Thailand Memilih: Boneka Militer atau Pemuja Thaksin?

Senin, 25 Maret 2019 – 09:48 WIB
Warga Thailand memilih dalam pemilu pertama sejak kudeta militer 2014 silam, Minggu (24/3). Foto: AFP

jpnn.com, BANGKOK - Otoritas pemilu Thailand belum mengumumkan hasil penghitungan suara secara resmi kemarin, Minggu (24/3). Namun, kandidat perdana menteri (PM) Pheu Thai Party (PTP) Sudarat Keyuraphan sudah membuat pernyataan. Yaitu, partai yang mendapat suara terbanyak memiliki hak untuk membentuk pemerintahan lebih dulu.

''Saya harap 250 senator yang telah ditunjuk oleh junta militer akan menghormati keinginan rakyat,'' ujar pemimpin partai PTP tersebut dalam konferensi pers seperti dikutip AP.

BACA JUGA: Adik Raja Thailand Gagal Nyaleg, Partai Pengusungnya Terancam Dibubarkan

Pemilu kemarin memang menjadi hari bersejarah bagi penduduk Thailand. Pemilu pertama sejak 2011 itu ibarat pertaruhan untuk kembali menyerahkan kekuasaan kepada PTP, partai jelmaan Thai Rak Thai yang didirikan mantan PM Thaksin Shinawatra, ataukah ke junta militer lewat Palang Pracharat Party (PPP).

Sudarat membuat pernyataan tersebut karena yakin partainya didukung lebih banyak penduduk dan perolehan kursinya juga di atas PPP. Setidaknya, berbagai survei sebelum pemilu menunjukkan hal tersebut.

BACA JUGA: RR: Riuh dan Ruwet

Namun, hasil perolehan suara sebagian yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menunjukkan hal tersebut. Dari rekap KPU, tingkat kehadiran pemilih sekitar 80 persen dan suara terbanyak justru diraih PPP. Hasil tidak resmi pemilu dengan penghitungan 95 persen suara baru dirilis hari ini pukul 10.00 waktu setempat. Komisioner KPU Ittiporn Boonprakong tidak menyebutkan alasan penundaan tersebut.

BACA JUGA: Adik Raja Thailand Gagal Nyaleg, Partai Pengusungnya Terancam Dibubarkan

BACA JUGA: Belasan Caleg Kompak Ganti Nama Jelang Pemilu

Mendapat suara terbanyak belum tentu bakal mendapat kursi lebih banyak. Thailand menganut sistem pemilu the winner takes all. Jadi, jika di suatu distrik PTP menang, semua suara dari berbagai partai diserahkan kepada mereka. Partai yang memiliki suara terbanyak secara nasional belum tentu menang banyak kursi. Bisa jadi ia menang di distrik-distrik padat penduduk, tapi jatah kursinya tetap hanya satu.

Junta militer juga bersiap sejak jauh hari untuk memuluskan jalan Prayut Chan-o-cha agar bisa kembali berkuasa. Mereka membuat aturan baru. Parlemen dibagi menjadi dua.

Majelis rendah atau house of representative yang terdiri atas 500 orang dan majelis tinggi alias senat berisi 250 orang. Yang diperebutkan hanya kursi majelis rendah. Semua anggota senat sudah ditunjuk junta militer. Padahal, pemilihan perdana menteri dilakukan oleh dua majelis tersebut.

Dengan aturan itu, PPP hanya membutuhkan 126 kursi untuk bisa meraih suara mayoritas. Sebab, sudah ada 250 anggota senat yang pasti mendukung mereka.

Partai lain membutuhkan 376 kursi untuk bisa memilih PM dan membentuk pemerintahan. Besar kemungkinan PTP berkoalisi dengan Future Forward Party yang dipimpin Thanathorn Juangroongruangkit. Partai baru itu mendapat perolehan suara terbesar ketiga.

Junta militer juga mengubah batas wilayah di beberapa distrik. Perubahan itu menguntungkan mereka. Hanya, jurnalis Thai PBS melihat petugas pemungutan suara berbuat curang. Balot salah coret milik PPP tetap dihitung valid.

BACA JUGA: Thailand Semringah Menyambut Kembalinya

Beberapa jam menjelang pemilu, Raja Maha Vajiralongkorn membuat pernyataan kepada publik. Yaitu agar rakyat memilih orang baik untuk berkuasa serta mencegah orang jahat mengakibatkan kerusuhan. Raja tak menyebut kelompok mana pun dalam pidatonya, tapi itu tanda bahwa dia mulai ikut campur dalam politik. Hal itu sangat dijauhi mendiang ayahnya.

Vajiralongkorn bahkan turun tangan saat saudara perempuannya, Putri Ubolratana, mencalonkan diri. Yaitu dengan menyatakan bahwa pencalonannya tidak valid. Jika saja Vajiralongkorn tak ikut campur, Ubolratana bisa dengan mudah membawa partai yang mengusungnya menuju kemenangan dan mengalahkan Prayuth.

Partai poros ketiga seperti Demokrat dan Bhumjaithai Party belum menentukan sikap. ''Mungkin ada pemerintahan yang stabil muncul dalam waktu dekat, tapi koalisi seperti itu tidak akan bertahan lama,'' kata dosen ilmu politik di Naresuan University Paul Chambers. (sha/c19/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Raja Thailand Terbitkan Dekrit Pesta Demokrasi


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler