Tersandung Dana Insentif, Kepala Dinas Kesehatan Banyumas Jadi Tersangka

Rabu, 22 Juli 2015 – 21:32 WIB

jpnn.com - PURWOKERTO - Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto Masyrobi resmi menetapkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, dr Istanto MKes, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. 

"Dia menjadi tersangka dalam kasus peyimpangan dana insentif dan retribusi dari seluruh puskesmas yang ada di wilayah Banyumas. Penetapan tersangka terhadap Istanto sudah sejak 8 Juli 2015 lalu," jelas Masyroby, Rabu (22/7).

BACA JUGA: Alamak, Hari Pertama Kerja, 200 PNS Pemko Batam Bolos

Dia menyebutkan, dalam kasus tersebut Istanto yang juga mantan direktur RSUD Banyumas tersebut dinilai telah memanfaatkan dana insentif untuk kepentingan pribadi.

Padahal, dana tersebut sebenarnya merupakan hak dari para karyawan Puskesmas dan UPT (Unit Pelaksana Teknis)  bidang kesehatan lain yang di Kabupaten Banyumas.

BACA JUGA: Apel di Hari Pertama Kerja, Banyak yang Ngobrol, Main HP dan Tiba-tiba Pingsan

"Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bupati Banyumas telah mengeluarkan ketentuan mengenai penyaluran dana insentif bagi UPT Puskesmas dan layanan kesehatan lain, yang menyebutkan bahwa insentif tersebut merupakan hak karyawan UPT. Namun oleh Kepala Dinas Kesehatan, dana tersebut tidak diberikan pada yang berhak," jelasnya.

Bahkan untuk pengelolaan dana insentif tersebut, Istanto mengeluarkan Surat Keputusan sendiri yang isinya bertentangan dengan ketentuan Bupati. Berdasarkan SK Kepala Dinas Kesehatan Bernomor 050/30/SK/VI/2014, tersangka membagi-bagi dana insentif yang seluruhnya berjumlah Rp 574 juta. Antara lain, sebesar Rp 80 juta bagi dirinya sendiri selama dua kali triwulan, sedangkan sisanya dibagi-bagian pada pejabat dan seluruh pegawai di kantor Dinas Kesehatan.

BACA JUGA: Petugas Gelar Olah TKP di Air Terjun Sedudo

"Seluruh dana yang dibagi-bagi tersebut, seluruhnya sudah dikembalikan. Namun pengembalian dana tersebut tidak menghilangkan tindak pidananya. Kasusnya tetap kami proses, dan dana pengembalian tersebut kami sita sebagai barang bukti," jelasnya.

Masyroby juga menyebutkan, sebelum dilakukan penetapan tersangka, pihaknya telah melakukan ekspose perkara yang kemudian diputuskan jika kasus ini memenuhi persyaratan untuk ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan. Bersamaan dengan itu, Istanto juga ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan penyelidikan kasusnya dimulai sejak Mei 2015.

Soal kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus ini, Kajari menyatakan, sejauh ini hanya Istanto yang menjadi tersangka kasus tersebut. Namun dalam pemeriksaan 20 orang saksi yang dilakukan sebelumnya, seluruhnya menyatakan bahwa surat keputusan kepala dinas yang mengatur soal pembagian dana insentif tersebut, dibuat atas prakarsa tersangka.

"Yang bersangkutan kemungkinan menjadi tersangka tunggal. Selain karena inisiatif datang dari tersangka, pegawai lain yang menerima dana insentif tersebut, mengaku hanya menerima uang tersebut tanpa mengetahui darimana asalnya. Demikian juga, sekretaris dinas mengaku hanya sekadar mendapat perintah untuk mengetik SK tanpa diajak diskusi mengenai materi SK," jelasnya.

Terkait hal itu, Kajari menyebut, tersangka dijerat dengan Pasal 8 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 4 ayat 1 KUHP. Berdarakan UU tersebut, tersangka diancam dengan hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 15 tahun serta denda minimal Rp 150 juta dan maksimal Rp 750 juta.

Dari informasi yang diterima, SK dari Kepala Dinas Kesehatan Banyumas yang menyimpang dari ketentuan, berawal setelah puskesmas di Kabupaten Banyumas yang seluruhnya berjumlah 39 puskesmas, ditambah UPT Balai Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan Paru Masyarakat, Balai Kesehatan Masyarakat Ibu dan Anak, serta Laboratorium Kesehatan Masyarakat, berubah status sebagai BLUD.

Sesuai ketentuan pemerintah mengenai BLUD, maka perubahan status sebagai BLUD disertai dengan pemberian wewenang yang lebih besar pada unit BLUD. Antara lain, dalam mengelola keuangan yang diantaranya berasal dari klaim dana BPJS Kesehatan. Dana yang berasal dari BPJS tersebut, antara lain diberikan sebagai insentif jasa pelayanan medis yang diberikan pada karyawan puskesmas atau UPT pada pasiennya.

Yang menjadi persoalan, perubahan status puskesmas dan UPT sebagai BLUD tersebut, tidak memberi manfaat materi bagi para pegawai yang bekerja di kantor Dinas Kesehatan. Berdasarkan hal itulah, Kepala Dinas Kesehatan kemudian mengeluarkan SK yang intinya mengambil sebagian dana insentif bagi puskesmas dan UPT untuk dibagi-bagikan pada karyawan di kantor dinas.

Sementara ditanya mengenai penahanan, dirinya belum bisa memastikan kapan Istanto akan ditahan. "Akan ada pemeriksaan lanjutan. Soal penahanan nanti saja," pungkasnya. (ali/ray)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mbah Warsito Tewas Tersambar Argo Lawu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler