Tiga Poin Penting Hasil Musyawarah Kerja HIMPUH

Kamis, 27 September 2018 – 07:30 WIB
Musyawarah Kerja HIMPUH. Foto: Istimewa for JPNN.com

jpnn.com, BANDUNG - Musyawarah Kerja (Muker) Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH) tahun 1440H/2018 M menghasilkan beberapa poin yang telah dimusyawarahkan bersama.

Pertama, yang paling menjadi sorotan adalah soal VFS Tasheel yang diklaim mewakili Arab Saudi untuk memberlakukan aturan baru soal pengurusan visa di Kedutaan Arab Saudi. Di mana mengharuskan setiap calon jemaah umrah untuk melakukan biometric, yakni rekam sidik jari dan retina mata sebagai persyaratan pengajuan pengurusan visa.

BACA JUGA: Pesan Dirbina Haji dan Umrah pada Peserta Muker HIMPUH

“Kami menolak VFS. Karena itu tidak jelas dasar hukumnya. Mungkin dalam waktu dekat kami akan bereaksi juga ke Kedutaan Arab Saudi,” ujar Ketua Steering Committee Muker HIMPUH Budi Rianto usai penutupan Muker di Intercontinental Hotel, Bandung, Selasa (25/9).

Kedua, terkait dengan regulasi-regulasi di bidang umrah, HIMPUH meminta ada tinjau ulang oleh Kementerian Agama (Kemenag).

BACA JUGA: Ada Dispensasi Moratorium Izin Umrah

“Baik itu soal Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umroh dan Haji (SIPATUH) Kemenag, akreditasi serta sertifikasi. Bukan kita menolak, tetapi ada langkah-langkahnya yang dilewati. Sehingga, dalam waktu bersamaan semuanya harus siap,” kata Budi yang juga Wakil Ketua Bidang Hukum HIMPUH.

Ketiga, Budi menambahkan, yang paling penting bagi HIMPUH, adanya kesepakatan untuk peningkatan SDM para anggota. SDM para anggota akan ditingkatkan, begitu juga perusahaan. Karena itu sebuah kedigjayaan di era persaingan ini. Sehingga, mau tidak mau harus dilakukan. Termasuk peningkatan kapasitas pengusahanya sendiri, baik itu dari segi bahasa Arab dan lainnya.

BACA JUGA: Eggy Sudjana Resmi Pimpin Organisasi Pengawas Umrah dan Haji

Selain itu, Budi juga berharap ke depannya, penyelenggaraan umrah dan haji khusus ini bisa lebih baik. “Terutama yang kami harus tegaskan adalah, mereka yang tidak berizin. Perlu dicermati juga, mereka-mereka yang sudah masuk ke pasar ini, tetapi mereka berada di luar ini. Contoh misalnya, bagaimana Kemenag melihat orang-orang yang membikin market place, mereka bikin jualan umrah dari beberapa provider. Namun dia sendiri tidak memiliki izin di bidang itu tapi dia punya marketnya. Itu bagaimana?,” paparnya.

Menurut Budi, masuknya perusahaan atau lembaga asing yang menempatkan Indonesia sebagai market placenya juga harus menjadi perhatian dari para regulator. Karena ada kemungkinan lembaga atau perusahaan di Arab Saudi masuk ke Indonesia, walaupun tidak masuk secara fisik, tapi melalui website.

"Mereka bikin online sistem seperti yang dibuat ‘Saudia’ saat ini, mereka bikin umrah by Saudia. Dia punya pesawat, dia punya pemerintahan untuk urus visanya, dan dia punya local partner yang bagus, bagaimana? Nah, ini juga disruption yang luar biasa. Jadi, kami berharap sama-sama dengan pemerintah untuk membicarakan ini supaya bisnis ini kondusif tidak hanya dari sisi aturan tapi juga suistainablenya,” ungkapnya.

Untuk itu, Budi menegaskan, hasil Muker HIMPUH ini akan secepatnya diserahkan kepada Drektorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kemenag. Apalagi saat ini para asosiasi telah bergabung dalam satu wadah yang bernama Permusyawaran Antar Syarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (PATUHI).

"Jadi kami akan berkoordinasi terkait keputusan hasil Muker dan akan menyampaikannya kepada regulasi, apa yang jadi permintaan dan harapan anggota, sehingga nanti kita bisa duduk bersama dengan teman-teman regulasi mencari jalan terbaik,” pungkasnya. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ustaz Solmed Prihatin Banyak Jemaah Ditipu Travel Umrah


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler