Warga Indonesia yang berada di Palestina mengatakan kondisi di Gaza saat ini “sudah kondusif”, setelah gencatan senjata antara Hamas dan Israel dengan mediasi Mesir pada 20 Mei lalu.

Fikri Rofiul Haq saat ini berada di Gaza sebagai relawan yang bekerja dengan lembaga medis dan kemanusiaan MER-C.

BACA JUGA: Ini Alasan Melbourne Perpanjang Lockdown

Lembaga ini memiliki rumah sakit di Bayt Lahiya, Gaza yang dibangun dengan dana dari bantuan warga di Indonesia.

Selama 11 hari Gaza mengalami serangan oleh pihak militer Israel yang menewaskan lebih dari 200 orang menurut Kementerian Kesehatan Palestina, termasuk 59 anak-anak.

BACA JUGA: Lockdown Keempat di Melbourne Telah Merugikan Banyak Pekerja Lepasan

Sementara kelompok Hamas membalas serangan dengan tembakan roket ke selatan Israel yang dilaporkan menewaskan 12 orang.

“Setelah gencatan senjata ini memang masyarakat Gaza sudah kembali melakukan aktivitasnya dengan normal,” kata Fikri.

BACA JUGA: Dengan Cara Ini Ridwan Kamil Bantu Warga Palestina, Keren

“Pemerintah Gaza sendiri sudah melakukan pembenahan terhadap bangunan-bangunan yang runtuh, yang banyak menutupi akses kendaraan, terutama roda empat.”

Kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia, Fikri menceritakan suasana arus kendaraan sudah kembali terlihat ramai, bahkan seringkali mengalami kemacetan karena banyak penutupan jalan.

“Yang sangat diprihatinkan adalah lebih dari 10 ribu masyarakat Gaza kehilangan tempat tinggal, di mana 1.750 hancur total dan 7.200 rumah mengalami kerusakan, sehingga sampai sekarang banyak warga Gaza yang masih mengungsi di beberapa sekolahan milik PBB.”

Ratusan ribu warga Gaza saat ini juga kesulitan mendapatkan akses air bersih.

“Tapi kabar baiknya sejumlah bantuan dari pihak Mesir sudah masuk ke Jalur Gaza, termasuk obat-obatan dan sejumlah uang diperuntukkan kepada warga Gaza," jelasnya.

"Bantuan juga diberikan beberapa organisasi di Gaza, berupa sembako dan makanan siap saji.”

Fikri menegaskan masyrakat Gaza berharap tidak ada lagi peperangan di masa depan setelah gencatan senjata.

“Peperangan ini selalu merengut banyak korban jiwa, terutama dari pihak sipil karena banyak sekali fasilitas-fasilitas hancur yang dimiliki warga Gaza,” ujar Fikri.

“Pemerintah harus segera kembali membangun fasilitas tersebut yang memang memakan waktu tidak sebentar dan mereka sangat berharap kepada dunia untuk membantu menyelesaikan penjajahan bangsa Israel ini terhadap bangsa Palestina, tahun demi tahun Israel masih terus memperluas wilayahnya.” Apa yang bisa dibantu warga Indonesia?

Fikri sudah setahun tinggal dan bekerja menjadi relawan di Jalur Gaza bersama dua warga negara Indonesia lainnya.

“Sebelum berangkat ke Palestina, saya sudah sering melihat berita konflik-konflik di Palestina, tetapi hanya melihat saja lewat media,” ujarnya.

“Tetapi ketika sudah di jalur Gaza dan di bulan Ramadan kemarin terjadi konflik besar-besaran, saya semakin merasakan betapa sulitnya warga Gaza menghadapi serangan-serangan dari Israel.”

Fikri menceritakan jika dua gerbang menuju Jalur Gaza, yang dikuasai Pemerintah Mesir dan Pemerintah Israel, hanya dibuka beberapa hari dalam sebulan.

Fikri mengatakan untuk bisa masuk ke Jalur Gaza, ia membutuhkan izin dari Pemerintah Mesir dan ia sempat menunggu enam bulan lamanya untuk mendapatkan izin tersebut.

“Tidak semua yang ingin keluar masuk Jalur Gaza diperbolehkan,” kata Fikri.

“Kita yang masuk lewat gerbang Rafah di Mesir memang tidak bisa keluar [dari Gaza] untuk bisa ke Masjid Al Aqsa karena harus melewati wilayah yang dikuasai Israel.”

Dengan sulitnya memasuki Jalur Gaza, tidaklah mudah bagi mereka yang ingin menjadi relawan di daerah tersebut.

“Untuk berangkat ke Palestina, terutama ke Jalur Gaza ini sendiri sangat susah sekali.”

Karenanya menurut Fikri yang bisa dilakukan bagi warga yang ingin membantu adalah dengan menyuarakan Palestina.

“Siapa saja yang menyuarakan Palestina, menurut saya itu sudah sangat membantu, baik di dunia media sosial atau di dunia nyata.” Kerusakan rumah sakit Indonesia kedua kalinya

Fikri mengatakan rumah sakit Indonesia yang berada di Bayt Lahiya, Gaza utara sudah dua kali terkena dampak dari serangan Israel.

Pada hari Rabu, 19 Mei lalu, rumah sakit tersebut juga terkena dampak dari serangan roket Israel.

“Ruang administrasi dan lahan parkir mengalami kerusakan, tapi [serangan yang kedua] kerusakannya cukup berat di mana atap di lantai tiga dan empat runtuh dan ada CCTV yang rusak.”

Kapasitas rumah sakit yang dibangun oleh lembaga Mer-C ini memiliki 19 ruang rawat inap dan 100 kapasitas tidur, jelas Fikri.

Saat serangan Israel terjadi, rumah sakit ini sempat merawat warga di wilayah Gaza yang terdampak, termasuk 43 orang yang telah meninggal dan 506 orang yang terluka.

Tidaklah mudah bagi Fikri dan dua relawan dari MER-C saat bertugas membantu warga Palestina dengan apa yang mereka lihat dari dampak serangan.

“Kami menjaga perasaan kami sedih yang sedih bercampur marah," katanya.

“Tapi kami satu tujuan, yaitu ingin memerdekakan Palestina.”

“Sehingga suasana kami selalu semangat untuk membantu masyarakat Palestina sendiri.”

BACA ARTIKEL LAINNYA... Melbourne Sudah 4 Kali Lockdown Gegara Corona, Kesalahannya Selalu Sama

Berita Terkait