NAMA Iko Uwais meroket berkat film bergenre action Merantau dan yang terbaru The Raid. Film kedua itu meraih sukses di beberapa festival film internasional. Hollywood tertarik me-remake The Raid. Rumor Iko ditawari bermain dalam film Amerika Serikat Mortal Combat pun merebak.
"Itu pure rumor. Memang sempat dengar-dengar juga. Tapi, setelah saya tanyakan ke manajemen, katanya belum ada," tampik Iko saat ditemui di Kantor PT Merantau Films.
Iko tergolong sosok yang apa adanya meski sudah menyandang predikat aktor ternama. Pria 29 tahun itu tetap dengan pribadinya yang santun dan sederhana. Saat ditemui, Iko tampak santai dengan mengenakan celana training dan kaus hitam bertulisan The Raid . Dia baru selesai berlatih koreografi adegan fighting yang dirancangnya bersama rekan sekaligus lawan main tetapnya, Yayan Ruhian.
Mantan atlet nasional pencak silat itu tidak bisa lepas dari pencak silat. Berkat seni bela diri tradisional tersebut, Iko bisa menjadi seperti sekarang. Dia mengisahkan, pertemuannya dengan sang sutradara dua film tersebut, Gareth Huw Evans, terjadi saat Gareth mengunjungi perguruan silatnya, Tiga Berantai, pada 2007. Gareth yang awalnya hanya berniat membuat film dokumenter tentang pencak silat itu tertarik dengan sosok Iko. Dia lantas membuat film Merantau dengan Iko sebagai aktor utama.
"Awalnya, saya cuma tahu ada bule datang ke perguruan saya. Lalu, dia tertarik, terus ngajak saya main film," jelas pemilik nama asli Uwais Qorny tersebut. Bungsu di antara tiga bersaudara itu menuturkan bahwa Gareth benar-benar mengubah hidupnya. Sebelum menjadi aktor, Iko yang seorang atlet itu menjalani pekerjaan sebagai sopir di sebuah provider telepon seluler.
Pria kelahiran 12 Februari tersebut tidak sungkan mengungkapkan bahwa dirinya hanya tamatan SMA. Iko tidak melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah karena terkendala biaya. "Saya tamat dari SMA YMIK Manggarai. Setelah itu, nggak kepikiran kuliah karena masalah biaya," tutur Iko, yang di sela menjalani pekerjaan tetap giat berlatih di perguruan.
Begitu film pertamanya sukses, Iko yang pada awalnya ragu-ragu berakting itu jadi mengangguk mantap ketika Gareth mengajaknya menggarap The Raid. Iko bermain antusias. Dia bersama Yayan terus berupaya menciptakan koreografi fighting yang indah dan nyata. Iko berniat mengubah image pencak silat yang hanya terkenal dengan gerakan-gerakan indahnya.
"Mau ningkatin image silat lewat film-film garapan Gareth. Silat itu nggak cuma nari-nari, kami create koreografi seriil mungkin, bahkan full body contact. Kami jarang ngandalin koreografi yang sampai terbang-terbang pakai sling gitu. Pokoknya, harus terlihat seriil mungkin karena Gareth sangat perfeksionis," jelasnya.
Untuk mendapatkan ide, Iko dan Yayan kerap menggabungkan ilmu bela diri yang mereka dapat di perguruan masing-masing. Iko juga rajin menonton film-film action dengan intensitas adegan fighting yang tinggi. Dalam sehari, Iko dan Yayan bisa berlatih fighting berjam-jam.
Hasil kerja keras tim itu, The Raid berhasil meraih penghargaan The Cadillac People"s Choice Award kategori midnight madness di Toronto International Film Festival (TIFF) 2011. Selanjutnya, Iko sudah siap dengan sekuel The Raid yang berjudul Berandal. Sekuel itu sudah matang secara cerita, tetapi belum memasuki proses syuting.
Iko dan Yayan masih mempersiapkan koreografi adegan fighting. Seperti halnya dengan The Raid, Iko menuturkan bahwa film tersebut akan menonjolkan action dengan tingkat agresivitas maksimal. Hanya sedikit soft action, selebihnya adegan fighting dengan tangan kosong sampai beberapa macam senjata.
"Intinya, kami hanya pengin memberikan warna dalam perfilman Indonesia. Ya, kami ternyata bisa bikin film action dengan tingkat ketegangan yang tinggi. Itu saja. Kalau memang diterima dengan baik, alhamdulillah," ungkapnya. (ken/c11/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ultah, Raffi Pilih Bareng Yuni
Redaktur : Tim Redaksi