoU antara Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dengan Gabungan Kelompok Tani dengan investor dengan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan untuk meningkatkan kemitraan produksi dan memaksimalkan pemasaran serta penyerapan kedelai lokal milik petani," tuturnya.

Untuk diketahui, tingginya impor kedelai bukan semata-semata karena faktor produksi. Namun demikian, hal tersebut terjadi karena disebabkan kondisi kedelai merupakan komoditas non-lartas yang bebas impor kapan saja dan berapun volumenya tanpa melalui rekomendasi Kementan.

Terkait harga kedelai saat ini terjadi kenaikan yang cukup signifikan sekitar 35 persen merupakan dampak pandemi covid 19.

Utamanya produksi di negara-negara produsen seperti Amerika Serikat, Brasil, Argentina, Rusia, Ukraina dan lainnya.

Harga kedelai impor yang selama ini digunakan oleh perajin tahu tempe di negara asal sudah tinggi, sehingga berdampak kepada harga di Indonesia menjadi lebih tinggi lagi.

Akibatnya saat ini terjadi kelangkaan tempe tahu di Indonesia yang berbahan dasar kedelai. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler