Terlalu Tinggi Mimpi jadi Presiden

Selasa, 14 Agustus 2012 – 01:01 WIB
Sekjen Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas bersama wakilnya, Saan Mustopa saat acara Safari Ramadhan di Yogyakarta, Rabu (8/8) lalu. Foto : Humas Demokrat for JPNN

SEPINTAS, siapapun yang belum kenal dengan Edhie Baskoro Yudhoyono akan menganggapnya sebagai sosok yang pendiam dan irit bicara. Namun keakraban akan terasa saat pria yang tenar disapa dengan panggilan Ibas itu ngobrol santai.

Hampir tiga tahun ini, pria yang pada 24 November nanti menginjak usia 32 tahun itu itu memang sudah menyandang posisi penting. Posisi Ibas sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat sekaligus anggota DPR membuatnya harus rajin menyapa konstituen dan kader.

Selama 6-11 Agustus lalu, Ibas ikut dengan Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum melakukan Safari Ramadhan Jawa-Madura. "Ini adalah upaya kita menyapa dan bersilaturahmi dengan rakyat," katanya.

Namun sebagai putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ibas tak menampik bayang-bayang nama besar ayahnya. Kemana pun ia pergi, bayang-bayang SBY terus melekat pada diri anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, intelijen, Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika itu.

Bagaimana Ibas menjalani kehidupan politiknya? Apakah ia punya mimpi menjadi presiden? Sembari menikmati Mi Pele dan tiupan angin malam alun-alun utara Kraton Yogyakarta di sela-sela Safari Ramadhan Rabu malam (8/8) lalu, Ibas menjawab pertanyaan Arwan Manaungeng dari JPNN.

Sudah berapa kali ikut Safari Ramadhan?

Hampir setiap tahun Demokrat menggelar safari ramadan dan tahun ini kami pusatkan di Jawa dan Madura. Ini merupakan bentuk kontribusi dan komitmen kita semua di Demokrat, bagaimana menyapa secara langsung, bersilaturahmi dengan konstituen, masyarakat, mendengarkan aspirasi dan juga menyambung tali silaturahmi, tali rasa kepada seluruh masyarakat yang ada di Jawa dan Madura.

Ada pengalaman menarik Safari Ramadhan kali ini?

Beda-beda pengalaman. Ada juga di Jabar, Al Zaitun, pesantren tertutup, pesantren yang kami kunjungi. Dan sekarang ada di Yogyakarta. Selain mengunjungi pesantren, kita juga mengunjungi kader-kader Demokrat yang ada di daerah. Selain juga bertemu dengan tokoh di daerah. Di Yogya, ada Pak Sultan (Sri Sultan Hamnegku Buwono X). Kami juga (bertemu) dengan bupati setempat. Kita gunakan waktu ini secara langsung untuk bertemu dan menjalin komunikasi lebih dekat kepada mereka semuanya.

Ketika mengunjungi Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam, Narunggul, Tanjungpura Rajapolah,  Tasikmalaya, Jawa Barat, Anda paling yang dielukan santriwati. Sampai santriwati rela berjejer hanya untuk bersalaman. Anda merasakan seperti itu?

Ah kata siapa? (Ibas sambil tersenyum)

Apa tujuan Anda berkunjung ke Daerah?

Saya bersyukur kalau masyarakat dan kawan di daerah bisa mengenal dan bertatap muka secara langsung. Tidak untuk diri saya sendiri, tapi juga untuk semuanya. Kader Demokrat yang ada di Pusat dan Daerah. Ini merupakan bentuk kepercayaan dari masyarakat bahwa Demokrat masih eksis, masih bisa melakukan kegiatan positif, menyapa scara langsung dan juga cukup dekat dalam menyerap harapan dan aspirasi yang ada di Daerah.

Kalau misalnya melihat perjalanan kami semua, ini tentunya perjalanan yang sedikit. Dalam arti efektivitas waktu, memang justru padat dengan perjalanan. Ini momen yang bagus sekaligus untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat.

Ayah Anda seorang Presiden. Apakah itu berpengaruh dalam kehidupan politik Anda?

Kalau saya bilang tak berpengaruh tentu saya bohong. Saya harus akui semua itu masih melekat kepada diri saya sendiri. Di satu sisi orang memandang saya sebagai putra presiden, di sisi lain Sekjen (PD) sekaligus anggota DPR. Itu merupakan anugerah, tinggal bagaimana saya bisa meramu itu jadi satu kesatuan. Bisa menjadi profesional ketika menempatkan diri jadi Sekjen, sebagai anggota DPR dan orang melihat sebagai putra presiden.

Karir politik seperti apa yang diingikan?

Saya tak akan berpikir jauh ya. Kita harus melihat hari ini dan ke depan. Yang jelas, saya akan melakukan yang terbaik. Bagaimana saya akan belajar lagi, melakukan kegiatan-kegiatan yang diamanahkan partai, yang positif bagi masyarakat luas. Saya tak pernah menargetkan sesuatu ke depan akan menjadi seperti apa. Tapi seiring waktu berjalan saja, belajar menuntut ilmu dan berbuat sebanyak mungkin untuk masyarakat yang ada di sekitar.

Ada keinginan menjadi presiden?

Terlalu jauh saya berpikir seperti itu. Memiliki mimpi tentu harus mengukur diri sendiri. Dream (mimpi) tentu ingin jadi orang terbaik, hari ini, ke depan dan seterusnya. Tak pernah berobsesi lebih jauh, lebih panjang akan jadi seperti ini, seperti apa dan menjabat apa. Yang jelas, bagaimana kita mengiring waktu saja berbuat yang terbaik. Insya Allah kita akan diberikan jalan yang baik oleh Yang Maha Kuasa.

Tapi mimpi jadi presiden itu ada?

Tentunya bermimpi itu pasti yang bagus-bagus, tak ada yang tak baik.

Anda ingin mengukir sejarah seperti mantan George Walker Bush yang mengikuti jejak ayahnya George H. W. Bush sebagai Presiden di Amerika Serikat?

Saya tak akan bicara seperti itu. Yang jelas, sekali lagi saya katakan bahwa hari ini saya melakukan kegiatan sesuai kapasitas saya. Ke depan saya mencoba mengukir prestasi yang lain dan terus belajar beradaptasi, menempa ilmu sebanyak mungkin sekaligus membuat jaringan masyarakat yang lebih mapan.

Demokrat kini tengah dililit masalah isu korupsi. Apa yang Anda harapkan dari partai ini? 

Harapan saya secara pribadi, Demokrat panjang umur, berhasil, sukses, terus dicintai masyarakat, dapat dukungan publik, dan bisa berkontribusi kepada masyarakat. Itu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dimana juga Demokrat bisa berkomunikasi dengan partai lain dan mampu mensosialisasikan program kepada masyarakat luas. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Doa Ibu yang Membuat Saya Menang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler