Temuan Baru Kasus Saracen, Ada Foto Tokoh Parpol

Kamis, 21 September 2017 – 05:43 WIB
Produsen hoaks yang tergabung dalam sindikat Saracen (berpakaian seragam tahanan warna oranye) di Mabes Polri, Rabu (23/8). Foto: Ilham Wancoko/Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Bareskrim Polri menduga terdapat kaitan antara Saracen dengan partai politik (parpol) sebagai klien. Hal tersebut terendus dari jejak digital yang ditemukan penyidik.

Kanit V Subdit III Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim AKBP Purnomo menjelaskan, beberapa tersangka diketahui memiliki foto bersama sejumlah tokoh parpol.

BACA JUGA: Begini Cara Kementan Asah Kemampuan Petani Muda

''Foto tersebut mengindikasikan adanya hubungan antara Saracen dengan parpol. Apakah di balik itu ada pemesanan,” terangnya dalam acara diskusi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin.

Namun saat dikonfirmasi kepada para tersangka, mereka mengelak dengan menyatakan foto bersama itu merupakan haknya.

BACA JUGA: Masih di ICCU, Setnov Belum Bisa Diajak Bicara

”Mengakunya hanya sebatas fans,” tuturnya. Tapi penyidik tidak berhenti sampai di situ.

Semua itu nanti akan dikaitkan dengan sejumlah jejak digital sekaligus temuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). ”Kita akan lihat adakah keterhubungannya,” ujarnya.

BACA JUGA: Sayang, Popularitas Tokoh Perempuan Sebatas untuk Calon RI 2

Terkait nama-nama baru yang diketahui berdasar hasil laporan PPATK, dia mengatakan belum akan diungkapkan.

Bareskrim perlu untuk menggambarkan bagaimana peran setiap orang tersebut terlebih dahulu. ”Kami lihat dulu semuanya,” terangnya.

Dia juga menjelaskan, tersangka Jasriadi saat ini dibawa ke rumah sakit jiwa untuk diketahui kondisi psikologisnya.

Sebab, dalam pemeriksaan selama ini keterangannya berubah-ubah dengan intensitas cukup tinggi. ”Kami ingin pastikan bagaimana sebenarnya kondisinya,” paparnya.

Kepala Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Noor Iza menjelaskan, pencegahan ujaran kebencian dan hoaks ini tidak bisa dilakukan dengan pemblokiran.

Sebab, walau diblokir, tetap saja bisa menyebar. ”Yang penting itu kesadaran masyarakat untuk bisa mengetahui informasi mana yang benar dan tidak. Ini perlu sosialisasi,” ujarnya.

Perlu gerakan bersama untuk anti terhadap hoaks, baik dari tokoh masyarakat hingga pejabat. Dengan begitu, diharapkan masyarakat bisa mengetahui bagaimana caranya merespon sebuah informasi yang belum tentu benar. ”Ini harus bersama, tidak bisa sendirian,” timpalnya.

Cara lain yang ditempuh adalah melaporkan temuan Kemenkominfo pada kepolisian terkait adanya ujaran kebencian, hoax, dan sebagainya. Sehingga, hal tersebut bisa ditangani dengan baik. (idr/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia-Prancis Bahas Kerja Sama Hukum Pidana


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler