Tiap Bulan Pemda Harus Lapor Anggaran

Sabtu, 01 September 2012 – 10:56 WIB
JAKARTA - Pengelolaan anggaran rupanya masih menjadi titik lemah instansi di Indonesia. Apalagi, untuk tingkat pemerintah daerah, disiplin pelaporannya pun masih sangat rendah.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang juga anggota Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) Mardiasmo mengatakan, pelaporan realisasi menjadi pintu masuk untuk memperbaiki kualitas penyerapan anggaran.

"Karena itu, pada 15 Agustus lalu kami kirimkan surat ke seluruh gubernur, isinya mewajibkan mereka untuk melaporkan realisasi penyerapan anggaran tiap bulan, termasuk realisasi belanja di kabupaten/kota. Kalau tidak diindahkan, nanti akan ada punishment (sanksi, Red)," ujarnya kemarin (31/8).

Mardiasmo menyebutkan, berdasar evaluasi TEPPA untuk triwulan II 2012, kepatuhan pemerintah daerah (Pemda) untuk mengisi laporan dalam Sistem Monitoring TEPPA masih rendah. Faktornya, karena kebanyakan Pemda cenderung hanya mengandalkan data dari Unit Layanan Pengadaan (ULP), padahal ULP hanya memiliki data paket yang siap-lelang.

Karena itu, lanjut Mardiasmo, TEPPA lantas menekankan kepada segenap pimpinan Pemda agar proses pengadaan harus dipusatkan di satu kendali. "Perlunya, agar data pengadaan hingga ke level terbawah bisa diakses dan paket-paket yang tercecer atau tersembunyi mudah terlacak," katanya.

Rendahnya kepatuhan untuk melaporkan tersebut tecermin dari sedikitnya Pemda yang melapor ke TEPPA yang berada di bawah koordinasi Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

Dari total 33 provinsi, baru 8 provinsi yang melaporkan realisasi anggarannya. Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota, baru ada 100 yang melaporkan dari total 491 kabupaten/kota.

Delapan provinsi yang sudah melaporkan ke TEPPA adalah Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Kepulauan Riau. Rata-rata realisasi belanja selama semester I 2012 sebesar 44,8 persen. Dari total belanja tersebut, pos belanja modal hanya 2,45 persen dan sisanya adalah belanja barang dan belanja gaji pegawai. Khusus untuk belanja modal, realisasi penyerapan tertinggi di Jatim dengan angka 30 persen, sedangkan paling rendah Kepulauan Riau 7 persen.

Mardiasmo menyebut, dari sisi instrumen monitoring penyerapan anggaran, Pemerintah Provinsi Naggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan yang terbaik di Indonesia, karena menerapkan system online sehingga realisasi anggaran seluruh instansinya selalu up to date. "Kalimantan Timur sudah mengadopsi sistem ini dan berjalan bagus. Saya menyarankan seluruh daerah untuk belajar dari Aceh," ujarnya. (owi/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Subsidi Solar Tambang Perkebunan Dicabut

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler