Sejumlah aksi protes yang diberi nama 'Reclaim Australia' digelar pada akhir pekan Paskah di beberapa kota Australia. Salah satu topik yang diserukan para pengunjuk rasa adalah keberatan dengan produk-produk halal.

Berkaitan dengan kampanye anti produk halal, Pauline Hanson, salah satu politisi Australia dan pendiri partai One Nation, menuding bahwa biaya untuk mendapatkan sertifikasi halal telah digunakan untuk pendanaan sejumlah kegiatan terkait terorisme.

BACA JUGA: Petani Tasmania Senang Lahannya Jadi Lokasi Syuting Film Baru Nicole Kidman

"Diperkirakan industri [sertifikasi halal] ini bernilai $3 miliar (sekitar Rp 30 triliun) dan uang ini tersalurkan ke masjid, pesantren, dan diperkirakan juga mendanai terorisme," ujarnya seperti dikutip salah satu stasiun TV di Australia.

Program ABC Fact Check mencoba menelusuri kebenaran informasi ini dengan menanyakan pihak-pihak t
Sertifikat halal di Australia
erkait dengan industri sertifikasi halal.

BACA JUGA: Film Siti Disambut Baik di Festival Film Indonesia di Melbourne

Sejumlah badan yang mengeluarkan sertifikasi halal di Australia tidak mengungkapkan berapa biaya yang dikeluarkan untuk mendapat sertifikat tersebut.

Di Australia tidak ada aturan mengenai perusahaan dan organisasi pemberi sertifikat halal untuk menyampaikan berapa biayanya kepada publik.

BACA JUGA: 772 Ribu Warga Australia Jadi Korban Pencurian Identitas

Tetapi dari temuan Fact Check, salah satu produsen makanan The Byron Bay Cookie Company mengaku biaya untuk sertifikasi halal ini bernilai $1.500 atau sekitar Rp 15 juta.

Menurut juru bicara perusahaan tersebut nilai tersebut hanya bernilai 0,003 persen dari total penghasilan perusahaannya.

Hal tersebut juga diakui oleh pabrik perusahaan Nestle di Austalia yang menganggap bahwa biaya untuk sertifikasi tersebut 'tidak berarti', karena nilainya yang sangat kecil.

"Biaya tersebut tidak mempengaruhi harga dari produk yang kami jual. Kita tidak menganggapnya," ujar juru bicara Nestle. Siapa yang mengeluarkan sertifikasi halal di Australia?

Di Australia, sejumlah organisasi Islam ikut terlibat dalam mengeluarkan sertifikat halal, baik untuk konsumsi lokal maupun keperluan ekspor.

Juru bicara Kementerian Pertanian Australia mengatakan pihaknya tidak terlibat untuk mengeluarkan sertifikat ini. Menurut juru bicara tersebut, kementeriannya hanya memiliki perjanjian dengan 21 organisasi Islam untuk mengeluarkan sertifikasi produk daging halal, terutama untuk keperluan ekspor.

Pemerintah hanya ikut campur untuk meyakinkan bahwa produsen produk halal memiliki akses untuk memasarkan produknya.

Indonesia, dengan jumlah populasi Muslim terbanyak di dunia, menjadi pasar terbesar ketiga untuk ekspor makanan di Australia. Karenanya penting bagi para produsen makanan asal Australia untuk mendapatkan sertifikat halal jika ingin memasarkan produknya di Indonesia.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri mengakui pemberi sertifikasi halal dari 23 negara. Dari Australia, hanya enam organisasi penerbit sertifikasi yang mendapat pengakuan MUI itu.

Pada bulan Februari, Majalah Tempo pernah melaporkan bahwa ada dugaan sejumlah badan pemberi sertifikat halal asal Australia telah memberi suap kepada MUI. Namun MUI menolak tuduhan ini, dengan alasan perusahaan-perusahaan produsen makanan hanya diminta dana untuk mendatangkan para auditor.
 Kampanye anti produk halal di Australia sudah beberapa kali digelar. Foto: ABC. Kemanakah dana penerbitan sertifikasi halal di Australia?

Juru bicara dari Pusat Pelaporan Transaksi dan Analisis Australia (AUSTRAC) mengatakan bahwa badannya telah memantau kegiatan pencucian uang dan terorisme, tetapi mengaku tidak memiliki informasi adanya indikasi keterkaitan pendanaan kegiatan terorisme dengan biaya sertifikasi halal.

Sementara itu Komisi Kejahatan Australia mengeluarkan laporan pada November 2014 telah adanya kerjasama antara AUSTRAC dengan Kepolisian Federal Australia (AFP) soal keterkaitan kejahatan terorganisir dengan pendanaan terorisme.

"Tapi, Komisi Kejahatan Australia tidak menemukan adanya hubungan langsung antara industri sertifikasi halal dengan pencucian uang maupun dengan pendanaan kelompok-kelompok teroris," ujar Chris Dawson, Direktur Utama komisi.

Greg Fealy, pengamat Indonesia dari Australian National University (ANU) juga mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa MUI telah mendanai kegiatan terorisme. Tahun lalu, MUI bahkan mengeluarkan pernyataan keras mengutuk kelompok yang menamakan dirinya Negara Islam atau ISIS.

Program ABC Fact Check kemudian menanyakan sejumlah organisasi Islam untuk mengetahui untuk apa uang yang didapatkan dari penerbitan sertifikasi halal.

Direktur Utama Halal Australia, Muhammad Khan mengatakan bahwa sebagian keuntungan yang didapatkan disumbangkan kepada sekolah-sekolah Islam dan masjid agar mereka bisa membuat program bagi masyarakat luas, termasuk untuk sumbangan bagi rumah sakit anak-anak dan Dewan Kanker Australia.

"Kami bertanggung jawab penuh kepada warga miskin ... di sini [Australia] maupun di luar negeri [dan kami sumbangkan] melalui saluran yang tepat, misalnya Muslim Aid, Islamic Relief, organisasi internasional yang terdaftar," katanya.

Sementara itu Gaafar Mohammed dari organisasi yang bermitra dengan 11 masjid di Australia mengatakan bahwa komunitas Muslim di Australia bisa merasakan manfaat dari dana hasil penerbitan sertifikasi halal.

"Kita tidak mendanai masjid-masjid, tetapi kami menutupi biaya pengeluaran mereka, seperti listrik, air, dan hal-hal lain," ujarnya.

Dengan demikian, ABC Fact Check menyimpulkan bahwa tudingan Pauline Hanson itu sama sekali tidak terbukti.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejumlah Universitas di Sydney Diguncang Skandal Pelanggaran Akademik

Berita Terkait