Terima Uang Pengusaha, Dadong Merasa Berdosa

Bantah Carikan Fee untuk Keperluan Menakertrans

Senin, 19 Maret 2012 – 17:47 WIB
Terdakwa perkara suap dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi, Dadong Irbarelawan, saat membacakan pledoi pribadi pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/3). Foto : Arundono W/JPNN

JAKARTA - Terdakwa perkara suap dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Kawasan Transmigrasi, Dadong Irbarelawan, meminta agar majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, memberinya keadilan. Di hadapan majelis hakim yamng diketuai Herdi Agusten, Dadong menyesali perbuatannya karena menerima uang Rp 1,5 miliar dari kuasa PT Alam Jaya Papua, Dharnawati.

"Saya menyesal karena saya dicap sebagai koruptor, saya merasa berdosa," ucap Dadong saat membacakan nota pembelaan pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/3) sore.

Dengan nada suara tertahan dan sesenggukan, Dadong mengeluhkan beban yang ditanggung keluarganya. Dadong ditangkap KPK pada 25 Agustus 2011 di Bandara Soekarno-Hatta, saat hendak mengantar anaknya menjalani tes masuk di Universitas Udayana, Bali pun berantakan.

"Anak saya gagal kuliah di Udayana, terpaksa kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung. Anak saya satunya, perempuan, kelas satu SMA, terus bertanya-tanya kapan ayahnya bebas," keluh Kabag Evaluasi, Program dan Pelaporan pada Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pembinaan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT) itu.

Dadong menegaskan bahwa dirinya hanya diperintah oleh orang lain, yakni I Nyoman Suisnaya, Sindu Malik Pribadi dan Ali Mudhori.  Nyoman selaku Sesditjen  P2KT adalah atasan Dadong. Sedangkan Sindu Malik adalah inisiator commitment fee dana PPID. Ada pun Ali Mudhori, dianggap Dadong sebagai orang yang bisa menentukan kariernya sebagai PNS di Kemenakertrans.

Dadong mengaku diperintah menagih commitment fee, karena Dharnawati selaku kuasa PT Alam Jaya Papua ternyata tidak terlihat bonafid untuk mengantongi proyek PPID senilai Rp 73 miliar di empat kabupaten di Papua dan Papua Barat. "Saya hanya dipaksa Sindu Malik, Nyoman Suisnaya dan Ali Mudhori untuk menagih commitment fee ke Bu Nana (Dharnawati)," ucapnya.

Sementara Tim Penasihat Hukum Dadong, Unggul Cahyaka, menilai dakwaan bahwa pejabat eselon III di Kemenakertrans itu menerima hadiah, jelas berlawanan dengan fakta. "Karena uang itu adalah commitment fee dana PPID untuk Sindu Malik Pribadi dan Ali Mudhori," ucap Unggul.

Tim penasihat hukum juga membantah jika Dadong menagih commitment fee untuk Menakertrans Abdul Muahimin Iskandar dan Dirjen P2KT, Djamaluddin Malik.  Sebab, kata Unggul, baik Muhaimin maupun Jamaluddin tidak ada kepentingan dengan uang yang diserahkan Dahramwati ke Dadong dan Nyoman.

"Hanya kesaksian Dharnawati saja yang menyebut uang tersebut untuk kepentingan Abdul Muhaimin Iskandar maupun Djamaluddin Malik. Tidak ada saksi lainnya yang memperkuat. Satu saksi bukanlah saksi," tandas Unggul.

Karenanya tim penasihat hukum meminta majelis agar membebaskan Dadong dari segala tuntutan. "Agar majelis membebaskan terdakwa dari segala tuntutan dan memulihkan nama baiknya," ucap Unggul.

Diberitakan sebelumnya, Dadong dituntut dengan hukuman lima tahun penjara. Dadong dan Nyoman didakwa menerima uang Rp 1,5 miliar dari Dharnawati. Uang itu diduga sebagai sogokan agar PT Alam Jaya Papua mengantongi proyek dari dana PPID di empat kabupaten di Papua dan Papua Barat.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri: Kelompok Denpasar Merampok untuk Danai Teror


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler