Teri DPR: Kapolri Tidak Salah Sebut Nama Boy Rafli Kepala BNPT

Senin, 04 Mei 2020 – 02:55 WIB
Arteria Dahlan. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menyatakan tidak ada yang salah dengan penyebutan nama Irjen Boy Rafli Amar sebagai kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) oleh Kapolri Jenderal Idham Azis.

Politikus PDI Perjuangan yang karib disapa Teri itu menegaskan persoalan ini tidak perlu dipolemikkan.

“Penyebutan Irjen Pol Boy Rafli Amar oleh Kapolri Jenderal Idham Azis sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), saya pikir itu keputusan yang tepat, melembaga, dan tidak ada yang salah apalagi dipolemikkan,” kata Teri, Minggu (3/5) malam.

Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) menilai telegram rahasia (TR) Idham yang mengangkat Irjen Boy Rafli sebagai kepala BNPT telah melangkahi wewenang Presiden Joko Widodo. Menurut Neta, penunjukan lewat TR Kapolri nomor ST/1378/KEP/2020 tertanggal Jumat 1 Mei 2020 itu maladministrasi dan harus dicabut.

“Penunjukan Irjen Boy Rafli Amar sebagai kepala BNPT oleh TR Kapolri adalah sebuah malaadministrasi. TR Kapolri tentang penunjukan itu bisa dinilai sebagai tindakan melampaui wewenangnya dan hendak mem-fait accompli serta mengintervensi Presiden Jokowi. Untuk itu TR pengangkatan Boy Rafli sebagai Kepala BNPT itu harus segera dicabut dan dibatalkan," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/5).

Sementara, Teri mengaku sama sekali tidak melihat adanya permasalahan terkait penunjukan Irjen Boy oleh Jendral Idham sebagai kepala BNPT.

BACA JUGA: Soal Jabatan Boy Rafli, IPW Tuding Jenderal Idham Azis Melakukan Kesalahan Fatal

"Ingat lho Boy Rafli itu "Irjen Pol" dan masih polisi aktif sehingga demi hukum terbit kewenangan Kapolri," ujarnya.

Oleh karena itu, dia menilai penunjukan Boy yang juga mantan Kadiv Humas Polri, Kapolda Papua, dan Banten, itu tidak masalah.

Menurutnya, penunjukan kepala BNPT dalam proses mutasi di tubuh Polri sesuai dengan prosedur dan undang-undang in casu UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Saya juga meminta publik untuk mampu membedakan antara TR Kapolri dengan keppres  pengangkatan dan pemberhentian Kepala BNPT yang ditandatangani oleh presiden. Jangan dicampuradukkan," ungkap Teri.

Dia mengingatkan bahwa Idham merupakan perwira tinggi berpangkat jenderal bintang empat, dan sosok polisi yang pintar dan sudah khatam untuk urusan administrasi manajemen dalam tubuh Polri.

"Utamanya lagi dia itu pager hidupnya Pak Jokowi. Pastinya sendiko dawuh dan sangat loyal dengan Pak Jokowi. Beliau sadar betul posisi beliau sebagai Kapolri hanya mengusulkan tapi pengangkatannya merupakan kewenangan Presiden," katanya.

Jadi, Teri menegaskan tidak perlu khawatir, apalagi untuk pos bintang tiga Polri dari setelah selesai di Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti), maka hasilnya disampaikan kepada presiden dulu sebelum dibuatkan TR-nya.

Apalagi, lanjut Teri, kepala BNPT sebagaimana diamanatkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU, berada di bawah presiden langsung, maka secara atributif sudah sangat jelas positioning-nya.

"Artinya presidential approval sudah terlebih dahulu hadir sebelum Kapolri menerbitkan TR," ujarnya.

Menurut dia lagi, itu juga karena Boy Rafli merupakan anggota Polri aktif, sehingga demi hukum tidak ada masalah dengan TR mutasinya dan  Suhardi Alius, kepala BNPT saat ini.

"Karena mutasi itu memang kewenangan Kapolri karena baik Pak Boy Rafli maupun Pak Suhardi Alius adalah anggota Polri, sehingga mutasi dan pensiunnya diatur dengan TR Kapolri," jelas Teri.

Sekali lagi, Teri mohon supaya dibedakan antara TR yang dikeluarkan Kapolri dengan keppres pengangkatan dan pemberhentian kepala BNPT yang ditandatangani oleh presiden. "Yang terjadi saat ini adalah Kapolri menunjuk Boy Rafli sebagai kepala BNPT setelah mendapat persetujuan Presiden Joko Widodo," ujarnya.

Teri menambahkan lagi pula ini bukan barang baru, ada presedennya dan telah pula melembaga, sehingga tidak ada permasalahan hukum di sini.

Ia mencontohkan pertama, ketika Dirut Perum Bulog (Persero) Budi Waseso atau Buwas yang saat itu selaku kepala BNN memasuki masa pensiun dan digantikan oleh Komjen Pol Heru Winarko. Pergantian tersebut tetap melalui mekanisme  STR atau surat telegram rahasia.

BACA JUGA: Nasir Djamil Mengaku Heran Jika Menuduh Kapolri Jenderal Idham Azis Melangkahi Presiden

"Secara simultan dalam apek ketatanegaraan pengangkatan dan pemberhentian kepala BNN dilakukan melalui keppres," paparnya.

Kedua, lanjut Teri, apabila Presiden ingin memperpanjang penugasan Suhardi sebagai kepala BNPT, pasti akan ada perintah kepada Kapolri untuk membuat TR mutasi karena pensiun dan ditempatkan di BNPT.

"Sederhananya seperti TR mutasi pensiun Pak Budi Gunawan yang meski sudah pensiun tetapi tetap dipertahankan sebagai kepala BIN. Jadi clear ya, jelas ya, tidak perlu dipermasalahkan," pungkas Teri.(boy/jpnn) 

BACA JUGA: Tagihan Listrik Melonjak Saat Corona, Laode Ida: Ini Menimbulkan Beberapa Kecurigaan


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler