jpnn.com, JAKARTA - Kepala Satuan Tugas Nusantara Polri Irjen Gatot Eddy Pramono mengungkapkan bahwa pola penyebaran paham radikal maupun intoleransi mulai bergeser seiring perkembangan teknologi dan informasi. Menurutnya, kini penyebaran radikalisme dilakukan melalui media sosial.
"Media sosial sulit diredam. Bagaimana orang bisa (bersikap) intoleransi dan radikal serta teroris, itu bisa belajar lewat media sosial," ujar Gatot usai menghadiri diskusi bertema Meneguhkan Toleransi Merawat Kebinekaan Indonesia di Jakarta Pusat, Jumat (15/11).
BACA JUGA: Idham Azis: Radikalisme Tidak Identik dengan Islam
Dia mencontohkan dua terduga kasus terorisme yang terpapar radikalisme dari media sosial, yakni Abu Zee dan oknum Polwan Bripda Nesti Ode Samili. Menurut dia, dahulu penyebaran paham radikal dan intoleransi melalui pertemuan rutin.
Seiring perkembangan zaman, metode tersebut diganti. “Sekarang paham-paham itu diajarkan melalui media sosial," kata dia.
BACA JUGA: Survei LSI: Pemerintahan Jokowi Punya Modal Besar Atasi Intoleransi
Lebih lanjut Gatot mengatakan, Satgas Nusantara bentukan Polri bertugas meminimalisasi isu primordial, SARA dan radikalisme yang berujung pada aksi intoleransi. Perwira Polri dengan dua bintang di pundak itu menuturkan, Satgas Nusantara telah memetakan wilayah-wilayah terpapar radikalisme.
Pemetaan itu untuk kepentingan mitigasi melalui pendekatan hingga sosialisasi kepada masyarakat. "Jadi, walaupun tindakan intoleransi itu tidak muncul pada saat pilpres maupun pilkada, tetapi tetap harus tetap diwaspadai,” kata dia.(mg10/jpnn)
BACA JUGA: Koridor Radikal
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pelajar SD Terindikasi Terpapar Paham Radikal
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan