jpnn.com, JAKARTA - Kestabilan ekonomi diharapkan dapat terjaga, meski Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya.
Sebelumnya, Federal Open Market Committee (FOMC) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 25 basis poin, menjadi 1,75-2 persen.
BACA JUGA: Respons Perbankan soal Kebijakan BI Naikkan Suku Bunga Acuan
Pertimbangan itu diambil karena The Fed memandang ekonomi AS telah membaik, terutama dari segi inflasi dan data serapan tenaga kerja. Hal itu membuat AS siap menuju normalisasi kebijakan moneter.
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) telah mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed dengan menaikkan suku bunga BI 7 days reverse repo rate (BI-7DRRR) sebanyak 50 basis poin pada bulan lalu.
BACA JUGA: Suku Bunga Naik, Bank Bersaing Tingkatkan Penyaluran Kredit
Sebelumnya pun, stabilitas moneter sempat terguncang dengan menguatnya dolar AS (USD), sehingga rupiah sempat menyentuh level Rp 14.200 per USD.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih mengatakan, saat ini rupiah masih terselamatkan karena pasar masih tutup akibat cuti bersama Lebaran.
BACA JUGA: BI Bakal Naikkan Suku Bunga Acuan
"Tetapi mata uang lain sudah melemah duluan," katanya Kamis (14/6).
Hingga perdagangan terakhir, kurs tengah BI menunjukkan rupiah berada di level Rp 13.902 per USD. Sementara berdasar data Bloomberg, di pasar spot rupiah dihargai Rp 13.932 per USD.
Menurut Lana, BI masih mempunyai ruang untuk melanjutkan kenaikan suku bunga jika dibutuhkan.
"BI pun sudah memberi sinyal seperti itu ke pasar," tuturnya.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengungkapkan, belum tentu BI akan menaikkan suku bunga ketika The Fed juga menaikkan suku bunganya.
"Kami sudah buktikan pada tahun-tahun sebelumnya, ketika The Fed naik suku bunganya, kita malah menurunkan suku bunga beberapa kali karena fundamental ekonomi kita yang kuat. Jadi respons kami tidak langsung dari moneter, tetapi juga dengan bauran kebijakan," katanya.
Salah satu yang diandalkan adalah pembahasan relaksasi makroprudensial melalui pelonggaran loan to value (LTV). Hal itu akan menjadi salah satu bahasan pada rapat dewan gubernur BI pada 27-28 Juni mendatang.
Menurut Dody, masyarakat sebaiknya menjaga ekspaktasinya terhadap tekanan rupiah. Sebab, masalah sentimen seringkali juga berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar. "Kami terus berkomunikasi dengan media, pengusaha dan masyarakat agar tidak berekspektasi yang berlebihan terhadap level rupiah," tukasnya. (rin)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerindra: Kebijakan Pemerintah Abaikan Kesejahteraan Rakyat
Redaktur & Reporter : Budi