JAKARTA - Tiga lapangan gas dengan total potensi produksi 130 juta kaki kubik per hari (mmscfd) telah mulai berproduksi di kuartal I-2012. Ketiga lapangan itu, yakni Lapangan APN E&F di Blok Offshore Northwest Java (ONWJ) dengan operator Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ, Lapangan Wortel di Blok Sampang dengan operator Santos (Sampang) Ltd, dan Lapangan Tembang Subsea di Blok B dengan operator ConocoPhillips Indonesia.
"Lapangan-lapangan gas ini sudah mulai onstream di kuartal satu 2012. Kita berharap proyek-proyek ini dapat memberikan tambahan pasokan gas untuk domestik," kata Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Gde Pradnyana di Jakarta, Senin (20/5).
Lapangan APN E&F dan Lapangan Tembang Subsea memproduksi gas dengan potensi masing-masing sebesar 50 dan 40 mmscfd. Sementara potensi produksi dari Lapangan Wortel ditargetkan bisa mencapai 40 mmscfd untuk gas, 500 bpd untuk minyak, dan 250 bpd untuk kondensat.
Di luar tiga lapangan gas tersebut, proyek hulu migas lain yang rampung di kuartal I-2012 adalah pemasangan pipa penyalur minyak (transfer line) dari Lapangan Tampi, Blok Merangin Dua, di Musi Rawas, Sumatera Selatan. Lapangan yang dioperasikan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Sele Raya Merangin II ini sebenarnya sudah mulai berproduksi 2010 lalu, hanya saja selama ini minyak dari lapangan ini diangkut ke pelabuhan terdekat dengan menggunakan truk dan terbatasnya fasilitas jalan membuat pengangkutan sering mengalami kendala.
Selesainya pemipaan ini diharapkan dapat menaikkan produksi minyak dari lapangan tersebut dari sebelumnya sekitar 1.300 bpd menjadi 1.900 bpd.
Gde menambahkan, penyelesaian proyek-proyek hulu migas tepat waktu merupakan kunci untuk segera menambah pasokan minyak dan gas nasional. Menurutnya, BP Migas sebagai badan yang mengawasi bisnis hulu migas telah melakukan beberapa upaya untuk memastikan proyek dapat selesai tepat waktu.
Misalnya saja, telah dibentuk Komite Manajemen Proyek dan Pemeliharaan Fasilitas produksi. Komite yang berisi 88 tenaga ahli dari BP Migas dan KKKS ini bertugas memberi masukan bagi BP Migas dalam membuat keputusan terkait pengawasan manajemen proyek dan kegiatan pemeliharaan fasilitas produksi.
Komite akan menjadi forum peer review terhadap keputusan yang akan diambil oleh BP Migas atas usulan KKKS. Tujuannya untuk mencegah keterlambatan penyelesaian proyek dan pembengkakan biaya serta mengurangi unplanned shutdown.
Selain itu, secara internal, juga telah dibentuk dinas baru yang akan melakukan monitoring terhadap plan of development (POD), sehingga progres pelaksanaan proyek dapat dimonitor sedari awal. Akan tetapi, di luar usaha-usaha tersebut, Gde menambahkan kendala penyelesaian proyek sering kali berasal dari faktor eksternal. Untuk tahun ini, pihaknya telah mengidentifikasi bahwa masalah pembebasan lahan masih menjadi kendala utama penyelesaian proyek hulu migas tepat waktu.
"Masalah ini tentunya tidak bisa selesai jika hanya ditangani BP Migas. Kami mengharapkan semua stakeholder mendukung kami untuk menyelesaikan proyek-proyek hulu migas tepat waktu," ucapnya. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana Cadangan Hasil Pinjaman
Redaktur : Tim Redaksi