Tiga Jam Bersama Duo Bali Nine di Nusakambangan

Sabtu, 07 Maret 2015 – 20:22 WIB
Duo Bali Nine Myuran Sukumaran (kiri) dan Andrew Chan. FOTO: dok/jpnn.com

jpnn.com - PARA kuasa hukum para terpidana mati harus berupaya keras masuk ke Lapas Besi, di Nusakambangan untuk menemui para kliennya yang tak lama lagi bakal dieksekusi. Setelah mendapatkan izin khusus, mereka akhirnya bisa menemui para kliennya, Jumat (6/3). Wartawan Jawa Pos Ilham Wancoko juga ikut masuk. 

Sebelum masuk ke lapas, rombongan harus melewati tanjakan. Posisi Lapas Besi cukup tinggi. Setelah rombongan turun dari mobil, sipir (petugas penjara/lapas) langsung membuka pintu. Tanpa basa-basi mereka meminta tamu digeledah. Tidak terkecuali perempuan, salah seorang perwakilan Kedubes Australia.

Setelah digeledah, pukul 11.40 rombongan diarahkan ke pos penjaga berukuran sekitar 6 x 3 meter di tengah lapas. Ruangan tersebut terbagi dua: satu ruangan kecil dan satu ruangan agak besar. Di ruangan itulah tampak tiga sosok lelaki yang sedang duduk. Mereka adalah dua sindikat Bali Nine: Andrew Chan dan Myuran Sukumaran serta Raheem Agbaje. Ketiganya terpidana mati yang masuk daftar eksekusi gelombang kedua.

Andrew saat itu memakai topi. Dia juga mengenakan kostum sebuah klub basket berwarna hitam dan celana pendek gelap. Di sampingnya, Myuran memakai kaus hijau army dan celana panjang putih. Di hadapan mereka duduk lelaki berkulit hitam Raheem yang mengenakan kaus tim nasional Brasil dan bercelana jins.

Andrew dan Myuran sama sekali tidak tampak panik atau gusar. Dengan senyum tipis, keduanya menyambut para kuasa hukum dan perwakilan Kedubes Australia. Keduanya menjabat tangan semua kuasa hukum. Raheem juga tampak sangat tenang. Mukanya menunjukkan bahwa dia sangat siap dengan kondisi apa pun, termasuk eksekusi mati.

Tidak berapa lama, karena pos penjaga itu penuh sesak, akhirnya rombongan kedubes dan duo Bali Nine pindah ke ruang pembinaan. Jaraknya sekitar 20 meter dari pos penjagaan tersebut. Saat itu Raheem bersama kuasa hukumnya tampak bercengkerama. "Terima kasih sudah datang berkunjung. Pasti sangat sulit dan jauh untuk ke lapas ini," ujar Raheem.

Utomo Karim, kuasa hukum Raheem, saat itu mengatakan, ada salam dari kekasih Raheem, Angela. Tidak berapa lama mereka larut dalam pembicaraan. Wartawan Jawa Pos lalu menuju ruang pembinaan, tempat Andrew dan Myuran sedang mengobrol dengan perwakilan kedubes. Andrew dan Myuran tampak begitu ramah. Sesekali mereka tertawa sangat lepas.

Andrew terlihat begitu riang, sedangkan Myuran sedikit pendiam. Meski juga sering tersenyum. Sepanjang lengan Andrew dipenuhi tato. Walau begitu, dia tidak tampak seperti seorang pelaku kriminal. Bahkan, dia tampak lebih seperti seniman. Di tengah pembicaraan, Andrew membuka topinya, memperlihatkan rambutnya yang cukup panjang terurai. Dia terlihat sedikit kepanasan dan menggunakan topinya untuk mengipas-kipas.

Tidak berapa lama, tampak seorang perempuan tua berkacamata yang membawa beberapa bungkusan plastik besar berwarna putih masuk ke ruang pembinaan. Perempuan itu ternyata membagikan nasi bungkus dan minuman. "Ini nasi bungkus. Hanya ini yang bisa didapat di sekitar Lapas Besi," ujarnya kepada Andrew dan Myuran.

