Tiga BUMN Farmasi Terindikasi Boros

Senin, 04 Juni 2012 – 11:03 WIB
JAKARTA - Sekretaris Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus mengatakan dari Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) farmasi yakni Biofarma, Kimia Farma Tbk dan Indofarma Tbk terlihat betapa rapuhnya tiga persero itu.

"Pemeriksaan BPK dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dari tahun buku 2008 hingga 2010 terhadap tiga persero farmasi bertolak belakang dengan iklan-iklan yang mereka lakukan seakan-akan menunjukkan bahwa kondisi kefarmasian Indonesia sangat sehat. Sementara BPK menemukan dugaan pembosoran anggaran," kata Iskandar Sitorus, kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/6).

Karena begitu hebatnya pencitraan yang mereka bangun, lanjut Iskandar Sitorus, mendorong Kementerian BUMN bersemangat merancang holding BUMN Farmasi. Padahal yang terjadi sebaliknya.

Di PT Biofarma misalnya. Ada beberapa proses yang salah dalam pengadaan barang dan jasa. "Pengadaan barang dan jasa tahun 2008 dan 2009 (Semester I) senilai Rp9.218.590,000,00 dilaksanakan Direksi Bioframa tidak melalui proses pemilihan langsung/proses pelelangan," ungkap Iskandar Sitorus.

Pengadaan tersebut merupakan pembelian berulang (repeat order) namun pembelian sebelumnya juga dilaksanakan melalui penunjukan langsung, tetap saja bukan pemilihan langsung sebagaimana yang dipersyaratkan perundang-undangan, imbuhnya.

‎​Demikian juga soal pembayaran biaya representasi PT Kimia Farma dan PT KFTD sebesar Rp4.838.840.000,00 tidak sesuai ketentuan, sehingga PT Kimia Farma rugi minimal sebesar Rp1.160.010.000,00 atas pembayaran biaya representasi kepada Direksi dan Manajer, ujar Iskandar Sitorus.

"Terjadi pengeluaran PT KFTD minimal sebesar Rp3.678.830.000,00 untuk pembayaran biaya representasi Direksi dan Manajer tidak dapat diyakini keabsahannya," tegasnya.

Hal itu terjadi disebabkan Direksi PT Kimia Farma dan PT KFTD membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tegasnya.

Selain itu ada perjanjian pengolahan bahan baku kina menjadi garam kina dengan ASN Tahun 2010 berpotensi merugikan PT Kimia Farma minimal sebesar Rp484.690.000,00 juta. Permasalahan tersebut disebabkan Direksi PT KF dalam menetapkan harga jual jasa maupun produk kina, khususnya kulit kina succirubra tidak mempertimbangkan tingkat keuntungan.

Bahkan BPK menemukan pengadaan satu unit mesin filling sachet Horizontal STE-14D merugikan PT Kimia Farma dan pencatatan hutang kepada PT Asco Kemasindo tidak sesuai ketentuan, sehingga PT Kimia Farma mengalami kerugian minimal Rp110.960.000,00 serta akun aset lain-lain dan hutang dagang PT Kimia Farma per 31 Desember 2009 lebih saji (overstated) sebesar Rp443.840.000,00, tuturnya.

"Sedemikian parahnya manajemen PT Kimia Farma, untung Kementerian BUMN bulan lalu melengserkan jajaran direksinya," tegasnya Iskandar Sitorus.

Terakhir Iskandar Sitorus berharap Kementerian BUMN mengkaji ulang model Holding yang sedang dibahas kantor Kementerian BUMN dengan model Merger murni, yang dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan agar model Holding PTPN yang banyak mengandung kesalahan dan protes stake holder BUMN karena sebelumnya tidak diaudit total oleh BPK RI tidak akan terulang lagi.

"Apalagi Kementerian BUMN hanya akan mengholdingkan antara PT Kimia Farma dan PT Indofarma, itu tentu menimbulkan pertanyaan, lantas bagaimana dengan PT Biofarma?" pungkas Iskandar Sitorus. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP-Golkar Tolak Interpelasi Grasi Corby

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler