Tidur saat Sidang, Hakim Kasus Chevron Diadukan ke KY

Sabtu, 20 Juli 2013 – 06:16 WIB
JAKARTA - Pengaduan soal ketidakpuasan dan dugaan tidak profesional atas hakim terus berdatangan ke Komisi Yudisial (KY). Yang terbaru, PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) melaporkan hakim pengadilan tipikor Antonius Budi Antono yang baru saja menghukum terdakwa kasus korupsi penyalahgunaan dana proyek bioremidiasi.

Kuasa hukum terdakwa kasus bioremidiasi PT CPI Maqdir Ismail mengatakan, kedatangannya ke KY bermaksud melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan penyimpangan perilaku hakim Antonius, seperti dirasakan kliennya yang merupakan terdakwa kasus bioremediasi, Bachtiar Abdul Fattah.

Salah satunya terlihat saat Antonius yang merupakan ketua majelis hakim dalam perkara itu mengubah tanggal penetapan masa penahanan dalam surat dakwaan kliennya. "Kami laporkan mengenai kesalahan hakim Antonius terkait perpanjangan penahanan terhadap Bahctiar Abdul Fattah yang ditandatangani tanggal 28 Mei, tetapi berlaku sejak 22 Mei," ujar Maqdir setelah melapor ke KY, Jumat (19/7).

Memang, kemudian kesalahan tersebut diperbaiki. Meski begitu, kata Maqdir, hal seperti itu tidak boleh terjadi karena terindikasi ada iktikad tidak baik dan dinilanya melanggar hak asasi manusia (HAM). "Sepanjang 22 sampai 28 Mei (penahanan) ini sama dengan perampasan kemerdekaan orang," sesalnya.

Dugaan pelanggaran kode etik dua hakim lain juga disampaikan kepada KY. Laporan langsung diterima oleh Ketua KY Suparman Marzuki. Akan tetapi, pengaduan itu belum disampaikan secara tertulis. "Baru secara lisan. Misalnya, hakim yang tidur dan hakim yang membuat keputusan ini tertidur. Sekitar dua sampai tiga hari ke depan akan kami sampaikan secara resmi," terusnya.

Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar mengatakan, berbagai dokumen sudah diserahkan oleh CPI, termasuk foto-foto hakimnya. "Foto-foto hakim yang di dalam persidangan tertidur dan lainnya," ujarnya.

Berdasar informasi Suparman, kata Asep, terkait dengan berbagai perilaku yang dilakukan para hakim saat sidang dan itu melanggar etika, bisa dilakukan langkah cepat oleh KY. "Apalagi yang sudah ada bukti-bukti cukup jelas," ujarnya.

Sebaliknya, terkait kesalahan tanggal sehingga memperpanjang penahanan terdakwa, menurut Asep, KY membutuhkan waktu untuk pembuktian. Kalaupun memang sudah nyata kesalahan itu terjadi, belum tentu masalahnya pelanggaran kode etik hakim. "Apakah ada pelanggaran kode etik? Kalau isu tentang teknis dan substansi putusan, (penanganannya) bukan kewenangan kita," ucap Asep.

KY mengimbau semua hakim supaya saat menangani sidang menunjukkan profesionalitas. "Termasuk juga salah satunya menuju persidangan dengan konsentrasi penuh. Tidak pada tempatnya juga hakim dalam persidangan tertidur," sindirnya.

Hakim juga dituntut untuk menjaga kewibawaan, terutama dalam sidang. Salah satunya, bahasa tubuh dan bahasa verbal sesuai dengan kepantasan. (gen/c1/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... IDI Kampanye ke Anak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler