jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) segera membuat peraturan yang baru.
Permintaan tersebut untuk menanggapi keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan aturan taksi online sebagai tertuang dalam Permenhub No. 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaran Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
BACA JUGA: Gelar OTT Lagi, KPK Bekuk Petinggi Kemenhub
“Kemenhub harus benar-benar memanfaatkan waktu tiga bulan ke depan. Tadinya kan sudah diatur. Sekarang tidak ada peraturannya lagi," kata Agus di Jakarta, kemarin.
Masalahnya, kata Agus, taksi online itu mengangkut manusia. Karena itu diperlukan peraturan untuk melindunginya.
BACA JUGA: MA Cabut Aturan Angkutan Online, Begini Respons Menhub
“Kalau tidak ada peraturannya, kemana kita mesti mengadu kalau timbul masalah, karena ini menyangkut keselamatan manusia,” ujarnya.
Dikatannya, sebagai kendaraan yang mengangkut manusia harus ada jaminan keamanan, karenanya ada pengujian kir. Selain itu, harus ada standar layanan untuk konsumen yang mesti dijaga.
BACA JUGA: Pemerintah Sudah Saatnya Mendukung Transportasi Online
Agus Pambagio meminta pemerintah tegas terhadap beroperasinya taksi online. Ia memberi contoh negara Denmark yang tidak mengizinkan taksi online karena operator taksi online tidak mau mengikuti aturan yang ditetapkan negara tersebut.
Agus mengingatkan taksi online juga harus bayar pajak, yang selama ini tidak mereka lakukan karena belum ada aturan untuk itu.
"Kita ini negara, dan sebuah negara harus ada aturan. Kalau tidak ada aturan ya sudah di hutan saja sana,” tambah Agus lagi.
Sementara itu, Sekjen DPP Organda Ateng Aryono menyatakan majelis hakim MA yang membatalkan Permenhub tentang taksi online ini seharusnya mencari pandangan yang luas dari pihak-pihak yang terkait dalam masalah ini, seperti Organda, pengusaha angkutan dan para pakar angkutan.
"Saya juga heran sama yang menggugat. Dengan adanya Permenhub itu, artinya mereka sudah memiliki kepastian yang selama ini mereka inginkan. Ini aneh, sudah ada peraturan eh mereka gugat. Kecuali mereka memang menginginkan yang tidak pasti ya," kata Ateng.
Ditanya soal keterlibatan pengguna atau konsumen dalam hal pengambilan keputusan, misalnya dalam masalah tarif atas dan tarif bawah taksi online, Ateng menjawab semestinya hal itu tidak ada masalah. Karena sebelumnya Kemenhub sudah cukup intensif mensosialisasikan peraturan baru tersebut kepada berbagai pihak temasuk sosialisasi ke daerah-daerah.
Selain itu juga ada uji publik. Tarif batas atas itu, kata Ateng, diberlakukan untuk melindungi konsumen atau pengguna supaya operator taksi online tidak semena-mena mengenakan tarif atasnya.
“Kami dari Organda prihatin, kalau ini dibiarkan tanpa aturan kemudian taksi yang resmi sampai bubar, mau dikemanakan para sopir dan tenaga kerja yang banyak itu," kata Ateng.
Ateng juga berharap pemerintah benar-benar bisa mencari jalan keluar terbaik atas masalah ini, sebab kalau dibiarkan tanpa ada aturan yang jelas dikhawatirkan akan terjadi kekacauan di lapangan.
Menteri Perhubungan Budi Karya sebelumnya meminta masyarakat tidak resah dengan keputusan MA, karena pihaknya segera akan mencari solusi untuk merumuskan kembali peraturan tentang taksi online ini.
Untuk itu, Kemenhub akan mengumpulkan para ahli dan berbagai pemangku kepentingan yang terkait dengan beroperasinya taksi online ini.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Anas dan Kemenhub Sepakat, Bandara Banyuwangi Dapat Rp 300 Miliar
Redaktur & Reporter : Friederich