Keputusan ini boleh jadi cukup nekat karena selama 14 tahun, Undang-undang tersebut telah diblokade oleh pihak gereja. Tentu saja, kabar ini membuat Pimpinan Gereja Katolik Filipina berang. Lebih lanjut, pihak gereja berencana membawanya ke ranah hukum bahkan menggerakkan demo seperti halnya gereja sukses menginpirasi masyarakat untuk melakukan revolusi People Power pada 1986. “Gereja akan terus melindungi dan mempertahankan kehidupan. Kami tidak akan pernah berhenti,” ujar Uskup Agung Ramon Arguelles, wakil ketua Konferensi Waligereja Filipina.
Selama ini, gereja memang melarang penggunaan alat kontrasepsi modern seperti pil, kondom, IUD, dan segala produk turunannya, termasuk aborsi dan pergaulan bebas. Merujuk pada himbaun dari Vatikan, kontrasepsi yang diperbolehkan hanyalah kontrasepsi alami, yaitu menggunakan sistem kalender.
Disisi lain, Filipina merupakan negara dengan tingkat kelahiran tertinggi di Asia Tenggara. Jutaan keluarga berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya yang besar. Separuh dari angka kehamilan di negara tersebut merupakan kehamilan tidak diinginkan karena akses pada alat kontrasepsi sangat terbatas.
Juru bicara Aquino menyatakan Undang-Undang ini membuka lembaran baru bagi Filipina. Untuk itu, diharapkan pihak gereja memberikan dukungannya.
Survei pemerintah menunjukkan bahwa 39% wanita menikah di Filipina ingin menunda kehamilan atau memiliki anak lagi. Pola yang sama terjadi di seluruh negara berkembang, diperkirakan 222 juta perempuan ingin menghindari kehamilan tetapi tidak memiliki akses ke kontrasepsi yang efektif. (LATIMES/mas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mubarak Masuk RS Lagi
Redaktur : Tim Redaksi