BANDA ACEH – Hasil pantauan Pilkada Aceh yang dilakukan Asian Network For Free Election (Anfrel) selama proses pesta demokrasi di Provinsi paling barat Indonesia ini, menemukan kasus intimidasi terhadap masyarakat untuk memilih calon kepala daerah tertentu, terjadi merata diseluruh Aceh.
Walaupun terdapat sejumlah persoalan terjadi mulai dari tahapan hingga hari pencoblosan, lembaga pemantau asing yang bermarkas di Bangkok, Thailand ini tetap berharap, hasil akhir pemilu kepala daerah dapat diterima rakyat Aceh. “Banyak pelangaran, bukan berarti Pilkada Aceh itu kotor,” kata Damaso Magbual, Ketua Anfrel, Rabu (11/4).
Ia mengatakan, selain persoalan intimidasi, pihaknya juga menemukan sejumlah persoalan krusial selama hari pemungutan suara 9 April lalu. Salah satu yang mencolok, adanya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memasuki bilik suara. Ada juga partisan calon kepala daerah, mengarahkan masyarakat untuk memilih calon tertentu.
Selama hari pemungutan suara dilakukan, intervensi terhadap pemilih, umumnya dilakukan oleh para pendukung yang hadir di sekitar TPS untuk mempengaruhi pemilih. Harusnya, menurut dia, itu tidak dilakukan, karena membuat masyarakat merasa tertekan.
Dibeberapa tempat yang mereka amati, ada beberapa pemilih yang mendapatkan undangan, tetapi oleh petugas KPPS tidak diperiksa kembali, apakah masyarakat yang datang ke TPS terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau tidak. Surat suara yang tidak terpakai, harusnya bisa dibatalkan sebelum penghitungn dilakukan guna mencegah kecurangan. Namun, petugas KPPS ternyata tidak menggapnya penting.
”Anfrel mengamati adanya kesengajaan untuk mengambil keuntungan dari situasi ini,”sebut warga Pilipina ini.
Tanpa bermaksud untuk mencampuri persoalan Pilkada Aceh, dirinya pun memberikan masukan kepada KIP, Panwas dan Polisi bisa melakukan lakukan investigasi, penelusuran kasus, penindakan dan hasilnya bisa dipublikasikan. Kalau ada tokoh partai politik terlibat kecurangan, harus dihukum.
”Di Pilipina, mantan presiden Gloria Macapagal Arroyo ditangkap atas dakwaan melakukan kecurangan dalam Pemilu. Kita harap di sini juga bisa begitu,”cetusnya.
Saat ini, hal yang perlu mendapatkan pengawasan ketat, adalah mengenai penghitungan suara, karena dikhawatirkan, akan terjadi penukaran atau perubahan hasil. Disamping itu, KIP Aceh dan Kabupaten/kota juga dihimbau lebih transparan dalam memberikan informasi dan memberikan akses seluas – luasnya kepada semua pihak, termasuk kepada pemantau dan media dalam mengakses proses penghitungan suara.
“Hasil Pilkada diumumkan 18 April, kita akan pantau hingga ada hasilnya."
Sementara itu, Ketua FPRM Nasruddin kepada Rakyat Aceh (Grup JPNN), di Langsa meminta , Panwaslukada Langsa untuk merilis berbagai pelanggaran dilakukan para kandidat atau tim sukses.
Dia juga meminta Panwaslu menuntaskan semua pelanggaran yang terjadi dalam tahapan pemilukada, dan ini harus dituntaskan secara terbuka dan transparan. Bukan malah sebaliknya, setiap pelanggaran yang masuk hanya didiamkan saja.
“Intinya kita berharap penwas benar-benar netral dalam tugas, sehingga tidak ada kandidat yang dirugikan,” ujar Nasruddin. (slm/ris)
BACA ARTIKEL LAINNYA... RUU Penanganan Konflik Sosial Disetujui Secara Aklamasi
Redaktur : Tim Redaksi