jpnn.com - SURABAYA – Para guru honorer tak perlu khawatir soal peralihan kewenangan SMA, SMK.
Pasalnya, Gubernur Jatim Soekarwo menjamin penggajian tenaga pengajar tidak akan keteteran pasca peralihan kewenangan SMA, SMK, dan sekolah berkebutuhan khusus.
BACA JUGA: Lapor Pak Menteri! Kok Buku Kelas V SD Isinya Seperti Ini?
Pakde Karwo, sapaan Soekarwo, menyebutkan, APBD Jatim masih sanggup untuk menggaji penambahan 34.312 guru dan tenaga pengajar yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS).
Sebenarnya, per 1 Januari 2017, jumlah PNS pemprov bertambah 35.613 orang. Selain 34.312 guru, ada lagi penambahan 9 petugas panti rehabilitasi, 206 tenaga pengawas di bidang ketenagakerjaan, 376 petugas terminal tipe B, 700 pengawas bidang kehutanan, dan 10 bidang ESDM.
Untuk para tenaga honorer di SMA/SMK dan sekolah berkebutuhan khusus, lanjut dia, Pemprov Jatim telah mengajukan surat ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Pemprov meminta pengelolaan bantuan operasional sekolah (BOS) SMA dan SMK bisa sama dengan BOS di tingkat SMP dan SD.
BACA JUGA: Menteri Sebut Banyak Sarjana Nganggur karena Kurang Bermutu
Dengan begitu, BOS bisa disisihkan untuk menggaji tenaga honorer. Namun, apabila hal itu belum di-acc, pemprov berjanji menanggung gaji tenaga honorer.
''Masih cukup kalau menggunakan APBD,'' ungkapnya.
Meski begitu, lanjut Pakde Karwo, pemerintah kota/kabupaten tetap bisa mengalokasikan anggaran daerah untuk kemajuan SMA/SMK.
BACA JUGA: Luar Biasa..Lihat Perjuangan Nagita untuk Ujian Ini
''Untuk renovasi sekolah misalnya. Kalau anggaran dari pemerintah provinsi kurang, mereka bisa nambahi pakai APBD kabupaten/kota,'' terangnya.
Anggota Banggar DPRD Surabaya Vinsensius Awey mengungkapkan, banggar tidak mengalokasikan dana untuk SMA/SMK.
Sebab, urusan SMA/SMK sudah masuk ranah pemerintah provinsi. Jika dianggarkan dan tidak terserap, tentu akan jadi masalah tersendiri.
Demikian halnya pada APBD murni 2017 yang juga tidak memungkinkan untuk memasukkan anggaran SMA/SMK. ''Karena tidak ada posnya, tidak ada nomenklaturnya,'' katanya.
Awey menambahkan, bantuan sosial pemkot untuk pemprov juga tidak memungkinkan. Sebab, bantuan bersifat top-down, dari pemerintah di atas kepada pemerintah yang di bawah.
''Nah, kalau ini membantu dari bawah (pemkot) ke atas (pemprov), belum ketemu alurnya,'' jelasnya.
Untuk memecahkan problem tersebut, pemkot dan pemprov perlu duduk bersama. Apalagi, selama ini siswa SMA/SMK di Surabaya sudah mendapat bantuan dari pemkot.
Muncul kekhawatiran, jika dikelola provinsi, fasilitas-fasilitas yang selama ini diterima siswa Surabaya akan hilang atau berkurang.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya Agustin Poliana menyatakan, butuh pembicaraan lebih lanjut dengan bappeko, bina program, dan dinas pendidikan terkait hal tersebut.
Menurut dia, bantuan anggaran untuk siswa SMA/SMK akan menjadi kebijakan wali kota.
Agustin mengatakan, jika wali kota menghendaki dengan mempertimbangkan kepentingan warga Surabaya, pihaknya akan mendukung.
''Mencerdaskan kehidupan bangsa kami support,'' tegasnya. Dia berharap bantuan bisa langsung kepada siswa, bukan kepada sekolah, sehingga lebih tepat sasaran.
Komisi D DPRD Surabaya, lanjut Agustin, juga berharap Gubernur Jawa Timur Soekarwo berkenan melimpahkan SMA/SMK kepada Surabaya.
Selama ini, Surabaya sudah menjalankan wajib belajar (wajar) 12 tahun. Surabaya mampu membiayai anak didiknya. Kebijakan gubernur, menurut dia, akan bisa mengubah tatanan.
''Ternyata Surabaya dirasa mampu. Kami senang sekali apabila diminta mengelola kembali,'' ucapnya. (rst/puj/c17/git/flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siswa Bawa Motor ke Sekolah Siap Dapat Sanksi Ya
Redaktur : Tim Redaksi