Langsung saja keduanya menerima nasi bungkus tersebut. Di dalam nasi bungkus itu ada tempe dan sepotong ayam. Sebelum ma­kan, mereka menawari wartawan Jawa Pos untuk makan. "Ayo makan," ujar Andrew sambil menaikkan nasi bungkusnya tanda mengajak.

Dengan lahap mereka memakan nasi bungkus tersebut sembari sesekali mengobrol. Myuran yang juga makan nasi bungkus yang sama tampak lebih cepat menghabiskan makanannya. Beberapa saat kemudian Myuran kembali mengambil sebuah nasi bungkus. "Saya mau nambah," ucapnya sembari terkekeh.

Tidak lama kemudian mereka membicarakan hal yang cukup serius. Namun, pembicaraan itu sangat lirih sehingga tidak ter­dengar meski dari jarak kurang dari 1,5 meter. Seorang rohaniwan yang juga berada di tempat yang sama sempat berceletuk kepada sipir yang melewati ruangan tersebut. "Saya mau minta dilukis sama mereka. Mereka jago melukis," ujarnya.

Jarum jam menunjuk pukul 14.30. Andrew dan Myuran tampak tidak lagi membicarakan sesuatu dengan perwakilan kedubes. Namun, petugas penjara tampak sudah bersiap-siap membatasi waktu kunjungan.

Kepada Jawa Pos, Myuran mengatakan sangat senang dipindah ke Lapas Besi. "Sepertinya menyenangkan di sini," ungkapnya sembari melambaikan tangan ke Andrew. Salah seorang perwakilan kedubes lalu kembali mengajak ngobrol Andrew.

Saat ditanya soal pesannya kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia, Myuran langsung mengernyitkan dahi. "Aku tidak (mau) bicara soal itu," ucapnya. Dia lalu memanggil salah seorang perempuan perwakilan Kedubes Australia. Perempuan tersebut langsung menjelaskan bahwa pernyataan keduanya sangat sensitif. Sehingga jangan bertanya macam-macam. "Maaf, tapi jangan seperti ini," tutur perempuan bule itu dalam bahasa Indonesia. Akhirnya, sekitar pukul 15.00, kunjungan ke Lapas Besi selesai.

Sementara itu, menjelang eksekusi mati gelombang kedua, jumlah kunjungan ke Nusakambangan meningkat. Kemarin (6/3) beberapa kuasa hukum serta keluarga terpidana mati terus berdatangan. Konsul Jenderal Australia di Bali Majel Hind juga terlihat di Dermaga Wijaya Pura.

Majel datang sekitar pukul 11.00 dengan mengendarai mobil Toyota Innova hitam. Dia datang bersama tim kuasa hukum Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Tidak ada pernyataan dari perempuan yang saat itu mengenakan kemeja putih lengan panjang tersebut. Dia langsung menuju pos penjagaan dermaga.

Majel sempat menunggu beberapa menit. Setelah melapor, dia beserta rombongan bergegas naik ke kapal Pengayoman, lalu menyeberang ke Pulau Nusakambangan .

Selang setengah jam, giliran istri serta saudara Sylvester Obiekwe Nwolise, Fatimah dan Novarita, yang datang ke Dermaga Wijaya Pura. Keduanya menumpang taksi dari hotel tempat mereka menginap. Fatimah, istri warga negara Negeria itu, tampak menutupi wajah dengan selendang.

Dalam kesempatan itu, Novarita juga mengatakan kepada Sylvester bahwa eksekusi tidak akan dilakukan pekan ini. Sebab, kuasa hukumnya sedang berjuang mengajukan PK di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Novarita menjelaskan, pria yang ditangkap lantaran membawa 1,2 kilogram heroin pada 2003 itu tetap optimistis PK akan dikabulkan hakim. "Dia berharap ada mukjizat," tuturnya. (idr/aph/far/end)

BACA JUGA: Lima Karung Koin Segera Diserahkan ke Tony Abbott

BACA ARTIKEL LAINNYA... Astaga… 11 Orang Rimba Meninggal, 8 di Antaranya Balita


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler