Terpidana Teroris Bisa Jalan-Jalan ke Jakarta

Kamis, 21 Juni 2012 – 07:12 WIB

JAKARTA---Ini cara paling mudah bagi terpidana teroris untuk jalan-jalan keluar penjara. Menulis buku kemudian menawarkannya pada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Terpidana kasus terorisme perampokan Bank CIMB Niaga Medan Khairul Ghazali  sudah membuktikannya.

Khairul yang Agustus 2011 divonis penjara lima tahun bisa dengan santai meluncurkan bukunya di Hotel Borobudur, Jakarta kemarin (20/06). Dia dibawa dan diinapkan Densus 88 sejak Rabu lalu dan baru akan dipulangkan hari ini ke Medan.

Khairul tampil tidak dengan baju narapidana, tapi dengan baju muslim lengan panjang dan dilengkapi kopiah hitam. "Saya berterima kasih pada BNPT yang sudah banyak membantu saya dan keluarga," katanya di depan peserta peluncuran novelnya berjudul "Kabut Jihad".

Acara itu juga dihadiri oleh para mantan narapidana kasus terorisme dan para mujahidin Afghan (alumni perang Afghanistan, red). Diantaranya, Abu Rusdan alias Thoriqudin, Nasir Abbas, Syawal Yasin, Farihin dan beberapa orang lainnya.

Uniknya, kelompok Jamaah Ansharut Tauhid yang selama ini menentang BNPT juga datang.Dua tokoh JAT yakni Sonhadi dan Akhwan menjadi pembahas buku. Mereka sudah ditetapkan PBB dan Amerika Serikat sebagai teroris yang berafiliasi dengan Al Qaeda.

Khairul mengaku menulis buku novel 370 halaman itu hanya dalam waktu dua minggu saja. "Saya kadang menulisnya pagi hari, kadang malam sebelum tidur," katanya. Khairul menyelesaikannya di tahanan Tanjung Gusta, Medan.

September 2010, saat awal-awal dia tertangkap, istrinya mengaku suaminya disiksa. Bahkan saat itu, Khairul mengaku sedang salat berjamaah saat Densus datang dan menembak dua makmumnya sekaligus meringkusnya. Namun, saat dikonfirmasi lagi kemarin, sikap Khairul berubah 180 derajat. "Tidak ada penyiksaan. Saat itu saya juga belum salat, baru iqomah," katanya.

Selama di penjara pun, lanjutnya, petugas memperlakukannya dengan baik. "Kalau teman-teman narapidana teroris yang lain ingin seperti saya ya menulis buku dong, nanti akan difasilitasi," katanya.

Tak pelak, buku Khairul mendapat kritik dari kalangan alumni Afghanistan. Abu Rusdan menyebut buku itu melecehkan makna jihad. "Ini slengekan (bercanda, red) tapi digunakan untuk kampanye deradikalisasi yang amat serius konsekuensinya," kata lelaki yang pernah berguru langsung pada Dr Abdullah Azzam di perbukitan Saddar Pachinar Afghanistan (1987) ini.

Jihad, kata Abu Rusdan, tidak bisa dibahas dengan canda dan senda gurau. "Kita ini merdeka karena jihad. Bung Tomo dulu dengan lafal takbirnya mengobarkan semangat jihad arek-arek Suroboyo hingga Belanda kalah," katanya.

Akhwan dari JAT lebih keras lagi kritiknya. "Tulisan Khairul Ghazali ini mengobarkan kebencian. Lihat saja halaman 169 yang isinya menggambarkan ustad Abu Bakar Baasyir sebagai sosok jahat sekali. Astaghfirullah ini buku fitnah," katanya.

Menurut ustad asal Malang ini, Abu Bakar Ba"asyir tak pernah setuju dengan aksi-aksi terorisme. "Bahkan dia sudah dicap ulama su" (buruk) oleh si Syarif yang meledakkan diri di Cirebon karena tak memberi restu untuk tindaakan-tindakan kekerasan," katanya.

Sonhadi menambahkan, buku Ghazali mengindikasikan lemahnya mental karena hidup dalam tekanan. "Banyak ikhwan -ikhwan lain yang dipenjara lebih lama, penuh siksaan tapi tidak menyerah dan galau seperti Khairul," katanya.

Fasilitas istimewa yang diberikan pada Khairul juga dikritik Sonhadi. "Ini sangat kontras dengan apa yang dialami oleh ustadz Abu Bakar Ba"asyir. Untuk ibadah shalat Idul Fitri atau Idul Adha di lapangan luar penjara saja tidak diizinkan. Padahal, bukankah menurut UUD 45 pasal 29 negara menjamin kebebasan beribadah?" katanya.

Saat diberi kesempatan menjawab, Khairul menyebut bukunya hanya fiksi. "Kalaupun ada tokoh-tokoh yang mirip ya itu karena pengalaman saya bergaul dengan mereka sejak tahun 1985," katanya.

Kepala BNPT Ansyad Mbai memuji habis-habisan Khairul Ghazali. Mantan Kapolda Sumatera Utara itu menjadikan Khairul Ghazali sebagai contoh teladan deradikalisasi dan menyerukan agar para "teroris" membentuk partai politik sebagai wadah yang dilegalkan  pemerintah. "Salah satu cara sekarang sudah dimulai oleh ustadz Khairul Ghazali ini, dialog. Bila perlu bikin parpol, ikut Pemilu, kalau menang berarti itu yang disepakati, silahkan, itu demokrasi. Saya kira pemerintah memberi kesempatan, fasilitas yang sama semua," ungkapnya.

Dalam catatan Jawa Pos, Khairul Ghazali alias Abu Yasin, merupakan salah satu tersangka kasus perampokan CIMB Niaga Medan yang ditangkap tim Detasemen Khusus (Densus) Polri pada 19 September 2010 di Tanjung Balai, Sumut.

Ia kemudian dijerat dengan pasal 13 UU no 15 tahun 2003 tentang perubahan Perpu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Kamis (4/8/2011) Ghazali dijatuhi vonis 5 tahun penjara. Vonis yang lebih ringan dibandingkan teman-temannya yang lain. Sejak menjadi tersangka kasus terorisme "sebelum vonis- Ghazali bisa dengan mudah keluar masuk hotel untuk membedah buku yang ditulisnya.

Tercatat buku yang ia tulis berjudul "Aksi Perampokan Bukan Fa"i" pernah dibedah pada Ahad (10/7/2011) di Hotel Madani, Jl. Sisingamangaraja, Medan . Berikutnya "Mereka Bukan Thaghut" (MBT), terpidana teroris ini didatangkan dari Medan dan dikawal dengan kendaraan lapis baja untuk membedah bukunya di hotel Sahid, pada Sabtu (17/12/2011).  Novel Kabut Jihad ini juga diterbitkan atas bantuan  dan biaya BNPT. (rdl/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Uang untuk Sogokan Dipotong Rekan Sendiri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler