jpnn.com - POSO – Kerja Tim Alfa 29 Raider Kostrad TNI yang menembak mati Santoso dan Mukhtar memang layak diacungi jempol.
Semua itu tidak akan mampu dilakukan tanpa kerjasama dan kerja keras 63 tim yang dengan disiplin menjalankan strategi Satgas Operasi Tinombala 2016. 63 tim tersebut terbagi menjadi tim pengejar dan penyekat.
BACA JUGA: Umi Delima Dikira Hamil Muda, Ternyata...
Pantauan Jawa Pos, memang kondisi Bukti Biru dan Tambarana begitu ekstrim. Bukit itu bergelombang dengan pepohonan yang begitu lebat hingga pantas disebut hutan. Bebatuan besar tercecer di mana-mana dengan tingkat kecuraman tebing yang tidak ramah dengan manusia.
Di bukit-bukti itu tampak ada beberapa garis yang dipastikan merupakan jalan untuk para penebang kayu. Namun, jalanan itu bercabang, tidak hanya satu namun banyak dan mengarah ke jalur yang berbeda. Tanpa GPS dan cuaca cerah, dapat dipastikan orang mudah untuk hilang di hutan.
BACA JUGA: Giliran Dokter RS Santa Elizabeth Yang Dilaporkan
Komandan Satgas Operasi Tinombala 2016 Kombespol Leo Bona Lubis menuturkan, Senin (18/juli) saat Santoso tewas ditembak tim Alfa 29, ada 63 tim yang diterjunkan untuk mengejar Santoso dan kelompoknya. ”Enam puluh tiga tim ini merupakan semuanya, bernama tim Alfa, Bravo, Charlie dan Delta,” tuturnya.
Mereka, 63 tim tersebut, menyebar di Bukit Tambarana dengan luas 2.400 km persegi. Bukit Tambarana memiliki ketinggian 1.2000 meter dari permukaan laut. Mereka diplot untuk menjadi tim pengejar dan penyekat.
BACA JUGA: Pemuda Katolik: Jokowi Tak Banyak Janji tapi Kerja dan Kerja Terus
Awalnya, ditemukan banyak jejak kaki di sekitar Tambarana. Jejak kaki itu diprediksi merupakan kelompok Santoso. ”Tim pengejar lalu terus mendekati posisi pemilik jejak kaki itu,” ujarnya.
Dari kejauhan diketahuilah bahwa mereka benar-benar kelompok Santoso. Namun, belum diketahui apakah Santoso juga di sana. ”Saat dikejar sudah terkonfirm bahwa jumlahnya lima orang,” paparnya ditemui di pos Polisi Air dan Udara Tokorondo Subsektor 2 Poso Pesisir.
Tembak menembak berulang kali terjadi. Namun, Santoso cs bisa berkelit dan melarikan diri. Tim Pengejar lain diplot untuk mengarahkan kelompok Santoso ke titik tim penyekat.
”Begitu melihat tim pengejar lain, benar mereka (Santoso cs.red) melambung ke titik yang diinginkan,” tuturnya.
Sayangnya, seorang tim pengejar harus terjatuh dan luka berat. Tangannya lepas dalam kontak tembak untuk mengarahkan Santoso cs. ”Dia sekarang sedang dirawat di rumah sakit,” papar Polisi yang juga menjabat Wakapolda Polda Sulawesi Tengah tersebut.
Tapi semua itu tidak menjadi halangan. Tim pengejar tetap berupaya target tercapai. Nah, tim penyekat yang merupakan tim Afla 28 sudah menunggu di titik tersebut. ”Mereka sudah berhari-hari di sana,” paparnya.
Saat itulah, tim pengejar dikendorkan penguntitannya. Sehingga, Santoso cs sudah merasa aman dan beristirahat. Mereka berada di sekitar sungai di Tambarana. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mandi.
”Saat itulah, sesuai komando Satgas Tinombala, maka mereka coba untuk dilumpuhkan. Terjadilah satu kali kontak tembak,” ujarnya.
Yang akhirnya, diketahui dua anggota Santoso cs meninggal dunia. Belakangan baru diketahui, keduanya merupakan Santoso dan Mukhtar. ”Sekarang kedua jenazah telah dikuburkan oleh keluarga masing-masing,” paparnya ditemui Sabtu lalu (23/7).
Karena itulah semua keberhasilan ini merupakan hasil strategi besar dengan kerjasama 63 tim Polri dan TNI yang sangat disiplin. Mereka menjalankan tugas sesuai arahan. ”Sejak awal saya sebagai Dansatgas sudah memastikan bagaimana spesifikasi prajurit Polri dan TNI yang dibutuhkan,” jelasnya.
Bahkan, sebenarnya kerjasama Polri-TNI ini dalam Operasi Tinombala 2016 merupakan kisah keberhasilan kerjasama Polri-TNI pertama pasca reformasi. ”Sebelum operasi mengejar Santoso ini, belum pernah ada operasi kerjasama antara keduanya,” paparnya.
Untuk bisa membuat kedua prajurit dengan seragam dan institusi yang berbeda ini menjadi lebih padu tentu bukan perkara gampang. Loe bahkan menerapkan kebijakan yang sungguh tidak ekstrim untuk seorang prajurit. Semua lambang kesatuan dilepaskan dalam operasi tersebut.
Hanya ada lambang bendera merah putih dan Satgas Operasi Tinombala 2016. ”Semua itu hanya untuk membentuk mental yang sama,” jelasnya.
Prajurit diharuskan memiliki kesamaan dan tidak menonjolkan egonya masing- masing. Biasanya, setiap prajurit dari kesatuan yang berbeda akan terjadi persaingan. Namun, di Operasi Tinombala, semua hanya merasa dari Indonesia.
”Kondisi semacam ini harus dirancang agar tidak terjadi gesekan. Sebab, awalnya memang sempat ada persaingan yang kurang sehat,” terangnya. (idr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Serbu Markas Kolinlamil, Warga Kendalikan Tank Leopard
Redaktur : Tim Redaksi