Desakan tersebut dikemukakan Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FH UI) Chooky Risda Ramadhan, Rabu (10/10). "Jaksa yang tertangkap tangan (memeras) layak diberhentikan, jangan sampai hanya sanksi kode etik dari JAM Was (JAM Pengawasan)," kata Chooky saat dihubungi.
Pemecatan, tambah dia, bisa langsung dilakukan mengacu Pasal 7 juncto Pasal 5 huruf e PP No 20 tahun 2008, tentang tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian dengan tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara, serta hak jabatan fungsional jaksa yang terkena pemberhentian.
Kejagung dalam hal ini JAM Pidana Khusus (JAM Pidsus), tambah Chooky, diminta untuk terus mengungkap pemerasan senilai Rp 50 juta dari total Rp2,5 miliar yang diminta para pelaku dari PT BIM itu. Bila sudah dipecat, perkaranya tinggal disidangkan.
Menurut Chooky, pemeriksaan internal (oleh JAM Was) tak perlu lama sebab para tersangka tertangkap tangan. "Setelah diberhentikan tidak dengan hormat, pidananya juga harus diproses sampai tuntas," tegasnya.
Seperti diberitakan jaksa yang diduga terlibat pemerasan adalah Andri Fernando Pasaribu (AFP) dan Arif (A), serta pegawai tata usaha Sutarna (S). Nama lain adalah Dedi Prihartono, penggangguran yang sempat mengaku sebagai jaksa saat ditangkap inspektur JAM Was pada Senin (8/10). Dari penangkapan Dedi inilah terungkap bahwa ada 3 pegwai Kejagung yang terlibat.(pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Iri dengan Angie, Neneng Ancam Mogok Makan
Redaktur : Tim Redaksi