jpnn.com - Muhammad Riharja, PNS di Disnakertrans Kaltim, tewas setelah kepalanya dikepruk oleh Saripuddin di Jalan Pelita, Sungai Pinang, Kalimantan Timur, Senin (16/7). Kabar ini membuat keluragnya di Tarakan terhenyak, seolah tidak percaya.
Ayahanda almarhum, Jafar Agang Aji Samaria beristigfar. Berusaha menenangkan diri, meski telah kehilangan putranya setelah dihajar palu secara brutal oleh pelaku yang diduga menderita gangguan jiwa.
BACA JUGA: Kronologis PNS Dikepruk Palu Sampai Kepala Remuk, Mengerikan
YEDIDAH PAKONDO - Tarakan
MESKI awalnya berusaha kuat dan menahan air mata, namun tangisan itu pun pecah ketika jenazah almarhum Muhammad Riharja sampai di kediaman Jafar. Tangis memekik dengan terus menyebut nama Muhammad Riharja.
BACA JUGA: Horor di Jalan, PNS Dihajar dengan Palu Sampai Kepala Pecah
“Kalau saya bisa memilih, lebih baik saya yang mati daripada dia (almarhum),” isak Jafar.
Sepuluh hari menjelang kematiannya, almarhum sempat pulang ke Kota Tarakan dan menginap selama tiga malam di kediaman orang tuanya. Tak ada alasan, hanya karena alasan rindu kepada kedua orang tua, almarhum pun berangkat menuju Tarakan tanpa memberi kabar kepada orang tuanya.
BACA JUGA: Gangguan Jiwa, Anak Gorok Leher Ibu Sendiri dengan Golok
Ketiga anak almarhum pun ingin pulang menuju Tarakan, hanya almarhum sempat melarang dikarenakan biaya transportasi yang hanya cukup mahal saat itu. Sebelum Riharja meninggal, sang ibu yang tiba-tiba merasa ingin menangis tersedu-sedu.
Lain halnya dengan sang ayah yang merasakan pergerakan garis tangan yang menurutnya pertanda tak baik akan segera datang.
“Tapi namanya juga manusia, jadi tidak mengerti maksudnya, karena semua manusia hanya bisa menerka-nerka,” bebernya.
Pada hari Senin pukul 18.00 Wita, Jafar menerima informasi dari teman kantor almarhum yang menyatakan bahwa Muhammad Riharja sudah meninggal pada pukul 16.00 Wita.
Almarhum Muhammad Riharja merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Almarhum dilahirkan di Tarakan. Sewaktu kecil, almarhum memang suka bercerita tentang apapun yang dialaminya setiap hari.
Tak hanya itu, almarhum juga senang mendengar kisah dongeng zaman dulu, sebab dalam cerita dongeng terkandung pesan moral bagi siapa pun. Bahkan, berkat hobi tersebut, almarhum aktif menulis cerpen saat duduk di bangku kuliah.
“Tapi almarhum tidak suka permainan fisik yang kasar, itu pasti dijauhinya,” kenangnya.
Ketika menempuh pendidikan di SMA Negeri 2 Tarakan, almarhum bekerja sebagai pencuci mobil. Tak hanya itu, almarhum bahkan pernah bekerja sebagai caddy di lapangan golf Kota Tarakan, sambil membantu sang ayah menggembala sapi ketika hari sudah sore.
Ketika lulus SMA, almarhum memilih untuk menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jurusan Hubungan Internasional (HI) selama tujuh tahun. Dengan perjuangan yang susah payah, sang ayah yang hanya bekerja sebagai nelayan berusaha memenuhi kebutuhan hidup almarhum.
“Saya hanya bisa beri Rp 250 ribu per bulan, hanya untuk kos dan makan. Yang penting anak saya bisa makan saja dulu di sana. Jadi tidak pernah ditambah uangnya, paling dicicil saja, karena nelayan enggak tentu penghasilannya,” jelasnya.
BACA JUGA: Kronologis PNS Dikepruk Palu Sampai Kepala Remuk, Mengerikan
Setelah lulus kuliah, almarhum pun meminang istri dan mengadu nasib di Bangka Belitung. Dari bekerja sebagai tukang taman di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Bangka Belitung almarhum diupah borongan.
Merasa tak puas, sang ayah mengirimkan dana kepada almarhum agar bisa pulang ke Bumi Paguntaka. Beruntung, istri almarhum dinyatakan lulus tes pegawai negeri sipil (PNS) dan ditugaskan di Bandara Samarinda. Setelah itu, almarhum menyusul ke Samarinda dengan mengikuti tes PNS di Kalimantan Timur dan memutuskan menetap di Samarinda. (***/lim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri: Pelaku Waras Saja Susah Diperiksa, Apalagi Orang Gila
Redaktur & Reporter : Soetomo