jpnn.com, KARAWANG - Kasus anak gugat ibu kandung di Karawang makin ramai jadi perbincangan publik, pasalnya terdapat prosedur yang janggal, yang diduga dilakukan oleh penegak hukum.
Diketahui saat ini, persidangan telah memasuki bulan kedua, atau sidang kelima, dengan agenda pemeriksaan saksi.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Mangkir, Kasus Dugaan Ibu Palsukan Tanda Tangan Ditunda
Persidangan kerap ditunda dengan berbagai alasan, yang terbaru bahkan sidang pada Kamis (25/7) juga ditunda dengan alasan kuasa hukum terdakwa tidak hadir tanpa pemberitahuan.
Aktivis Hukum Subang, Iing Irwansyah menuturkan, ia mengikuti perkembangan mulai dari awal pemberitaan bergulirnya kasus tersebut, dan terlihat tidak biasa. Bahkan sampai terdakwa leluasa pergi ke luar kota tanpa di tahan.
BACA JUGA: JPU Gali Pemalsuan Tanda Tangan Selain Stephanie yang Diduga Dilakukan Kusumayati
"Ini kasus sangat unik, bukan hanya menyangkut hubungan ibu dan anak, tapi yang unik adalah terdakwa ini jadi orang istimewa menurut saya. Dia bisa kesana kemari tanpa dilakukan penahanan," kata Iing saat dihubungi awak media, Minggu (28/7).
Padahal, kata Iing kasus ini merupakan kasus pidana dengan Pasal 263 KUHP yang artinya terdakwa terancam hukuman maksimal hingga tujuh tahun, aparat kepolisian, kejaksaan, hingga majelis hakim, selama proses hukum ini berlangsung tidak pernah melakukan penahanan terhadap terdakwa.
BACA JUGA: Sidang Pemalsuan Tanda Tangan di Karawang, Hakim Cecar Putra Terdakwa
"Ini pasalnya 263 yah, tahu dong ancamannya gimana, tapi mulai dari tahap 1, tahap 2, tahap 3 leluasa sekali gak ditahan-tahan. Masih ingat kasus nenek Minah yang maling 3 buah Kakao untuk makan, selama diproses dia dibui, dan divonis hukuman 1,5 bulan. Lah ini kriminal pemalsu tanda tangan liar-liar saja," kata dia.
Belum lagi, kata Iing, kabar sang hakim sempat melakukan mediasi agar kasus tersebut bisa diselesaikan secara perdamaian (RJ) antar pelapor dan terdakwa, padahal hal itu tidak menjadi kewenangan majelis hakim, karena Pengadilan adalah tempat orang mencari perdamaian.
"Minggu kemarin di sidang ketiga katanya majelis hakim menjadwalkan mediasi yah, lihat dong kontruksi hukumnya, RJ sebenarnya hanya untuk ancaman hukuman kurang dari dua tahun dan hukum pidana tidak mengenal belas kasihan, dan lagi ini RJ atau apa namanya mediasi kok di pengadilan, sebenarnya RJ ini produk siapa? Polisi, Jaksa, atau Hakim? Seharusnya di Jaksa dong karena Pengadilan ini tempat orang mencari keadilan," imbuhnya.
Terlebih, kata Iing, majelis hakim sempat meminta para pihak untuk menahan diri dan tidak aktif memberikan statmen di media-media selama persidangan berlangsung. Namun setelah diperingatkan tersebut, terdakwa justru aktif berbicara tentang kasus yang dialaminya di tiga kanal youtube podcast.
"Ini yang menurut saya aneh, majelis hakim kan meminta agar para pihak diam selama proses hukum atau persidangan ini berlangsung, tiba-tiba setelah diperingatkan begitu, terdakwa yang tidak ditahan ini justru aktif hadir di kanal youtube, ada di Uya Kuya, ini terdakwa super power sekali," ucap Iing.
Dijelaskan Iing, syarat atau proses penangguhan atau pengalihan tahanan bagi terdakwa agar tidak ditahan ini cukup kompleks, apa lagi jika melihat kontruksi hukum ancaman pidananya cukup berat.
"Syarat terdakwa mengajukan pengalihan atau penangguhan penahanan ini kan konpleks, sekarang kita ngonong dia jompo, jompo nya seperti apa orang dia masih bisa apa-apa sendiri, dia ngomong sakit. Tapi bisa keliling Jakarta buat podcast, lalu apa alasan majelis hakim untuk tidak menahan?" ujar dia.
Iing menyarankan agar Komisi Yudisial (KY) turun untuk memeriksa majelis hakim yang menangani perkara anak gugat ibu kandung ini, sebab yang terpenting adalah menjaga marwah lembaga peradilan yang saat ini terlihat sedang permainkan oleh terdakwa Kusumayati.
"Saya menyarankan KY segera turun, periksa itu majelis hakim yang menangani perkara ini, ini sudah keterlaluan, terdakwa Kusumayati seperti melecehkan marwah lembaga peraadilan," pungkasnya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif