The Fed Ketok Suku Bunga Acuan Naik 25 bps, Indonesia Wajib Waspada!

Kamis, 17 Maret 2022 – 09:31 WIB
The Fed menaikkan suku bunga acuan 25 bps untuk meredam inflasi AS. Ilustrasi: Antara/(REUTERS)

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve AS menimbulkan berbagai risiko.

Pasalnya, kenaikan suku bunga 0,25 persen bukan disebabkan oleh adanya pemulihan ekonomi melainkan kekhawatiran inflasi tinggi.

BACA JUGA: Tok! The Fed Naikkan Suku Bunga Acuan

Bhima mengatakan berdasarkan proyeksi di berbagai lembaga internasional saat ini sedang terjadi ancaman global economy slowdown akibat disrupsi pasokan dan risiko geopolitik.

"Ini merupakan kondisi yang dapat memicu terjadinya tekanan ekonomi baik di AS maupun di negara berkembang karena konsumen sebenarnya belum siap menghadapi kenaikan suku bunga," ungkap Bhima, Kamis (17/3).

BACA JUGA: Kemenkeu Buka-bukaan soal Strategi Reformasi Subsidi Energi

Akan tetapi, imbal hasil surat utang pemerintah Indonesia telah mengalami kenaikan, bahkan sebelum adanya pengumuman dari Fed.

Tercatat dari data ADB, imbal hasil SBN tenor 10 tahun naik 37.2 bps sejak awal 2022 menjadi 6,75 persen.

BACA JUGA: Sri Mulyani Bicara Konflik Rusia-Ukraina, Sebut Soal Perlombaan

"Naiknya imbal hasil mengindikasikan risiko surat utang dalam tren meningkat," kata Bhima.

Oleh karena itu, investor juga menekan pemerintah untuk segera menaikkan kupon surat utang SBN sebagai kompensasi atas naiknya suku bunga secara global.

Selain itu, kenaikan suku bunga diberbagai negara bisa membuat beban masyarakat meningkat, seperti bunga KPR, kredit kendaraan bermotor, dan pinjaman modal usaha.

Semua akan dinaikkan sepanjang 2022.

Padahal indeks keyakinan konsumen (IKK) per Februari 2022 justru mengalami pelemahan.

Akibatnya, risiko pelemahan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri bisa kembali terjadi dan proyeksi pertumbuhan sulit mencapai 5 persen.

Bhima menyebut kebijakan The Fed akan segera disusul oleh Bank Indonesia (BI) dengan menyesuaikan suku bunga acuan.

"Tidak banyak opsi selain mengikuti arahan tren suku bunga dari The Fed, bahkan dikhawatirkan tanpa naikkan BI 7DRR maka capital outflow akan menekan stabilitas nilai tukar rupiah," jelas Bhima.

Dengan demikian, BI harus mewaspadai inflasi April yang tinggi karena momentum Ramadan.

"Apalagi, penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen dan naiknya harga pangan yang terus-menerus, salah satunya minyak goreng," tutup Bhima.

Akhirnya Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve AS menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya sejak 2018 pada Rabu (16/3) waktu setempat, sebesar 25 bps. 

Langkah ini diambil The Fed untuk menjinakkan inflasi AS tertinggi dalam empat dekade. The Fed dalam sbuah pernyataan membeberkan inflasi tetap tinggi, mencerminkan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan terkait pandemi, harga energi yang lebih tinggi, dan tekanan harga yang lebih luas. (mcr28/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Binda Sulut Gelar Vaksinai Untuk Dukung Pemulihan Ekonomi


Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Wenti Ayu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler