JAKARTA-- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menyiapkan tiga regulasi untuk mengelola sekolah eks Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Sekolah eks RSBI akan mendapat izin dari Kemendikbud dengan status sekolah reguler yang menjadi binaan pemerintah daerah. Mendikbud Muhammad Nuh berharap meski statusnya berubah, kualitas sekolah eks RSBI itu tidak boleh menurun.
"Kita harus tetap punya ambisi untuk meningkatkan kualitas," kata Nuh di DPR, Jakarta, Jumat (15/2).
Lebih jauh Nuh menerangkan, untuk menjadi murid di sekolah eks RSBI itu tidak boleh hanya didasarkan pada kemampuan finansial. Akan tetapi harus memperhatikan kemampuan akademik.
Kemudian menurut Nuh, sekolah eks RSBI tersebut harus dikelola secara transparan. Ia mencontohkan jika ada penerimaan uang, hal itu harus tertuang di dalam sebuah laporan.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjadi dasar pembentukan RSBI dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Artinya keberadaan RSBI dan SBI dihapuskan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
Hakim mengatakan bahwa Mahkamah tidak menafikkaan pentingnya Bahasa Inggris, tapi istilah international sangat berpotensi mengikis kebudayaan dan bahasa Indonesia. MK juga menilai out put pendidikan yang dihasilkan RSBI dan SBI adalah siswa berprestasi, namun tidak harus berabel berstandar interbasional.
"Selain terkait dengan masalah pembangunan jati diri bangsa, RSBI membuka peluang pembedaan perlakuan antara sekolah RSBI/SBI dengan sekolah non SBI," demikian bunyi putusan MK.
Mahkamah mengatakan bahwa pemerintah harus memberi ruang perlakuan khusus bagi mereka yang punya kemampuan khusus, namun pemberian pelayanan berbeda tidak dapat dilakukan dalam bentuk sekolah RSBI/SBI dan non RSBI/SBI, karena hal itu menunjukkan ada perlakuan berbeda dari pemerintah.
"Baik fasilitas, pembiayaan, sarana prasarana, RSBI/SBI dapat fasilitas lebih. Implikasi pembedaan demikian mengakibatkan RSBI/SBI saja yang menikmati fasilitas memadai. Sedangkan sekolah non RSBI/SBI fasilitasnya sangat terbatas," demikian hakim MK saat membacakan putusan.
Fakta lain, bahwa siswa di sekolah RSBI harus membayar biaya lebih banyak. Hanya masyarakat mampu yang bisa sekolah di RSBI. Walau ada beasiswa kurang mampu, tetapi hal itu sangat kecil dan hanya ditujukan bagi anak-anak sangat cerdas, sedangkan anak tidak mampu secara ekonomi, kurang cerdas, tidak mungkin sekolah di RSBI. (gil/jpnn)
Sekolah eks RSBI akan mendapat izin dari Kemendikbud dengan status sekolah reguler yang menjadi binaan pemerintah daerah. Mendikbud Muhammad Nuh berharap meski statusnya berubah, kualitas sekolah eks RSBI itu tidak boleh menurun.
"Kita harus tetap punya ambisi untuk meningkatkan kualitas," kata Nuh di DPR, Jakarta, Jumat (15/2).
Lebih jauh Nuh menerangkan, untuk menjadi murid di sekolah eks RSBI itu tidak boleh hanya didasarkan pada kemampuan finansial. Akan tetapi harus memperhatikan kemampuan akademik.
Kemudian menurut Nuh, sekolah eks RSBI tersebut harus dikelola secara transparan. Ia mencontohkan jika ada penerimaan uang, hal itu harus tertuang di dalam sebuah laporan.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjadi dasar pembentukan RSBI dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Artinya keberadaan RSBI dan SBI dihapuskan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
Hakim mengatakan bahwa Mahkamah tidak menafikkaan pentingnya Bahasa Inggris, tapi istilah international sangat berpotensi mengikis kebudayaan dan bahasa Indonesia. MK juga menilai out put pendidikan yang dihasilkan RSBI dan SBI adalah siswa berprestasi, namun tidak harus berabel berstandar interbasional.
"Selain terkait dengan masalah pembangunan jati diri bangsa, RSBI membuka peluang pembedaan perlakuan antara sekolah RSBI/SBI dengan sekolah non SBI," demikian bunyi putusan MK.
Mahkamah mengatakan bahwa pemerintah harus memberi ruang perlakuan khusus bagi mereka yang punya kemampuan khusus, namun pemberian pelayanan berbeda tidak dapat dilakukan dalam bentuk sekolah RSBI/SBI dan non RSBI/SBI, karena hal itu menunjukkan ada perlakuan berbeda dari pemerintah.
"Baik fasilitas, pembiayaan, sarana prasarana, RSBI/SBI dapat fasilitas lebih. Implikasi pembedaan demikian mengakibatkan RSBI/SBI saja yang menikmati fasilitas memadai. Sedangkan sekolah non RSBI/SBI fasilitasnya sangat terbatas," demikian hakim MK saat membacakan putusan.
Fakta lain, bahwa siswa di sekolah RSBI harus membayar biaya lebih banyak. Hanya masyarakat mampu yang bisa sekolah di RSBI. Walau ada beasiswa kurang mampu, tetapi hal itu sangat kecil dan hanya ditujukan bagi anak-anak sangat cerdas, sedangkan anak tidak mampu secara ekonomi, kurang cerdas, tidak mungkin sekolah di RSBI. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Minta Penerapan Kurikulum Baru Ditunda
Redaktur : Tim Redaksi