JAKARTA- CEO PT ASI Pudjiastuti Aviation, Susi Pudjiastuti mengatakan, pihaknya memutuskan mengandangkan (grounded) 6 pesawat jenis Pilatus Porter yang tersisa untuk diperiksa, menyusul kecelakaan di pesawat PK-VVQ pada Kamis (25/4) sore di daerah Tabang, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur, yang menewaskan pilot Jonathan James Willis dan penumpang, Ian Russel.
"Kita ingin tahu apa pesawat Porter sisanya laik terbang. Di-grounded sampai batas waktu yang belum bisa dipastikan," kata Susi, ditemui wartawan di kantor merangkap rumah tinggalnya, Jl Surabaya No 26, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/4).
Dari informasi yang didapat, sesaat sebelum hilang dari pantauan radar, pilot Jonathan James sempat memberitahu pada petugas bandara terdekat (Sendawar) bahwa pesawat mengalami masalah teknis di sistem bahan bakar. Kondisi ini menurut Jonathan, memaksanya untuk melakukan pendaratan darurat.
"Dia memberitahu itu pukul 17.29 Wita, tanggal 25 April," kata Susi. Meski bermasalah di sistem bahan bakar, Susi belum bisa memastikan apakah hal ini yang memicu kecelakaan.
Dijelaskan pula, pesawat Pilatus Porter PK-VVQ yang mengalami kecelakaan dibuat di Swis pada tahun 2009. Jam terbang pesawat berharga sekitar USD 2 juta (sekitar Rp 18,2 miliar) tergolong masih muda yakni 2.400 jam terbang. Apa ini berarti kecelakaan disebabkan kesalahan manusia? Susi tak mau menjawab dengan alasan masih dalam penyelidikan pihak berwenang.
Yang pasti, kecelakaan ini tak mengakibatkan dihentikannya penerbangan komersil di Kaltim. Penghentian hanya dilakukan pada penerbangan survey dan beberapa penerbangann yang pesawatnya digunakan untuk mendukung proses evakuasi korban.
Ditegaskan pula, korban dan pesawat diasuransikan. Besaran asuransi USD 125 ribu per orang. "Kerugian dari pihak kita karena shutting down (penerbangan dihentikan) dan revenue (tak adanya pemasukan). Potential loss-nya USD 1,5 juta sampai USD 2 juta selama sebulan," kata istri Christian von Strombeck tersebut.
Sejak berdiri tahun 2004, Susi Air hingga kini memiliki 46 armada. Mayoritas penerbangan yang dilayani adalah daerah yang tak terjangkau pesawat besar, yakni bandara dengan landasan pacu 200-300 meter di daerah perbatasan Kalimantan dan Papua. "Fokus kita memang Kalimantan dan Papua, masing-masing 40 persen penerbangan. Sisanya Jawa dan Sumatera," jelas Susi. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Adnan Buyung: Perlu Aturan Perlindungan Wajib Pajak
Redaktur : Tim Redaksi