Dalam pertemuan itu, Netanyahu menegaskan bahwa sejauh ini pemerintahannya belum mengambil keputusan soal Iran. Tetapi, spekulasi yang beredar menyebut bahwa Israel siap menyerang fasilitas nuklir Iran.
Sebelumnya, Obama mengimbau dunia internasional, termasuk Israel, agar tidak tergesa-gesa bertindak atas Iran. Apalagi, laporan yang menyebutkan bahwa Iran berusaha memproduksi dan mengembangkan senjata nuklir masih dalam investigasi. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) belum memastikan kebenaran laporan tersebut.
Dalam pertemuan tertutup dengan Obama, Netanyahu menyatakan bahwa aksi militer atas fasilitas nuklir Iran masih sebatas rencana. Israel, kata dia, belum memutuskan apapun soal rencana tersebut. Tetapi, pemimpin 62 tahun itu menegaskan bahwa kemungkinan serangan itu terbuka. Aksi militer atas Iran akan tetap menjadi salah satu opsi. Alasannya, aksi militer merupakan bagian dari hak Israel untuk membela diri dari kemungkinan serangan lebih dulu.
"Ketegangan semakin meningkat, tetapi kita tak punya banyak waktu. Sebagai perdana menteri Israel, saya tidak akan membiarkan rakyat saya hidup dalam bayang-bayang kehancuran," papar Netanyahu, seperti dikutip sumber kuat di Washington yang terlibat dalam pertemuan itu, kemarin (6/3). Jika terdesak, Netanyahu akan memutuskan sendiri langkah Israel terhadap Iran.
Dalam pertemuan tersebut, sumber yang dikutip Reuters membeberkan bahwa Obama tak banyak berkomentar soal hak Israel melancarkan aksi militer atas Iran. Tetapi, seperti yang dikatakannya sebelumnya, Obama mengimbau supaya Israel menahan diri. Pasalnya, dunia internasional sedang menempuh jalur diplomasi dan sanksi agar membuat Iran menghentikan ambisi nuklirnya.
Kepada Netanyahu, Obama kembali menegaskan bahwa AS dan negara-negara Barat amat serius menghadapi dan menyikapi krisis nuklir Iran. "Kami memiliki tujuan yang sama dengan Israel, yakni mencegah Iran mengembangkan program nuklirnya untuk memproduksi senjata," ungkap Obama.
Sejauh ini Iran bersikukuh bahwa program nuklir yang mereka kembangkan semata-mata untuk tujuan sipil. Selain kepentingan riset, program nuklir tersebut terkait dengan pengembangan energi (listrik).
Sayang, dalam pertemuan selama dua jam itu, Obama dan Netanyahu tak mencapai kata sepakat mengenai sikap mereka atas Iran. Namun, keduanya akan memberikan kesempatan pada upaya diplomasi dan sanksi lebih dahulu. Setelah bertemu Obama, Netanyahu dijadwalkan berdialog dengan Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton dan berbicara di depan Kongres AS.
Sebelum bertemu Obama, Netanyahu lebih dulu pidato di depan 13.000 warga AS pro-Israel soal Iran. Kepada hadirin yang sebagian besar di antaranya anggota American Israel Public Affairs Committee atau AIPAC (kelompok lobi pro-Israel) itu, dia mengatakan bahwa kesabaran Israel sudah habis. Dia yakin, Iran sedang menciptakan senjata nuklir dan Israel berpotensi menjadi target serangan..
"Israel sudah cukup lama menantikan dampak positif dari diplomasi dan sanksi terhadap Iran. Tapi, semua itu tak ada hasilnya," ujar Netanyahu. Karena itu, dia berkunjung ke Washington untuk membicarakan strategi lebih tepat untuk menyikapi Iran. Selama ini, Israel dan AS selalu memiliki kebijakan yang sama soal program nuklir Iran.
Saat itu, Netanyahu juga menunjukkan surat Departemen Perang AS (Dephan AS, Red) bertahun 1944. Melalui surat itu, Washington mengimbau seluruh petinggi Yahudi untuk membatalkan rencana serangan terhadap Kamp Nazi di Auschwitz, Austria. Saat itu, AS berdalih bahwa serangan ke kamp konsentrasi milik Jerman itu justru akan memantik serangan yang lebih mematikan terhadap kaum Yahudi.
Ternyata, larangan itu justru berbuah pembantaian etnis Yahudi yang dikenal dengan Holocaust. Peristiwa itulah yang menjadi cikal bakal lahirnya Israel sebagai negara. "Saudara-saudara, 2012 memang bukan 1944. Tetapi, coba kalian ingat kembali peristiwa itu. Jika (program nuklir Iran) dibiarkan, dampaknya justru akan jauh lebih buruk daripada Holocaust," tandas Netanyahu. (AP/AFP/RTR/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bertahan Sehari, Bayi Survivor Tornado Tutup Usia
Redaktur : Tim Redaksi