jpnn.com - JAKARTA - Langkah praperadilan yang diambil mantan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino dalam kasus korupsi pengadaan tiga Quay Crane adalah upaya koruptor dalam menghambat pemberantasan korupsi di negeri ini.
Bahkan upaya tersebut menurut Pendiri Asosiasi Penasihat Hukum dan Hak Asasi Manusia (APHI), Niko Adrian merupakan satu contoh yang buruk dari pejabat BUMN di Indonesia.
BACA JUGA: Luhut: Diam-diam Tapi Hasilnya Jelas!
"Sesungguhnya upaya Lino yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut merupakan usaha koruptor dalam menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Niko Adrian, dalam keterangan resminya yang dikirimkan ke JPNN, Kamis (7/1).
Adrian mengingatkan kembali bagaimana awalnya Bareskrim telah menggeledah kantor Pelindo II pada tanggal 28 Agustus 2015.
BACA JUGA: Manuver Menteri Yuddy Masih Mendapat Tepuk Tangan
Kabareskrim saat itu, Budi Waseso sangat yakin telah mengumpulkan bukti-bukti yang cukup kuat untuk menjerat RJ Lino dalam kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Adrian mengatakan dalam pengantar laporan audit investigatif BPKP tertanggal 1 April 2011, perihal penyimpangan pengadaan 3 Quay Crane Pelindo II pada tahun 2010 didapatkan hasil diantaranya sebagai berikut;
Terdapat 2 kali perubahan SK Direksi tentang ketentuan pengadaan barang/jasa di Pelindo II sehingga pihak asing dapat dengan mudah mengikuti tender.
BACA JUGA: Rano Klaim Sudah Ingatkan Ricky
Kemudian terdapat perbedaan hasil kajian masing-masing cabang pelabuhan Panjang, Palembang dan Pontianak dengan Kajian Direktorat Operasional dan Pengembangan Usaha Pelindo II (nota dinas 19 Maret 2010).
Selanjutnya proses pengadaan pemilihan langsung (12 Februari 2010) dan dilanjutkan dengan penunjukkan langsung vendor HDHM (7 April 2010) tidak sesuai dengan tata cara pengadaan pasal 27 ayat (3).
Yang terakhir disposisi Dirut Pelindo II (12 Maret 2010) yang menyatakan “go for twin lift” dan nota dinas 25 Maret 2010 yang memberikan catatan khusus "selesaikan penunjukkan HDHM"
Adapun pihak-pihak yang diduga terlibat dan bertanggung jawab yaitu RJ Lino (Dirut), Ferialdy Noerlan (Direktur Operasi), Dawam Atmosudiro (Kepala SPI), dan Armen Amir (Kabiro Hukum).
Adik kandung Bambang Widjojanto eks komisioner KPK, Haryadi Budi Kuncoro (SM Peralatan) juga dinyatakan ikut terlibat.
Kemudian Wahyu Hardiyanto (Kabiro Pengadaan), Mashudi Sanyoto (Asm Peralatan), Dedi Iskandar (Asm Peralatan) dan Teguh Pramono (Asm Peralatan).
Atas penyimpangan tersebut, terindikasi kerugian negara mencapai Rp 60 miliar.
Jadi jelas, lanjut Adrian, upaya praperadilan Lino ini bukanlah dalam rangka pemulihan nama baiknya. Akan tetapi usaha itu merupakan pembelaan seorang koruptor untuk menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Jadi tidak ada alasan hakim untuk meloloskan praperadilan RJ Lino," tegas Adrian.
Adrian juga mengajak masyarakat untuk terus mengawasi jalannya proses praperadilan sejeli mungkin.
“Karena disinyalir sudah ada indikasi terkait upaya Lino dan lingkaran istana untuk membeli pengacara dan menyuap hakim," tutupnya.(ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diisukan jadi Menteri Utama, Luhut Tersenyum
Redaktur : Tim Redaksi