jpnn.com - JAKARTA - Rencana pemerintah memungut dana ketahanan energi dari setiap liter bahan bakar minyak (BBM) yang dibeli rakyat sepertinya juga tidak melenggang mulus dalam pembahasan di parlemen.
Ketua Komisi VII DPR yang membidangi sektor energi Kardaya Warnika menilai, Pasal 30 UU No 30 Tahun 2007 tentang Eenrgi yang digunakan pemerintah sebagai payung hukum pungutan Dana Ketahanan Energi tidaklah tepat.
BACA JUGA: Mengapa Harus Rakyat Kecil yang Menanggung Dana Itu?
Sebab, untuk pungutan, harus diatur tersendiri dalam bentuk pajak atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP). ''Konsep pungutan pemerintah belum jelas,'' ujarnya.
Pasal 30 UU Energi mengatur tentang kegiatan penelitian dan pengembangan (research and development). Dalam ayat (2) disebutkan jika pendanaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), APB Daerah, dan dana swasta.
BACA JUGA: Harga Minyak Turun, Kenapa Rakyat Malah Dibebani Pungutan?
Adapun Pasal 30 Ayat (3) mengatur jika pengembangan dan pemanfaatan hasil penelitian tentang energi baru dan energi terbarukan dibiayai dari pendapatan negara yang berasal dari energi tak terbarukan.
Menurut mantan Kepala BP Migas yang kini menjadi politikus Partai Gerindra tersebut, pemerintah harus membuat landasan hukum yang kuat sebelum melakukan pungutan. Apalagi, pungutan itu berkaitan langsung dengan BBM yang dikonsumsi masyarakat.
BACA JUGA: Cuaca Kurang Bersahabat, Waspadalah di Ketapang-Gilimanuk
Rencana pemerintah untuk menerbitkan peraturan presiden atau peraturan menteri sebagai landasan hukum, dinilainya tidak kuat. ''Karena ini menyangkut uang rakyat yang jumlahnya besar, jadi harus undang-undang,'' katanya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said mengakui jika Dana Ketahanan Energi masih akan dibuatkan payung hukum dalam bentuk peraturan presiden atau peraturan menteri. Dia juga mengakui mekanisme penganggarannya pun belum ada. ''Yang jelas, secara prinsip sudah disetujui,'' ujarnya Rabu malam lalu.
Saat ditanya apakah Dana Ketahanan Energi akan masuk dalam APBN, Sudirman menyebut jika pihaknya akan menjelaskan kepada DPR bahwa selain dana reguler, Kementerian ESDM juga akan mengelola dana yang dikelola langsung. ''Nanti akan kita jelaskan penggunaannya untuk apa saja,'' katanya.
Sudirman mengklaim, rencana pemungutan Dana Ketahanan Energi sudah dibahas di level pemerintah dan parlemen berulang-ulang. Tapi, hingga saat ini belum pernah direalisasikan. Padahal, sudah diatur pula dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN). ''Karena itu, tidak hanya konsep, harus direalisasikan,'' ucapnya.
Terkait penggunaan Dana Ketahanan Energi, Sudirman menyebut diantaranya untuk membangun infrastruktur energi terbarukan, membiayai riset penelitian dan pengembangan energi terbarukan, termasuk mesubsidi tarif listrik dari energi terbarukan yang saat ini harganya belum kompetitif.
''Bisa juga untuk pengembangan infrastuktur energi di wilayah (Indonesia) timur yang masih kurang,'' ujarnya.
Kementerian ESDM mengestimasi Dana Ketahanan Energi yang bisa dikumpulkan per tahun berkisar Rp 15 triliun. Itu berasal dari pungutan Rp 300 per liter untuk solar yang konsumsinya tahun depan diperkirakan 16 juta kiloliter, serta Rp 200 per liter untuk premium dan bahan bakar tertentu lainnya yang konsumsinya diperkirakan 51 juta kiloliter.
Berdasar proyeksi Pertamina, total konsumsi BBM tahun 2015 ini diperkirakan mencapai 65,8 juta kiloliter. Namun, seiring perlambatan ekonomi hingga akhir tahun ini, proyeksi tersebut diturunkan menjadi kisaran 62,5 juta kiloliter.
Dengan pertumbuhan ekonomi 2016 yang diproyeksi lebih tinggi dibanding tahun ini, maka total konsumsi BBM 2016 diperkirakan sekitar 67 juta kiloliter. (wir/owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Waduh, Akses ke Bandara Sentani Diblokir Warga
Redaktur : Tim Redaksi