Tentara Pembantai Dijerat 23 Dakwaan

Militer AS Beri Kompensasi Keluarga Korban di Afghanistan

Senin, 26 Maret 2012 – 05:20 WIB

KANSAS CITY - Proses hukum terhadap Sersan Kepala (staff sergeant) Robert Bales, 38, dimulai. Tentara Amerika Serikat (AS) yang menjadi tersangka utama pembantaian masal 17 warga Distrik Panjwai, Kandahar, Afghanistan pada 11 Maret lalu secara resmi dijerat dengan 17 dakwaan pembunuhan berencana.
 
Selain itu, Bales dikenai enam pasal penyerangan dan percobaan pembunuhan. Kebanyakan korban tewas dalam serangan tersebut adalah perempuan dan anak-anak. Sambil menunggu persidangan kasus itu, saat ini Bales mendekam di penjara militer Fort Leavenworth, Kansas City, Negara Bagian Missouri.
 
Dalam pernyataan resmi, militer AS menyatakan bahwa berdasar kode etik dan aturan militer, sanksi terberat yang dapat dijatuhkan kepada Bales adalah hukuman mati. Selain itu, dia bakal dipecat tidak hormat dari dinas militer atau pangkatnya diturunkan hingga level terendah, serta tidak menerima gaji dan tunjangan.

"Sedangkan hukuman minimal adalah penjara seumur hidup dengan kemungkinan mendapat pembebasan bersyarat," ungkap jubir militer AS yang tak disebutkan namanya Sabtu lalu (24/3).
 
Saat ini ada enam tentara AS yang menunggu eksekusi setelah divonis mati. Namun, tidak satu pun eksekusi mati atas tentara diterapkan selama 50 tahun terakhir di negeri adidaya tersebut.
 
Jubir militer AS itu juga menyatakan bahwa hampir pasti persidangan terhadap kasus Bales akan berlangsung di AS. "Kendati begitu, belum ada keputusan mengenai hal itu," katanya.
 
Tahap selanjutnya yang harus dihadapi Bales adalah menjalani sidang sesuai dengan Pasal 32. Persidangan tersebut memutuskan apakah pengadilan selanjutnya akan memproses berbagai dakwaan atas Bales tersebut. Namun, militer AS membutuhkan waktu sekitar empat bulan untuk melaksanakannya. "Prosesnya (persidangan kasus tersebut) masih panjang dan lama," lanjut jubir tadi.
 
Sementara itu, militer AS kemarin (25/3) membayarkan kompensasi kepada keluarga korban pembantaian tersebut. Rinciannya, korban tewas mendapat USD 46 ribu (sekitar Rp 420 juta) per orang. Sedanglam korban luka mendapat USD 10 ribu (sekitar Rp 91,5 juta) per orang.
 
Seorang tetua adat di Distrik Panjwai mengungkapkan bahwa pemberian kompensasi dilakukan dalam pertemuan tertutup di kantor gubernur Provinsi Kandahar. Selain para keluarga korban, pertemuan itu dihadiri petinggi militer AS dan ISAF (pasukan internasional di bawah NATO).
 
Dalam pertemuan itu, para keluarga korban diberi tahu bahwa sejumlah saksi dari Afghanistan akan diterbangkan ke AS untuk memberikan keterangan. Sejumlah orang juga akan diminta bersaksi lewat video jarak jauh ketika sidang terhadap Bales berlangsung nanti.
 
Melalui juru bicaranya, Presiden Afghanistan Hamid Karzai menyatakan bahwa pemerintahannya menginginkan keadilan bisa segera ditegakkan. "Kami ingin keadilan dan kami ingin persidangan kasus itu secepatnya," tuturnya. Sebelumnya, para keluarga korban menuntut pengadilan atas Bales dapat dilaksanakan di Afghanistan karena lokasi pembunuhan berada di wilayah negara tersebut.
 
Seorang pejabat AS menyatakan kepada Agence France-Presse bahwa korban tewas pembantaian Bales terdiri atas sembilan anak-anak, empat perempuan, dan empat laki-laki dewasa. Lalu, empat anak, serta seorang pria dan seorang perempuan dewasa terluka dalam serangan tersebut.
 
Jubir militer AS memastikan, bukti yang didapat dari tim penyidik mengindikasikan bahwa korban tewas dalam aksi pembunuhan berencana itu berjumlah 17 orang. Mereka dinyatakan meninggal seketika dalam insiden tersebut. Dia membantah bahwa seorang korban luka akhirnya tewas di rumah sakit atau seorang korban perempuan tewas dalam kondisi hamil.
 
Berdasar sistem hukum di AS, persidangan kasus Bales akan berlangsung bertahun-tahun. Hal itu bertolak belakang dengan keinginan rakyat maupun pemerintah Afghanistan agar proses hukum bisa dilakukan dengan cepat dan bisa dihukum mati.
 
Bales diduga kuat mabuk saat melakukan aksinya pada 11 Maret lalu. Dia punya sejumlah catatan terkait dengan pelanggaran karena minuman beralkohol. Polisi di Negara Bagian Washington menyebutkan bahwa Bales telah tiga kali melanggar karena alkohol. Yang pertama pada 2002 dan yang kedua pada 2008. Pelanggaran ketiga terjadi saat sela waktu sebelum dia ditugaskan kali kedua dan ketiga di Iraq. Afghanistan merupakan penugasanya kali keempat.
 
Pengacara Bales, John  Henry Browne, juga mengakui bahwa kliennya menenggak minuman alkohol pada malam sebelum melakukan pembantaian di Afghanistan. Tetapi, dia membantah bahwa kliennya mabuk saat insiden terjadi. Meski begitu, dia menyebut Bales hanya mengingat sedikit kejadian pada malam itu.
 
Sampai saat ini, Bales merupakan satu-satunya tersangka yang melakukan pembantaian tersebut. Tim pencari fakta yang dibentuk oleh parlemen Afghanistan justru menduga bahwa sedikitnya 20 tentara AS terlibat dalam aksi brutal tersebut. Bahkan, sejumlah saksi mata menyebut sebuah helikopter terbang di atas lokasi kejadian sebelum terjadi pembantaian.(AFP/BBC/RTR/AP/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penembak Jitu Tertua di Dunia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler