Ancaman teror bom tersebut terjadi tidak jauh dari lokasi acara munas, tepatnya di Rumah Sakit Hasna Medika Jalan Ki Ageng Tapa, No 08, Desa Palimanan Timur, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Rabu (12/9).
Keterangan yang berhasil dihimpun Radar Cirebon (Grup JPNN) di lokasi kejadian menyebutkan, pagi itu sekitar pukul 10.00 WIB bagian administrasi RS Hasna Medika menerima telepon ke nomor Fax (0231) 342224 dari penelepon gelap bersuarakan pria. Kemudian, telepon tersebut diterima oleh Desi, Indah, dan Ica, karyawan bagian administrasi. Kemudian, si penelepon gelap tersebut mengaku telah memasang bom di tempat tertentu di rumah sakit tersebut dan akan meledakkannya.
Karena takut, ketiga karyawan itu, melaporkannya ke Siska yang juga pimpinan mereka. Mendapat informasi dari anak buahnya, Siska pun langsung melaporkannya ke polisi. Petugas kepolisian dari Polres Cirebon dan Polsek Gempol yang menerima laporan, langsung tiba di lokasi dan mengamankan TKP. Selanjutnya, tim penjinak bom (Jibom) dari Detasemen C Brimob Polda Jawa Barat tiba di lokasi beberapa menit kemudian setelah menerima laporan.
Dengan menggunakan metal detektor, tim penjinak bom Brimob Detasemen C Polda Jawa Barat di bawah pimpinan Kaden C Brimob Polda Jawa Barat AKBP H Umar Sumardi langsung melakukan penyisiran di setiap ruangan dan sudut-sudut rumah sakit tersebut, untuk mencari barang yang dicurigai bom. Setelah sekitar tiga jam dilakukan sterilisasi dan penyisiran, tim penjinak bom tidak menemukan bom atau benda-benda berbahaya lainnya.
“Saat ada ancaman teror, situasi rumah sakit sedang sepi pasien dan sejumlah dokter serta pimpinan RS Hasna Medika sedang tidak ada di tempat. Setahu saya, ancaman telepon itu diterima sekitar jam 10-an,” kata M Mukmin petugas Satpam RS Hasna Medika kepada Radar, kemarin (12/9).
Kapolres Cirebon AKBP H Hero Herianto Bachtiar SIK MSi saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya masih menyelidiki kasus teror tersebut. “Belum diketahui motif maupun siapa peneleponnya. Kami masih menyelidiki kasus ini dengan akan melacak nomor telepon peneror,” katanya.
Saat ditanya apakah teror bom tersebut ada kaitannya dengan rencana kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Ponpes Kempek, lebih lanjut Hero mengatakan, pihaknya masih mendalaminya. “Yang jelas, si peneror ini hanya ingin memberikan kegelisahan dan kepanikan kepada mereka yang ada di dalam rumah sakit. Soal kaitannya dengan rencana kunjungan presiden, masih kami selidiki dan dalami lebih lanjut,” ungkapnya.
Sementara itu, pengamanan ditingkatkan menjelang kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Cirebon. Aparat keamanan gabungan terdiri dari Polri dan TNI, terus berjaga-jaga di sejumlah lokasi termasuk di jalur pantura Jl Raya Kedawung, Kabupaten Cirebon.
Seperti pantauan Radar, Rabu sore (12/9), kepolisian menggelar razia kendaraan yang melintas di jalur pantura Jl Raya Kedawung, Kabupaten Cirebon. Razia dipimpin langsung Kapolsek Weru Kompol H Suyono dengan melibatkan puluhan personil gabungan Polres Cirebon dan Kodim 0620 Kabupaten Cirebon.
Adapun sasaran dari razia itu, semua mobil boks dan kendaraan pribadi berpelat nomor luar kota. Petugas memeriksa kartu tanda penduduk serta memeriksa barang bawaan yang dibawa penumpang. Selain mempersempit ruang gerak jaringan teroris, razia ini juga dimaksudkan mengantisipasi masuknya benda-benda berbahaya seperti bahan peledak, senjata api, senjata tajam dan narkoba ke Kabupaten Cirebon.
Kapolres Cirebon AKBP H Hero Henrianto Bachtiar SIK MSi melalui Kapolsek Weru Kompol H Suyono yang memimpin razia mengatakan, razia dan sweeping kendaraan akan rutin dilakukan aparat gabungan di Kabupaten Cirebon. “Kegiatan ini sebagai langkah antisipasi dan mempersempit pergerakan jaringan teroris masuk melalui jalur pantura Kabupaten Cirebon. Selain itu juga, sebagai bentuk pengamanan rencana kedatangan Presiden SBY ke Ponpes Kempek. Kegiatan ini akan terus dilakukan setiap hari,” ungkap Suyono.
Polisi Siaga Satu
Ancaman dari kelompok teroris yang bisa datang kapan saja dan di mana saja, menjadi perhatian utama pihak kepolisian, tak terkecuali Polres Kuningan. Selain mengetatkan pemeriksaan terhadap semua pengunjung yang datang ke mapolres, seluruh anggota juga diminta waspada. Kepolisian sepertinya tak ingin kecolongan kejadian penembakan polisi di Solo, Jawa Tengah, juga terjadi di Kuningan. Instruksi dari Kapolri Jenderal Timur Pradopo agar kepolisian meningkatkan kewaspadaan dan mengetatkan pengawasan, menjadi prioritas utama yang dijalankan petugas.
Kapolres Kuningan, AKBP Wahyu Bintono HB SIK MH mengatakan, meski selama ini belum ditemukan sesuatu yang mencurigakan, pihaknya tetap waspada dan ekstrateliti. Bekerja sama dengan TNI, kepolisian makin intensif melakukan pengawasan. Orang asing yang tidak dikenal dan masuk ke wilayah hukum Polres Kuningan, menjadi fokus perhatian.
Untuk itu pihaknya meminta agar pemerintah desa juga cepat tanggap dengan melaporkan ke polisi terdekat jika menemukan adanya orang yang mencurigakan di wilayahnya. “Polsek sudah dikumpulkan semua. Mereka kita tebar di setiap titik lintasan untuk mempersempit ruang gerak teroris. Pembagian zona juga untuk memudahkan pengawasan. Kami juga akan terus melakukan razia, terutama di malam hari. Lokasi razia tidak tentu dan serempak di berbagai wilayah di Kabupaten Kuningan. Dalam razia juga, kami melibatkan TNI serta Den POM,” tegas kapolres kepada Radar, kemarin.
Polisi juga tidak sendiri dalam upaya mengantisipasi masuknya jaringan teroris. Pihaknya menggandeng masyarakat untuk bisa ikut serta membantu kinerja aparat dalam memburu teroris. Minimal masyarakat bisa melaporkan kegiatan-kegiatan mencurigakan di lingkungannya atau lebih teliti dengan tamu. Dia juga telah menginstruksikan kepada anggota agar ikut mewaspadai kontrakan rumah atau tempat kos-kosan. “Kami ikut berbaur dengan masyarakat, baik siang maupun malam. Kita tumbuhkan semangat Siskamling masyarakat di malam hari,” katanya.
Kapolres tidak ingin kondusivitas Kuningan terganggu oleh bahaya terorisme. Baik terorisme maupun provokator yang mengancam kondusivitas akan dihadapinya secara tegas. Pihaknya juga mulai aktif mengawasi tapal batas dengan daerah lain.
“Kami belum mendapat instruksi dari atasan untuk melakukan pengawasan lebih atau menempatkan orang di lokasi yang dicurigai. Sifatnya hanya pengamanan biasa. Namun beberapa lokasi yang menjadi pengawasan, tetap menjadi prioritas. Misalnya tapal batas dan desa-desa yang kemungkinan menjadi tempat persembunyian teroris. Kami juga menjalin kerja sama dengan aparat desa untuk mendeteksi orang yang tidak dikenal,” kata sumber Radar di internal keamanan yang kerap melakukan pengawasan di lapangan.
Menurut dia, jaringan teroris tetap menjadi fokus perhatian. Terutama para tersangka yang sudah bebas dari masa hukuman. “Sepengetahuan kami, mereka (yang telah bebas menjalani masa hukuman terkait teroris, red) akan kembali ke habitatnya. Artinya, mereka akan menjalin kontak kembali dengan rekannya. Itu yang kami waspadai. Bukan tak mungkin, Kuningan akan menjadi lokasi persembunyian atau transit mereka,” paparnya.
Bukan hanya pemerintah desa yang harus waspadai setiap orang asing yang masuk, namun juga kalangan pengelola hotel, terutama kelas melati harus lebih teliti jika ada orang yang mencurigakan mau menginap. Sebab sudah menjadi rahasia umum jika banyak pengelola hotel kelas melati yang tidak menerapkan aturan ketat. Misalnya setiap pengunjung hotel yang mau menginap, menyerahkan identitas atau kartu tanda pengenal.
“Saya melihat banyak pengelola hotel kelas melati atau penginapan yang kurang peduli terhadap calon tamunya. Mereka kadang tidak memeriksa atau meminta identitas tamu. Asalkan sudah membayar sewa kamar, tamu pun bisa langsung masuk. Ini juga harus dibenahi supaya kalau ada kejadian yang melibatkan orang yang dicurigai, identitasnya juga diketahui. Perlu peran aktif dari pengelola hotel kelas melati dan penginapan,” papar dia.
Lalu dia mencontohkan kasus pemboman Hotel JW Marriot dan Rizt Carlton di kawasan Mega Kuningan, Jakarta tiga tahun silam. Ternyata diketahui jika rencana peledakan di kedua hotel besar itu malah dilakukan di kamar hotel kelas melati di kawasan Panawuan.
“Itu menjadi bukti jika jaringan teroris memanfaatkan kelemahan pengawasan pengelola hotel kelas melati. Ini jangan sampai terulang. Pemkab juga harus memberikan instruksi ke pengelola hotel agar ikut melakukan pengawasan yang ketat terhadap tamunya. Minimal mendata tamunya sesuai kartu tanda penduduk yang dipegangnya,” tukasnya. (rdh/ags)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kalah di MK, Kaltim Berharap Ditolong DPR
Redaktur : Tim Redaksi