jpnn.com, SURABAYA - Pelaksanaan simulasi ujian nasional berbasis komputer (UNBK) jenjang SMP rupanya tidak berlangsung menyeluruh di Surabaya.
Uji coba untuk mengecek kesiapan sarana UNBK itu tidak dilakukan oleh beberapa sekolah. Terutama sekolah swasta yang tidak memiliki sarana-prasarana memadai.
BACA JUGA: 4.000 Komputer Dibagikan, Siswa Diimbau Tak Ceroboh
Misalnya, pantauan Jawa Pos di SMP PGRI 8. SMP tersebut tidak memiliki satu pun fasilitas untuk UNBK. Salah satunya komputer. Karena itu, pihak sekolah tidak mengikuti simulasi.
"Kami belum siap," ujar salah seorang guru.
BACA JUGA: Mendikbud: Indeks Integritas Sekolah Meningkat Tajam
Untuk pelaksanaan UNBK, sekolah menyewa 15 unit komputer. Untuk menyewa komputer itu, sekolah mengeluarkan dana Rp 3,75 juta.
Belum lagi, lanjut guru tersebut, biaya sewa satu komputer server mencapai Rp 3 juta.
BACA JUGA: Mendikbud Klaim Integritas UN 2017 Jauh Lebih Baik
"Itu sudah sama teknisinya. Jadi kalau ada apa-apa, ada yang menangani," ujar guru tersebut.
Dengan biaya tersebut, sekolah terpaksa mendiskusikannya dengan wali murid.
Beruntung, para wali murid dapat mengerti kondisi sekolah. Karena itu, setiap anak mengumpulkan biaya Rp 190 ribu untuk bisa mengikuti UNBK.
Tahun ini kondisi yang sama sepertinya terulang.
Bahkan, hingga sekarang 15 komputer itu masih berada di sekolah. Semuanya ditempatkan di ruangan sempit berukuran 4 x 3 meter.
Rupanya, menurut guru tersebut, pihak rental belum mengambilnya. Sebab, sangat mungkin sekolah menyewanya lagi untuk UNBK mendatang.
"Hanya servernya yang diambil," imbuhnya.
Sebetulnya, pihak sekolah pernah menumpang di sekolah lain untuk melaksanakan UNBK.
Namun, sekolah yang ditumpangi tersebut mematok biaya sewa untuk setiap siswa.
Setidaknya, lanjut guru itu, biaya per siswa Rp 100 ribu. Setelah dihitung-hitung, hal tersebut merepotkan siswa dan guru.
Setidaknya harus ada transportasi untuk membawa siswa ke sekolah yang ditumpangi tersebut. Karena itu, sekolah memilih untuk menyewa komputer sendiri.
Siswa tidak perlu repot berangkat ke sekolah lain untuk menumpang. "Mereka juga lebih nyaman di sekolah sendiri," katanya.
Bukan hanya SMP PGRI 8 yang mengalami kesulitan. SMP Jalan Jawa juga demikian.
Sekolah tersebut tidak mengikuti simulasi. Sebab, memang tidak ada fasilitas untuk itu.
Meski demikian, sekolah tetap mengupayakan pelaksanaan UNBK dengan menyewa komputer.
Untuk yang lumayan bagus, sekolah mengeluarkan biaya sewa Rp 350 ribu per komputer.
Komputer yang dipinjam berjumlah 30 unit. Jumlah itu, lanjut salah seorang guru, sama dengan yang digunakan pada UNBK tahun sebelumnya.
Dengan kondisi yang belum banyak berubah, kata guru tersebut, tidak tertutup kemungkinan sekolah kembali menyewa komputer.
Sebab, 94 siswa harus tetap mengikuti UNBK pada 2018. Karena itu, sekolah harus mencari jalan keluar agar siswa tidak tertinggal.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya Ikhsan menuturkan bahwa saat ini seluruh sekolah pelaksana UNBK terus berkoordinasi dengan masing-masing subrayon.
Koordinasi tersebut bertujuan untuk mengetahui sekolah mana saja yang membutuhkan penanganan perihal kesiapan UNBK.
Sejak Senin (20/11), Ikhsan menyatakan, seluruh simulasi berjalan lancar. Sekolah sudah mampu menyelenggarakan ujian.
"Seluruhnya berjalan lancar. Tidak ada kendala," jelasnya.
Saat ditanya soal penyewaan komputer oleh sekolah yang belum memiliki sarpras, Ikhsan mengatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan.
Anggaran untuk penyewaan komputer itu bisa diambil dari dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Selain menyewa, jika belum memiliki jumlah komputer sesuai dengan kebutuhan, sekolah bisa meminjam laptop dari siswa atau wali murid.
Tentu, peminjaman itu harus berdasar kesepakatan kedua pihak.
Usulan peminjaman laptop bagi sekolah yang belum memiliki sapras tersebut juga diperbolehkan oleh pusat.
Ikhsan menambahkan, untuk mempersiapkan UNBK 100 persen, dispendik telah menyiapkan tiga skema yang bisa dipilih sekolah.
Pertama, sekolah bisa menyelenggarakan secara mandiri dengan mempertimbangkan kecukupan sarpras yang ada.
Kedua, jika tidak memiliki sarana dan prasarana yang sesuai dengan jumlah peserta UNBK, sekolah bisa menggabung dengan satu yayasan.
Skema kedua itu bisa dilakukan sekolah swasta yang biasanya memiliki banyak jenjang pendidikan dalam satu yayasan.
Misal, satu yayasan memiliki jenjang pendidikan dari SD, SMP, hingga SMA/SMK. Ketika UNBK berlangsung, siswa SMP di yayasan tersebut bisa meminjam saspras yang ada di SMA/SMK.
Langkah tersebut bisa dilakukan lantaran jadwal pelaksanaan UNBK di setiap jenjang pendidikan berbeda. "Jadi, bisa gantian pakai sarprasnya," terangnya.
Skema ketiga, dispendik akan menggunakan sistem wilayah untuk SMP yang belum memiliki sarpras lengkap. Sekolah tersebut bisa menggabung di SMP lain yang lokasinya berdekatan.
"Dengan ini, seluruh sekolah bisa menyelenggarakan UNBK," jelasnya. (kik/elo/c6/git/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Empat Jam sebelum UNBK, Komputer Sekolah Dicuri
Redaktur & Reporter : Natalia