jpnn.com - JAKARTA - Penguatan ideologi Pancasila serta penerapan hukum harus terus dilakukan. Hal itu berguna untuk mengatasi semua bentuk aksi terorisme dan radikalisme.
Selama ini, Pancasila dan sistem hukum Indonesia (KUHP dan UU Terorisme) mampu melindungi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman terorisme dan propaganda paham radikalisme.
BACA JUGA: Tas Kulit IPHONE Lebih Kondang Dibanding HP iPhone
"Pancasila sebagai ideologi negara idealnya mampu menanggulangi ancaman terorisme baik dari aspek pencegahan maupun deradikalisasi. Ditambah dengan hukum yang berlaku di Indonesia yaitu KUHP dan UU Terorisme, sudah sangat memadai untuk dilaksanakan dalam penegakan hukum terhadap para pelaku tindak pidana terorisme," jelas praktisi hukum Suhardi Somomoeljono, Kamis (5/5/2016).
Menurut Suhardi, para pelaku terorisme di Indonesia sebenarnya adalah korban teori konspirasi yang sengaja dimobilisasi pihak yang tidak menghendaki keberadaan NKRI.
BACA JUGA: Mengerikan! Abu Sayyaf Rilis Video Pemenggalan Kepala Sandera
Kondisi ini harus disikapi secara serius karena tujuan mereka jelas yaitu ingin mendirikan negara sendiri. Itu artinya mereka melawan pemerintah yang sah atau makar.
Dia menilai, keberadaan orang atau kelompok ini sangat lihai memanfaatkan berbagai elemen bangsa dengan mengadu domba satu dengan yang lain. Salah satunya adalah mempertentangkan antara ideologi Pancasila dan agama Islam. Padahal, Pancasila dan Islam itu sangat ampuh dengan nilai-nilai luhur dan ajaran-ajarannya.
BACA JUGA: Lucu tapi Berkesan: Foto Penambang Batu Bara, Sebelum dan Setelah Bekerja
"Pandangan yang mempertentangkan antara Pancasila dan Agama Islam adalah murni gagasan dari pihak-pihak yang anti NKRI, selaku negara yang berdaulat berdasarkan kemerdekaan 1945. Tidak menutup kemungkinan para teroris tersebut digunakan oleh pihak asing dalam rangka adu domba (devide et empera) memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia," jelas Suhardi.
Suhardi menilai, Pancasila sebagai ideologi bangsa dan sejiwa dengan agama Islam. Keduanya masih sangat ampuh untuk membentengi NKRI dari ancaman terorisme yang berkedok agama.
Karena itu, pemerintah dan negara secara proporsional harus terus melakukan pembinaan dan penguatan nilai-nilai ideologi Pancasila dan agama Islam di seluruh lapisan masyarakat. Hal itu demi memperkuat benteng NKRI.
Pancasila sebagai ideologi negara sejiwa atau tidak bertentangan dengan agama Islam.Para teroris yang masih mempertentangkan Pancasila dengan agama Islam wajib dibina secara serius oleh pemerintah secara proporsional.
Suhardi menegaskan, para teroris yang masih nekat melakukan perbuatan aksi terorisme dan radikalisme dengan modus operandi pengeboman bisa juga dijerat dengan perbuatan makar terhadap pemerintahan yang sah.
Dalam pandangannya, perilaku membunuh dan menghancurkan umat manusia dalam situasi di luar peperangan adalah perbuatan sesat dan keji. Aksi itu juga bertentangan dengan norma agama, terutama agama Islam serta tidak sesuai dengan ideologi Pancasila.
Karena itu, lanjut Suhardi, para penegak hukum d Indonesia tidak perlu ragu dan takut untuk menumpas setiap gerakan terorisme. Baik yang dilakukan oleh Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) maupun kelompok lainnya.
Menurutnya, anggota ISIS di Indonesia bisa ditangkap dan dihukum dengan menggunakan hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan ancaman nyata dari ISIS, kata Suhardi, sudah tidak waktu lagi bagi pemerintah Indonesia untuk bersikap lunak terhadap ISIS.
Sebab, tindakan ISIS ini di seluruh dunia ini sudah menjadi ancaman nyata, bukan mimpi atau konspirasi. Yang pasti, paham ISIS adalah bentuk kekerasan yang tidak dikehendaki oleh seluruh umat manusia.
“Risikonya sangat berat kalau tidak terus diam. Apakah kita ingin seperti Syria? Tentu tidak. Jadi pemerintah dan rakyat Indonesia harus segera melakukan tindakan nyata terhadap simpatisan apalagi orang yang pernah bergabung dengan ISIS di Syria. Jelas mereka adalah kelompok teroris,” kata Suhardi. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Abu Sayyaf Rilis Video 3 Sandera Memohon Bantuan
Redaktur : Tim Redaksi