Begitu 'lockdown' mendadak diumumkan di kota Zengzhou, Wang terjebak di apartemen milik seorang pria yang baru saja ia kenal lewat sebuah 'blind date' atau kencan buta.
Orang tuanya mengatur 'blind date' tersebut karena menganggap Wang, bukan nama aslinya, sudah cukup umur untuk memiliki pasangan, seperti yang ia ceritakan di akun WeChat miliknya.
BACA JUGA: Novak Djokovic Sudah Meninggalkan Australia Setelah Visanya Dibatalkan Dua Kali
Wang terbang dari Guangzhou ke Zhengzhou, ibu kota provinsi Henan, menjelang Tahun Baru Imlek untuk berkencan.
Wang mengatakan jika sang pria, "ingin memamerkan keterampilan memasak dan memutuskan untuk makan malam di tempatnya," katanya.
BACA JUGA: Produk China Tak Tergantikan, Amerika pun Tak Berdaya Membendungnya
"Tidak ada apa-apa ketika saya datang, tapi setelah makan malam, situasi COVID di Zhengzhou diumumkan menjadi memburuk."
"Lockdown sementara tiba-tiba diberlakukan di kompleks perumahan."
BACA JUGA: Hasil Bumi Aceh Ini Sudah Langka, tetapi China Sangat Menginginkannya
"Tinggal di apartemen dengan seseorang yang tidak saya kenal membuat saya merasa sangat canggung dan malu," katanya.
"Dia berbicara sangat sedikit, seperti membatu, tapi saya pikir semuanya baik-baik saja, saya cukup punya kemampuan untuk bisa bertahan."
Wang, yang lahir di tahun 1990-an, menambahkan bahwa pria yang dikencaninya bekerja setiap hari, tetapi tetap memasak untuknya.
Meski menurut Wang keterampilan memasak pria tersebut biasa saja, ia tetap mengakui usaha yang dilakukannya. Budaya kencan buta
Banyak orang tua di Tiongkok masih menjodohkan anak-anaknya yang belum menikah dengan mengaturnya lewat 'blind date'.
Beberapa bahkan menyiapkan semacam 'resume' atau biodata anak mereka untuk diberikan kepada orang tua lainnya.
Dr Pan Wang, seorang dosen senior dalam studi Tiongkok dan Asia di University of New South Wales, mengatakan semakin banyak warga di Tiongkok yang memasuki usia menikah tapi belum mau melakukannya.
"Banyak mereka yang lajang adalah generasi 1980-an dan 1990-an. Mereka lahir saat kebijakan satu anak diperkenalkan di Tiongkok di tahun 1979," katanya.
"Kebijakan satu anak menyebabkan rasio pria dan perempuan menjadi tidak seimbang."
Saat ini jumlah pria berusia 20-40 tahun jumlahnya 17,52 juta lebih banyak ketimbang perempuan.
Perbandingannya adalah 108,9 pria untuk setiap 100 perempuan, menurut data terbaru dari National Bureau of Statistics di Tiongkok.
Orang dewasa yang belum menikah di Tiongkok dikenal sebagai sebutan "shengnan" atau "pria yang tersisa" dan untuk perempuan istilahnya adalah "shengnv".
"Orang tua merasa mereka bertanggung jawab dalam membuat rencana hidup untuk anak-anak mereka, termasuk merencanakan pernikahan mereka," kata Dr Pan.
Para orang tua juga biasanya mencari tahu latar belakang keluarga, tingkat pendidikan, serta pekerjaan, untuk calon pasangan anak mereka.
Beberapa orang senang dengan kencan yang diatur orang tua mereka, tapi ada pula yang menyusun strategi supaya tidak dipaksa menikah, bahkan beberapa menyewa orang untuk kemudian diperkenalkan ke keluarganya.
Kembali ke cerita Wang, ia mengaku akan terus berjuang untuk menemukan cinta-nya.
Vlog Ms Wang soal 'lockdown' dan berada bersama teman kencannya telah menjadi viral di Tiongkok.
"COVID jadi mak comblang," kata seorang warga berkomentar soal pengalaman Wang.
"Saya berharap epidemi akan segera berakhir dan semua perempuan lajang akan segera menikah," ujarnya. Tiongkok tetap ingin nol kasus COVID
Hingga saat ini Tiongkok masih menjalankan kebijakan tanpa toleransi terhadap COVID-19 karena tidak ingin ada kasus sama sekali.
Tapi ini membuat jutaan warganya dikurung di rumah mereka sendiri, karena 'lockdown' yang diberlakukan dalam beberapa pekan terakhir.
Penduduk kota Xi'an, misalnya, mengalami 'lockdown' sejak 23 Desember, hingga mereka terpaksa melakukan barter untuk saling bertukar makanan dan kebutuhan pokok.
Selama 'Lockdown' mereka hanya boleh keluar ke rumah setiap dua hari sekali untuk membeli barang-barang pokok, tetapi aturan terus diperketat dan berlaku berbeda-beda di setiap kawasan tergantung tingkat keparahan penularan.
Artikel ini diproduksi Mariah Papadopoulos dari artikel dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Harian COVID-19 China Turun, tetapi Masih Banyak