jpnn.com, JAKARTA - Sektetaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) M Nur Khabsyin kembali mengeluhkan jebloknya harga gula di tingkat petani gara-gara masuknya bahan pemanis impor. Masalahnya, kondisi ini terjadi di saat musim giling atau panen.
Menurut M Nur, saat ini harga gula petani mulai mengalami penurunan seiring dimulainya musim giling tebu pada akhir Mei dan awal Juni. Kejadian ini berlangsung serentak di pulau Jawa.
BACA JUGA: Sidak ke Pasar, Mendag Agus: Jika Ada yang Jual Gula Lebih Mahal, Segera Laporkan!
"APTRI menilai, tekanan harga ini salah satunya dipicu dengan masuknya gula impor secara bersamaan dengan musim giling tebu," kata M Nur kepada jpnn.com, Rabu (10/6).
Dia menjelaskan, di Pulau Jawa saat ini harga gula sudah menyentuh Rp 10.800 per kilogram di tingkat petani. Angka itu turun jauh dibanding akhir Ramadan yang masih laku terjual sekitar Rp 12.500 - 13.000 per kg.
BACA JUGA: Dirut SILO Grup Serahkan Bantuan 6 Ton Gula Pasir ke Markas Kopassus
"Saat ini petani kesulitan menjual gula karena para pedagang dan distributor sudah mempunyai stok dari gula impor. Kami minta kepada pemerintah agar mengintruksikan pada perusahaan yang memperoleh ijin impor untuk membeli gula petani," pintanya.
Impor gula yang terus berdatangan ditambah dengan mulai diproduksinya gula tebu lokal menurutnya akan membuat pasokan berlimpah. APTRI juga menilai penurunan harga gula pada musim giling kali ini jauh lebih cepat dari tahun-tahun sebelumnya.
BACA JUGA: Harga Bawang Merah dan Gula Masih Mahal, Jokowi : Ada yang Sengaja Mempermainkan Harga?
Padahal, kata Nur, musim giling tebu diperkirakan akan berlangsung dalam empat sampai lima bulan ke depan. "Harga di petani masih bisa turun terus bahkan sampai batas harga acuan pemerintah yang saat ini masih berlaku yakni Rp 9.100/kg," sambungnya.
Sebagai informasi, harga acuan gula di tingkat petani sesuai Permendag No 42 tahun 2016 yakni sebesar Rp 9.100 per kg. Sementara di tingkat konsumen Rp 12.500 per kg. Harga tersebut sudah berlaku kurun waktu empat tahun terakhir.
"Kami menilai, harga itu sudah tidak sesuai dengan kondisi riil biaya produksi gula dalam negeri karena komponen biaya produksi konsisten meningkat setiap tahun, termasuk inflasi juga tiap tahun naik," ucap Nur.
Sesuai perhitungan APTRI, biaya pokok produksi gula berdasarkah kajian lapangan sudah menyentuh Rp 12.772 per kg. Oleh karena itu, pihaknya kembali mendesak pemerintah untuk mulai memperhatikan petani tebu setelah kemarin disibukkan dengan stabilitasi harga di tingkat konsumen.
"Tolong pemerintah sekarang fokus untuk perlindungan petani dan terbitkan segera HPP gula petani. Kami sudah usulkan agar HPP gula tani dinaikkan menjadi Rp 14.000/kg. HPP itu dibutuhkan sebagai pengaman harga di tingkat petani dan sebagai pedoman untuk menghitung pendapatan petani," tandas M Nur. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam