jpnn.com, JAKARTA - Pendiri Whatravel M. Arif Rahman menilai telah terjadi perubahan tren wisata saat pandemi COVID-19.
Para wisatawan mulai beralih dari mass tourism, menjadi special interest tourism seperti staycation, voluntourism, virtual tourism, road trip dan wisata alam.
BACA JUGA: Perjuangan Mas Menteri Sandi Menyambangi Desa Wisata Nusa Aceh
“Wisata alam menjadi tren populer yang digemari masyarakat dalam kondisi new normal."
"Khususnya wisata alam yang berbasis petualangan seperti trekking, snorkeling, diving, hiking, dan sebagainya."
BACA JUGA: Kasus COVID-19 Melonjak di Eropa, di Indonesia Meningkat Pada 9 Wilayah
"Karena wisata alam bersifat outdoor, memberikan wisatawan keleluasaan lebih untuk menerapkan physical distancing.” ujar M Arif pada silaturahmi virtual yang digelar Komunitas Pegiat Mendaki Whatravel Trekking Community, Minggu (7/11).
Dia mencontohkan wisata curug atau trekking menuju air terjun, menjadi daya tarik tersendiri.
BACA JUGA: Sejumlah Tokoh dari Indonesia Timur Dorong Sosok ini Maju Pilpres 2024
Selain lokasi yang tidak begitu jauh dari Jakarta, masyarakat pun tidak perlu merogoh kocek yang dalam karena biayanya terjangkau dan sudah banyak pilihan agen travel dengan pendampingan guide yang andal, bisa disesuaikan dengan kebutuhan para traveler.
Dalam acara ini turut hadir Ketua Umum Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo.
Dalam pemaparannya Ariyo menyampaikan tentang konsep pengurangan bahaya (harm reduction) yang erat relevansinya dengan aktivitas jelajah alam bebas, maupun kegiatan sehari-hari.
“Pendekatan harm reduction dekat dengan kehidupan. Khususnya saat traveling, perlu mengurangi bahaya terhadap lingkungan, kualitas udara dan kenyamanan orang di sekeliling,” ucapnya.
Salah satu contoh, pengurangan bahaya terkait kebiasaan merokok.
Akibat dibakar, rokok menghasilkan asap mengandung tar yang berisiko terhadap kesehatan, mencemari udara dan lingkungan, bahkan dapat mengganggu orang lain di sekeliling traveler atau pendaki.
“Daripada merokok, penggunaan produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik, produk tembakau dipanaskan, itu bisa mengurangi bahaya mencemari lingkungan."
"Saat merokok, puntung rokok yang dibuang sembarangan dapat berisiko kebakaran. Di sisi lain, produk tembakau alternatif tidak dibakar sehingga tidak ada bara api serta tidak menghasilkan asap, melainkan uap,” katanya.
Inovasi dalam beberapa tahun terakhir telah berhasil mengembangkan produk tembakau alternatif, yang telah dibuktikan oleh riset ilmiah, memiliki risiko terhadap kesehatan jauh lebih rendah daripada rokok.
“Kenapa mengurangi risiko terhadap kesehatan, karena produk tembakau alternatif ini tidak dibakar."
"Misalnya, produk tembakau yang dipanaskan ini memanaskan tembakau, sehingga dapat mengurangi paparan zat bahaya hingga lebih dari 90 persen dibandingkan dengan rokok."
Maka, produk ini dapat menjadi opsi bagi perokok yang ingin terus mendapatkan nikotin, tetapi mau mengurangi bahaya bagi kesehatan dan lingkungan,” tuturnya.
Salah satu pembicara sekaligus anggota komunitas, Milly Shafiq, turut mengamini pemaparan Ariyo.
Milly menyampaikan bahwa harm reduction lewat produk tembakau alternatif bisa mengurangi bahaya pada rokok.
Milly menyayangkan masih banyak wisatawan perokok yang tidak mengindahkan kenyamanan pengunjung lain pada saat trekking.
Selain asapnya mengganggu pengunjung lain, bahaya bara api juga bisa menyebabkan kebakaran hutan, dan puntung yang dibuang sembarangan bisa mencemari lingkungan.
“Berwisata alam memang salah satu alternatif untuk menyegarkan pikiran yang suntuk akibat berdiam terus di rumah selama pandemi corona, tetapi jangan sampai mengabaikan risiko kesehatan yang mengancam termasuk paparan asap rokok," kata Milly.(gir/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang