"Tidak Waktunya Lagi Menteri Ongkang-ongkang di Belakang Meja"

Minggu, 09 November 2014 – 08:27 WIB
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel. Foto: dok.JPNN


AKHIR - akhir ini Rachmat Gobel harus sering keluar masuk pasar tardisional untuk  sidak maupun memantau harga beras, bawang, cabai dan sayur mayur.

Rutinitas itu berbalik 180 derajat dibanding saat dirinya masih menjadi Presiden Komisaris PT Panasonic Gobel Indonesia.
    
Sejak dilantik sebagai Menteri Perdagangan pada 27 Oktober 2014 lalu, Rachmat memang langsung meninggalkan jabatannya di beberapa perusahaan besar, seperti Komisaris Independen di Group Sinarmas, Komisaris PT Indosat Tbk, Komisaris Utama PT Visi Media Asia Tbk, Komisaris Utama PT Nusantara Parkerizing dan Wakil Komisaris Utama PT Parker Metal Treatment Indonesia.
    
Rachmad tidak segan-segan menapaki jalanan sempit becek dan bau untuk mengetahui secara langsung kondisi pasar-pasar tradisional, tidak hanya di Jakarta tetapi juga di luar Jawa.

BACA JUGA: Jonan: Kalau Ada yang Ribut, Saya Layani

Dia mengaku aksi blusukan itu sudah waktunya dilakukan oleh Menteri-Menteri di Kabinet Kejra Presiden Jokowi. "Tidak waktunya lagi menteri ongkang-ongkang di belakang meja," tukasnya.
    
Pernah dalam sehari Mendag melakukan blusukan di dua pasar sekaligus, yaitu di Pasar Induk Kramat Jati dan dan Pasar Santa. Sidak tengah malam seperti itu, kata Rachmat, sudah bisa ia lakukan sebelumnya.

"Dulu saya sering lihat-lihat toko-toko elektronik, saya kan mesti tahu dan dengar keluhan di toko seperti apa. Sama karyawan toko juga, minta masukan apa yang harus dijual," ungkapnya.
     
Gobel mengaku tidak ada sesuatu yang berat dalam menjalani aksi blusukan. Meskipun pasar yang didatanginya sekarang berbeda. Bila sebelumnya hanya took elektronik, sekarang pasar tradisional.

BACA JUGA: Susi Langsung Bikin Pejabat Tegang

"Biasa, nggak ada yang berat. Pasarnya saja yang beda, dulu cuma elektronik sekarang lihat cabai. Tapi itu menarik buat saya. Ada sesuatu yang baru saya lihat, ilmu yang saya miliki bisa diterapkan juga," lanjutnya.
     
Kebijakan kontroversial pertama yang dia keluarkan adalah menaikkan target ekspor non-migas hingga 300 persen dari saat ini. Padahal, kondisi perekonomian global dan nasional kurang mendukung.

Terbukti, Menteri Perdagangan sebelumnya, Muhamad Lutfi jutsru menurunkan target ekspor tahun 2014 sebesar lima persen. "Ini untuk mengejar angka ketertinggalan saja," kata Rachmat.
     
Tentu itu bukan hal yang mudah bagi jajarannya. Seorang Dirjen yang ditanya wartawan hanya bisa mengangkat bahu tanda pasrah atau tak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengejar target itu.

BACA JUGA: Dua Isu Sensitif, Tetap Pakai Innova Putih

Rachmat secara santai menyatakan di sebuah forum seminar bahwa jajarannya yang harus berfikir soal itu. "Saya yang tentukan angkanya, kalian yang cari caranya," tukasnya.
     
Target lain yang sepertinya sulit diwujudkan adalah pembangunan 5.000 pasar tradisional dalam lima tahun kedepan. Hal itu sesuai janji Presiden Jokowi saat kampanye pemilu beberapa waktu lalu. Saat ditanyai mengenai hal itu, Gobel mengaku masih mempelajari rencana itu.

"Nggak bisa buru-buru karena itu harus difikirkan, di mana tempatnya, anggarannya berapa," sambungnya.
     
Rachmat juga akan menghapus sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang selama bertahun-tahun diterapkan oleh Menteri Perdagangan sebelumnya. Tahun depan, ekspor mebel tidak perlu lagi mengurus SVLK yang bertujuan untuk mengetahui asal usul kayu yang dipergunakan.

Dia juga menargetkan swasembada beras bisa tercapai di tahun 2017 dan mengurangi impor gula.

Mantan Menteri Perdagangan, Muhamad Lutfi menilai Rachmat Gobel memiliki banyak pengalaman yang banyak untuk mengurusi sektor perdagangan. Rachmat juga beberapa kali didapuk menjadi salah satu juri Primaniyarta, ajang apresiasi bagi eksportir berprestasi.

"Pak Rachmat bisnisman handal dengan jaringan internasional yang bagus. Dalam bisnisnya, dia juga mengerti pasar domestik,"  tuturnya.
     
Mengenai kebijakan-kebijakan Rachmat yang dinilai cukup bombastis, Lutfi menilai hal itu tidak bisa dipisahkan peran Rachmat sebagai Menteri dari Presiden Jokowi. Dalam artian, setiap kebijakan Menteri merupakan pengejawantahan instruksi Presiden.

"Ya itu kan mesti lihat Menteri dalam eksekusi arahan dari pemerintah vis a vis Presiden," kata Lutfi melalui pesan singkatnya. (wir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hanif Dhakiri, Tahu Betul karena Ibunya Enam Tahun jadi TKI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler