JAKARTA – Bekas bakal calon bupati dan wakil bupati dari jalur independen Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Fredi Meol-Saijao Dominikus (ESA) terus menyuarakan ketidakpuasannya atas proses pilkada 2010 lalu.
Kuasa Hukum Fredi, Andar Sidapaloh, mengutarakan, pada pilkada 2010 lalu, KPU TTU dinilai telah melanggar hukum karena tidak menghiraukan syarat yang ditentukan Undang-undang yang mengakibatkan kliennya yang sudah lolos persyaratan tidak bisa mengikuti pemilihan.
“Sampai detik ini KPUD tidak mau melaksanakan eksekusi padahal proses gugatan sudah cukup sempurna kami lakukan,” kata Andar, mendampingi Fredi saat menggelar konfrensi pers, Sabtu (9/6), di Jakarta.
Dalam kesempatan itu Fredi Meol menceritakan, pasangan ESA sudah memenuhi syarat dukungan yang ditetapkan KPUD sebesar 15.911 KTP bahkan sudah mengumpulkan lebih dari 26 ribu dukungan.
Menurutnya, tanpa melalui verifikasi yang diatur UU pasangan ESA dinyatakan tidak memenuhi syarat. KPU TTU tidak mencantumkan nama pasangan ESA pada surat keputusan KPU TTU Nomor 18 tahun 2010 tertanggal 23 Agustus 2010, tentang Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Timur Tengah Utara tahun 2010.
Dia melanjutkan, 27 Agustus 2010, KPUD mengeluarkan SK nomor 19 Tahun 2010, tertanggal 27 Agustus 2010 tentang penetapan nomor urut Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Timur Tengah Utara tahun 2010 juga tanpa mencantumkan pasangan tersebut.
“Kami tanya kenapa tidak lolos? Saat itu dijawab saudara tidak lolos, saudara kami persilahkan menggugat ke pengadilan kalau tidak puas,” ungkap Fredi.
Pada 21 Desember 2010 Gubernur NTT berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri melantik pasangan Raymundus Sau Fernandez dan Aloysius Kobes sebagai bupati dan wabup terpilih.
Pasangan ESA melakukan upaya hukum di PTUN Kupang kemudian berlanjut di PTUN Surabaya. Dalam sengketa pilkada itu, Fredi dimenangkan. Bahkan, sampai pada tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA), Fredi juga menang. Namun, putusan itu tidak diindahkan oleh KPU TTU.
Dia menegaskan, surat putusan MA tanggal 19 Mei 2011 memerintahkan KPU TTU untuk mencabut SK 18 dan 19 tersebut karena dinilai cacat hukum. Keputusan MA, tegas dia, bersifat ‘inchrach’ atau memiliki kekuatan hukum tetap.
Namun, lagi-lagi tidak digubris oleh KPU TTU. “KPUD wajib menjalankan putusan PTUN Kupang, PTUN Surabaya dan MA yang memerintahkan mencabut SK nomor 18 dan 19 itu,” ujar Fredi.
Dia juga bilang, DPRD TTU NTT sudah mengeluarkan rekomendasi lewat paripurna istimewa yang salah satunya mendesak Mendagri mencabut SK pelantikan pasangan terpilih. “Tapi tidak diindahkan Mendagri. Mendagri menyatakan sah sesuai keputusan perundang-undangan dan keputusan MA tidak bisa membatalkan proses pemilu. Mendagri tidak paham hukum. Kami menggugat proses pemilu bukan hasil pemilu. Kalau proses pemilu gugatnya ke MA dan kalau hasil pemilu di MK,” imbuhnya.
“Kami konsultasi ke MK dan MK juga menyatakan putusan MA sudah benar karena menyangkut proses pemilu,” tambah Fredi.
Dijelaskan, pihaknya juga mengirim surat ke Presiden SBY dan meminta presiden memerintahkan KPUD menaati putusan tersebut. Kemudian, keluarlah surat balasan berisi perintah Presiden RI melalui Menteri Sekretariat Negara tanggal 5 April 2012, agar Ketua KPU TTU NTT melaksanakan amar putusan MA.. “Namun, itu pun dianggap sebagai surat palsu. Setelah dipastikan surat itu asli, tidak juga dilakukan eksekusi,” katanya.
Kemudian, pada 16 Mei 2012, Fredi memohon perlindungan hukum kepada MA. Kemudian, MA pada 5 Juni 2012 menjawab bahwa pada intinya putusan MA sebelumnya berkekuatan hukum tetap dan meminta pihaknya berkoordinasi dengan PTUN Kupang, PTUN Surabaya dan KPUD TTU untuk menaati putusan.
“Mabes Polri juga memberikan kami kesempatan dan memerintahkan Polda NTT melakukan pengawalan bagi PTUN Kupang dalam melaksanakan eksekusi demi penegakan hukum. Mau tidak mau, suka tidak suka eksekusi harus dilaksanakan demi penegakan hukum,” kata Fredi. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU DKI Cetak 7 Juta Kotak Suara
Redaktur : Tim Redaksi