jpnn.com, JAKARTA - Proses pembuatan Sertifikasi Kelayakan Pengolahan (SKP) perikanan membutuhkan waktu cukup lama, bahkan bisa sampai satu bulan. Hal ini sangat mengganggu, karena pengusaha tidak bisa ekspor.
Manajer PT Langkat Laut Timur Andi mengalami langsung bagaimana sulitnya mendapatkan SKP.
BACA JUGA: Realokasi Anggaran KKP Harus Menyasar Nelayan dan Pelaku Usaha Perikanan
Dia mengakui, pengajuan bisa melalui online. Tapi sistem ini tidak lantas memangkas waktu pembuatan SKP bisa jadi hanya dalam tiga hari.
Setelah mengajukan melalui online, petugas datang mengecek lokasi. Data yang didapat petugas dilokasi, dikirim ke Jakarta untuk diproses lebih lanjut.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Ruhut Meradang, Surat Komando FPI, Hanya Bu Risma dan Anies yang Waras
"Itu keterangan dari orang SKP. Jadi, prosesnya bolak balik. Kalau mereka bilang tiga hari, itu tidak mungkin. Yang saya alami bisa sampai satu bulan," kata Andi kepada wartawan, Sabtu, 27 Juni 2020.
Sebenarnya, dunia hanya mengakui sertifikat Hazard Analisys and Critical Control Point (HACCP) agar industri bisa mengirimkan produk. HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut.
BACA JUGA: Tiga Arahan Jokowi untuk Perkuat Sektor Pertanian dan Perikanan
Di Indonesia, industri harus mengantongi SKP dulu, sebelum mendapatkan HACCP. Selama SKP belum jadi, Andi mengatakan, perusahaannya tidak bisa kirim barang ke pasar luar negeri.
"Kalau dari pemerintah bilang tiga hari, diusahakan konsisten lah. SKP bisa jadi 10 hari saja kami sudah senang. Karena kalau satu bulan, selama itu otomatis kami tidak bisa ekspor. Tunggu selesai semua baru bisa ekspor," ujar Andi.
Saat ini, penerbitan SKP menjadi kewenangan Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan.
Sedangkan HACCP dikeluarkan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.
Andi berharap, pemerintah memikirkan masalah lamanya pengurusan sertifikasi. "Saya rasa kalau ada dua organisasi yang mengurus hal ini, ya pengaruh juga pada prosesnya," kata dia.
Pengakuan Andi sekaligus membantah keterangan Dirjen Penguatan Daya Saing Produk (PDSP) Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo yang menyebut durasi pengurusan SKP sudah dipangkas dari tujuh hari menjadi tiga hari.
Menurut Nilanto, Dirjen PDSP terus berinovasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan sesuai harapan pelaku usaha khususnya dengan penguatan sistem online.
Sedangkan Guru Besar Sekolah Bisnis IPB Syamsul Maarif mengatakan penyebab lamanya proses pembuatan SKP karena birokrasi yang terlalu panjang dan yang mengeluarkan adalah dinas daerah yang sifatnya hanya kordinatif.
"Kalau SKP yang menerbitkan BKIPM atau diintegrasikan dengan HACCP akan lebih cepat prosesnya," kata Syamsul.
Menurut Syamsul, kalau masalah ini tidak segera diselesaikan akan menghambat pergerakan produk perikanan domistik dan ekspor yang berakibat pada perlambatan pengembangan perikanan nasional.
Kalau proses pembuatan SKP terintegrasi dengan HACCP di BKIPM, dia yakin akan lebih cepat selesai.
"Artinya SKP yang sekarang dikerjakan PDS dan didelegasikan ke dinas daerah diserahkan saja ke BKIPM yang dapat dikerjakan UPT BKIPM di daerah, sehingga lebih efisien dan efektif serta mempercepat pelayanan," tegas Syamsul.
Belakangan muncul tagar #3HariSKP. Melalui tagar itu, netizen ragu pengurusan SKP bisa tiga hari. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia