Terungkap, Zumi Zola Ingin Erwan yang Jadi Sekda Tapi Buyar

Jumat, 25 Mei 2018 – 03:59 WIB
Palu hakim simbol putusan pengadilan. Foto/ilustrasi: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAMBI - Keterangan orang dekat Gubernur Jambi non aktif Zumi Zola, Asrul Pandapotan Sihotang yang dihadirkan jaksa penuntut umum sebagai saksi dalam persidangan terdakwa Supriyono, Rabu (23/5) cukup mengejutkan.

Selain buka-bukaan dalam soal fee proyek, keterangan Asrul juga menyasar mantan Plt Sekda Provinsi Jambi Erwan Malik.

BACA JUGA: Zumi Zola Sempat Kecewa Lantaran Fee Proyek Cuma Rp 22 M

Kala itu Asrul menyebut Gubernur Zola menjagokan Erwan dalam kontestasi lelang jabatan sekda definitif Provinsi Jambi, namun pilihan presiden malah bukan nama Erwan.

‘’Ternyata yang disetujui M Dianto. Karena yang diinginkan Zola jadi sekda adalah Erwan Malik, ternyata tak disetujui Presiden," katanya.

BACA JUGA: PAN Pecat Zumi Zola

Setelah pengambilan nama tersebut, di perjalanan pulang dari sekretariat kabinet, Asrul menyebut Zola dalam posisi gundah gulana.

"Saat itu ada kekhawatiran dari cerita Gubernur kepada saya apakah Dianto mampu hadapi dewan atau tidak. Dia tidak yakin Dianto mampu menghadapi dewan. Dia bilang kalau Dianto dianggap self player," ujarnya.

BACA JUGA: PAN Minta Zumi Zola Hargai Panggilan KPK

Tak sampai di sana, Asrul pun menerangkan, bahwa Zola mengaku akan membicarakan penundaan pengangkatan M Dianto sebagai Sekda kepada Mendagri.

"Katanya dia (Zola, red) akan bicarakan kepada Mendagri untuk penundaan penggantian posisi Erwan dengan alasan pembahasan anggaran sudah setengah jalan, takut kalau diganti jadi terganggu," ujarnya.

Terkait Erwan sendiri, Asrul menerangkan dirinya pernah bertemu empat kali dengan mantan Plt Sekda ini. "Intinya diminta Gubernur Zola mencari solusi uang ketok palu," jelas Asrul.

Terlebih Erwan datang pada Asrul membawa perintah dari Zola untuk berkoordinasi dengan Asrul terkait permintaan dewan ini. "Kala itu komisi tiga sempat pula minta 2 persen dari anggaran PUPR, dan kita coba minta turunkan satu persen saja," ujarnya tanpa menyebut akhir kesepakatan perundingan itu.

Sedangkan mengenai sumber uang ketok palu bernilai Rp 5 M ini saksi Asrul pun memebenarkan berasal dari Joe Fandy Yoesman alias Asiang. Pasalnya dirinya mengakui saat bertemu dalam satu pesawat Asiang memastikan kebenaran omongan mantan Plt Kadis PUPR, Arfan yang ingin meminjam uang kepada Asiang.

"Dia memastikan ini benar atas perintah BH 1 apa tidak," jelas Asrul.

Dan atas pinjaman itu Asrul menyebutkan Asiang sendiri secara tersirat akan mendapatkan proyek untuk tahun 2018 dari pemerintah.

Terakhir dalam kesaksiannya Asrul kembali menyebutkan bahwa terkait uang ketok palu ini, ada tiga permintaan. Yakni dari anggota DPRD sebesar Rp200 juta, komisi tiga 0,25 dari anggaran belanja langsung Dinas PUPR , dan jatah unsur pimpinan sebesar Rp 400 juta beserta fee proyek 2 persen dari jembatan layang multiyears.

"Dan untuk permintaan itu sumber uangnya Pak Erwan dan Arfan yang mencari, Pak Gubernur pokoknya tahu beres," imbuh Asrul.

Disamping itu Asrul pun sempat kembali menyinggung uang Rp 500 Juta yang sempat diberikan Agus Herianto selaku Kadisdik Provinsi Jambi melalui Amidy kepada dirinya. Yang pada sidang sebelumnya juga diungkap Amidy selaku mantan kepala perwakilan Jambi di Jakarta.

“Uang Rp 500 juta saya serahkan kepada Ibu bang Zola (Hermina, red),” ucap Asrul. Yang sekaligus menepis uang itu diberikan langsung Asrul kepada sang Gubernur.

Namun sayangnya, pengacara Zumi Zola, M Farisi belum berhasil dimintai komentarnya terkait keterangan Asrul ini. Panggilan telepon dan pesan WhatsApp yang dikirim tak kunjung dibalas.

Sedangkan Supriyono, atas keterangan dari saksi Asrul, memilih sedikit bersuara. "Saya hanya menyampaikan bahwa saya hanya memberikan informasi dari teman-teman saja, tidak pernah saya sampaikan sesuatu dengan maksud dan tujuan tertentu," ujarnya.

Dikatakannya dia menyuarakan pendapat rekannya kepada pemerintah karena sebagai partai pemerintahan.

Sementara itu untuk lima saksi lainnya hanya Nasri Umar dan Zainul Arfan yang diperiksa. Pasalnya tiga saksi lainnya Efendi Hatta, Mayloeddin dan Tartiniah ditunda kesaksiannya hingga sidang selanjutnya oleh Jaksa.

Dengan alasan ketiga saksi ini sebelumnya hanya sering disebut oleh saksi lainnya dan belum pernah di BAP oleh penyidik KPK sebelumnya. “ Tiga saksi ini untuk sidang depan , untuk saksi lainnya kita lihat juga nanti,’’ sebut JPU KPK Iskandar Marwanto seraya menyebut jumlah saksi yang telah dihadirkan berjumlah 35 orang ini.

Sementara dalam keterangannnya saksi Nasri Umar dan Zainul Arfan ditanyai mengenai pengetahuannnya terkait tensi DPRD sebelum dieksekusinya uang ketok ini. “Saya dan demokrat tidak tahu menahu soal uang ketok ini,”ujar Nasri Umar. Dikatakannnya memang dirinya pernah dihubungi dua kali oleh Supriyono namun dirinya menyatakan hanya ditanyakan mengenai kehadirannnya untuk rapat pengesahan RAPBD 2018 ini.

Sedangkan untuk saksi Zainul Arfan dari fraksi PDIP majelis hakim menanyakan pertanyaan APBD tahun sebelumnya. Menariknya dalam pertanyaan itu , majelis hakim Dedy Muchti Nugroho juga mengaitkan nama wakil bupati Sarolangun Hilalatil Badri kala dia duduk di DPRD Provinsi Jambi dari Fraksi PDIP.

‘’Apa benar tahun 2017 saudara (Zainul, red) dapat uang ketok Rp200 juta dalam dua tahap dari Kusnindar, yang sama dengan hilalatil badri ?" Tanya Dedy.

Sebelum Zainul menjawab , Dedy pun malah menyebutkan kala itu sesaui BAP Kusnindar, Hilalatil Badri butuh uang banyak untuk Pilkada Sarolangun.

"Kala itu Hilal minta duluan, jatahnya Rp200 juta untuk maju pilkada , apa benar?" Tanya Dedy pada Zainul Arfan.

Yang akhirnya dijawab Zainul , pemberian itu tidak diterima olehnya. "Saya hanya mendengar , namun tidak menerima," pungkas Zainul Arfan. (aba)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Zumi Zola Tersangka tapi Hadir di Acara KPK


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler