Temuan BPK LKPD Jeneponto, Ada Dana Rp 4,5 Miliar Meragukan

Sabtu, 09 Juni 2012 – 03:09 WIB

BONTOSUNGGU - Mengapa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Jeneponto 2011 disclaimer atau ditolak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)" Salah satu penyebabnya adalah adanya temuan dana lebih Rp4,5 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Defisit anggaran juga melewati ambang batas.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dengan nomor 38.C/LHP/XIX.MKS/06/2012 tertanggal 1 Juni 2012, dana tersebut ditemukan pada tujuh item anggaran. Dana tersebut diminta untuk dikembalikan ke kas daerah.

BPK menyebut adanya ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan. Hal itu terlihat dengan adanya kasbon dari APBD 2011 dan kasbon APBD sebelumnya yang belum dipertanggungjawabkan. Jumlahnya mencapai Rp3 miliar lebih.

Ada juga pembayaran tunjangan tambahan penghasilan kepada tim anggaran sebesar Rp 400 juta lebih. Tunjangan tersebut tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 jo Permendagri Nomor 59 Tahun 2007.

Tidak hanya itu. BPK juga menemukan anggaran bantuan sosial Rp351 juta lebih yang digunakan tidak sesuai ketentuan. Termasuk belanja hibah Rp71 juta lebih yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh penerima hibah.

Ada pula temuan pembayaran ganda atas biaya akomodasi dan uang makan kegiatan bimbingan teknis anggota DPRD Jeneponto. Anggarannya mencapai Rp48 juta lebih.

Pemerintah kabupaten juga menganggarkan biaya jasa pemeliharan kesehatan PNS pada sekretariat daerah sebesar Rp134 juta lebih. Penggunaannya juga tidak sesuai ketentuan.

Selain itu, terdapat kelebihan pembayaran atas kewajiban oleh Pemkab Jeneponto sebesar Rp474 juta lebih. BPK juga menemukan pembelian kendaraan dinas operasional tiga pimpinan DPRD Jeneponto yang dinilai terlalu mewah. Mereknya Pajero Sport.

Pembelian mobil dinas pimpinan DPRD tersebut dinilai melanggar Permendagri Nomor 11 Tahun 2007. Pembelian mobil dengan anggaran Rp1,7 miliar tersebut juga tidak melalui proses tender.

BPK juga menemukan adanya kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dalam penyusunan laporan keuangan daerah di Pemkab Jeneponto. Terdapat 12 kasus yang potensi kerugian negaranya mencapai Rp1 triliun. Dari SPI itu yang paling banyak adalah soal aset daerah yang tidak jelas.
 
Ketua Lembaga Kajian Strategis Sosial (Kassa) Turatea, Syafiuddin Tinggi, Jumat 8 Juni, mengaku akan melaporkan berbagai temuan BPK tersebut ke kejaksaan. Menurutnya, berbagai dugaan penyelewengan anggaran tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Kabag Hukum dan Perundang-undangan Pemkab Jeneponto, Hal Syamsi membenarkan adanya temuan Rp4,5 miliar tersebut. Dia juga mengakui adaya temuan yang terkait SPI hingga Rp1 triliun. Tetapi, dia menyebut hal itu hanya kesalahan administrasi.

"Temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan itulah yang BPK rekomendasikan agar kerugian negara dikembalikan ke kas daerah," ujar Hal Syamsi.

Sebagai tindak lanjut temuan BPK tersebut, katanya, pada Selasa 12 Juni, Tim Tindak Lanjut akan mengumpulkan seluruh pimpinan SKPD untuk membahas rekomendasi BPK.

Dia mengatakan, hasil temuan BPK tersebut belum bisa dibawa ke ranah hukum. BPK memberi waktu selama 60 hari untuk menyelesaikan semua kasus yang ditemukan BPK. Jika dalam 60 hari belum selesai, maka masalah ini akan diserahkan ke penegak hukum.

"Jadi bukan kami saja yang bisa melaporkan kasus ini ke penegak hukum. Kalangan LSM boleh melaporkan kasus ini. Tetapi menunggu 60 hari dulu," kata Hal Syamsi yang juga sekretaris Tim Tindak Lanjut Pemkab Jeneponto.

Terkait defisit anggaran, Hal menyebut bahwa yang terjadi di Jeneponto melewati ambang batas. Idealnya defisit anggaran maksimal empat persen dari total Dana Alokasi Umum (DAU). Dengan total DAU Rp437,7 miliar, defisit anggaran maksimal Rp16 miliar. Kenyatannya, defisit anggaran di Jeneponto mencapai Rp106 miliar atau sekira 23 persen dari total DAU. (fajar)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pastikan, Tidak Ada Polisi Syariah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler