Terungkap Peran Mayjen TNI Farid Makruf Membebaskan Lahan Mandalika, Ada Preman

Senin, 16 Januari 2023 – 12:23 WIB
Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Farid Makruf, M.A bersama Dahlan di kantor Harian Disway.-Boy Slamet-

jpnn.com, JAKARTA - Kolumnis kondang Dahlan Iskan juga menulis peran Mayjen TNI Farid Makruf MA saat membebaskan lahan Sirkuit Mandalika di Lombok Tengah, NTB.

Mayjen Farid Makruf merupakan orang asli Madura yang masa kecilnya dihabiskan di sebuah pasar di Tanah Merah. Dia kini menjabat Pangdam V/Brawijaya.

BACA JUGA: Kisah Mayjen TNI Farid Makruf, Anak Pasar Jadi Jenderal

Dalam tulisan berjudul Master Letnan, Dahlan menulis bahwa sosok Farid seorang prajurit TNI yang unggul di banyak bidang. Bahasa Inggrisnya paten.

Farid pernah menempuh pendidikan di Inggris. Di wilayah Yorkshire, tepatnya di Kota Hull.

BACA JUGA: Mayjen Farid Makruf Serahkan Bantuan Darurat Untuk Korban Banjir di Sampang

Dia masuk program master: studi masalah keamanan dengan spesialisasi Tiongkok.

Farid pun lulus dengan gelar Master of Art, padahal belum punya ijazah S1.

BACA JUGA: TKA China dan Pekerja Lokal Bentrok di Morowali, ART Bereaksi Keras

Dalam hal bahasa Inggris, Farid selalu ingat nasihat danjen Kopassus kala itu: kalian itu dari segi apa pun unggul daripada tentara negara Barat. Tetapi begitu tentara barat bicara dengan kalian dalam bahasa Inggris langsung kalian kalah.

Konon Farid selalu berhasil mengikuti latihan apa pun di Kopassus. Sampai pun untuk kualifikasi yang paling tinggi: Sandi Yudha. Sering pula dia yang nomor satu.

Kemampuan fisiknya itulah yang membuat ia hampir frustrasi ketika dapat penugasan yang serba senyap di "bawah tanah".

"Akan tetapi dengan tambahan kemampuan bahasa Inggris, Farid unggul di banyak hal," tulisan Dahlan, Disway edisi Jumat (13/1).

Mayjen Farid Makruf sering masuk delegasi penting ke luar negeri. Pun ketika Indonesia harus menjelaskan masalah pelanggaran HAM ke Kongres Amerika Serikat. Farid ada di dalamnya: menghadapi 7 anggota Kongres.

Farid pun pernah mendapat tugas memimpin pasukan besar: jadi komandan Brigif 13 Galuh bermarkas di Tasikmalaya.

"Tentu pengalaman internasional Farid melebihi lingkup sebagai Dan Brigif," tulisan Dahlan.

Ketika jadi Danrem NTB, Mayjen Farid ikut menyelesaikan urusan rumit melebihi jabatannya, yakni pembebasan tanah lokasi Sirkuit Mandalika.

"Kalau tanah seluas lebih 100 hektare itu tidak terbebaskan, balap MotoGP yang mendunia itu tidak bisa terselenggara di sana," lanjut Dahlan.

Menurut Dahlan, urusan itu sebenarnya bukan urusan Danrem, tetapi sudah lebih 30 tahun soal tanah Mandalika tidak terselesaikan.

Tanah itu awalnya sudah menjadi milik perusahaan Mbak Tutut. Putri Pak Harto itu pun sudah menjualnya ke perusahaan Kuwait.

Lalu, terjadi krisis moneter 1998. Pak Harto lengser. Rakyat menguasai kembali tanah itu. Ruwet.

"Banyak sekali yang ikut bermain. Pun aparat dan instansi. Tidak ketinggalan para preman," tulisan Dahlan.

Nah, ketika Presiden Jokowi menegaskan MotoGP tetap di Mandalika, Danrem melapor ke Kapolda NTB. Ia minta izin untuk ikut menyelesaikannya.

Kapolda NTB saat itu dengan senang hati memberikan lampu hijau. Barulah Farid mendalami persoalannya.

"Dandim saya yang luar biasa. Ia hebat sekali," demikian Dahlan mengutip ucapan Farid yang merendahkan hati.

Saat itu, Farid punya keyakinan bisa menyelesaikannya, tetapi dia tidak punya legalitas karena bukan pejabat di bidang itu.

Pemerintah pusat akhirnya memberikan legalitas itu. Farid diberi waktu 6 bulan.

Farid harus berkomunikasi dengan banyak kelompok. Pemilik tanah terpecah dalam banyak grup

Salah satu yang paling keras dipimpin seorang pengacara. Mereka membawa dokumen tanah yang mereka bilang amat kuat. Farid memeriksa dokumen itu karena mencurigai sesuatu.

"Dokumen diserahkan ke polisi: untuk diperiksa di lab. Benar. Dokumen itu palsu. Kelompok paling keras pun seperti terong direbus," tulisan Dahlan.

Selanjutnya, Farid sering diundang rapat ke Jakarta. Dia seorang kolonel, tetapi rapatnya dengan para menteri: Menko Luhut Panjaitan, Menkeu Sri Mulyani, Menteri Agraria Sofyan Djalil, dan para pejabat tinggi di pusat.

Pembicaraan pun sampai tahap berapa rakyat harus diganti rugi. Yang diinginkan rakyat, ternyata sebenarnya tidak setinggi yang disuarakan selama ini.

"Itulah yang sebenarnya membuat rumit: terlalu banyak gorengan. Banyak pejabat yang ikut pasang wajan," lanjut Dahlan.

Singkat cerita, Farid berhasil menjalankan tugasnya. Ganti rugi disepakati. Pusat menyediakan uangnya. Ganti rugi pun dibayarkan.

Disebutkan bahwa rakyat Mandalika senang bukan main atas pembebasan lahan itu. Saking senangnya, mereka datang ke markas Korem. Membawa bungkusan. Isinya uang. Rp 200 juta.

Akan tetapi, Farid menolak. Ia mengatakan sudah mendapat biaya operasional dari pemerintah pusat.

"Namun, perwakilan pemilik tanah itu mengancam: kalau pemberian itu tidak diterima maka persaudaraan diputus. Farid pun membagi uang itu ke anak buahnya yang bekerja di lapangan," tulisan Dahlan.

Mayjen Farid Makruf saat itu bisa mengakhiri jabatan Danrem NTB dengan lega. Dia dipindah ke Mabes TNI.

Tidak lama kemudian, Farid kemudian disuruh balik lagi ke Lombok saat terjadi gempa besar di sana. Tugasnya, dia harus menjadi ketua penanganan korban gempa. Sampai selesai.

Setelah melewati beberapa jabatan lagi, Farid kembali jadi Danrem. Kali ini di Sulteng. Pangkatnya naik jadi brigadir jenderal. Bintang satu.

Di Sulteng dia pun melihat tantangan baru: Poso. Soal ekstremis. Yang tidak kunjung selesai.

"Ada kelompok teroris yang masih sangat aktif: MIT, Mujahidin Indonesia Timur," tulisan Dahlan.(disway/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... TKA China Bentrok dengan Pekerja Lokal di Morowali Utara, Bupati Singgung Provokator


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler