LAPORAN: M. HILMI SETIAWAN, Tangerang
Sekilas ruang laboratorium itu tampak berantakan. Perkakas elektronik, mulai seukuran biji jagung hingga yang besar, ada di mana-mana. Ada pula robot-robot sederhana hasil prakarya para siswa yang dipajang di meja.
"Silakan lihat-lihat dulu. Anak-anak yang menciptakan simulator mengemudi masih belajar di kelas," tutur guru pembimbing laboratorium Dr Riza Muhida saat Jawa Pos berkunjung ke kompleks Surya Institute, Tangerang, Selasa (2/10).
Dia lantas meminta petugas laboratorium untuk mengeluarkan perangkat simulator mengemudi karya Stepanus Defi Mahaze, siswa kelas VI SD YPPK Santo Yosep Wendi Marauke; Petrus Mbuan, siswa kelas V SD YPPK Santo Mikael Marauke; dan Selvester Jaktu, siswa kelas VI SD YPPK Salib Suci Kabupaten Asmat.
Beberapa saat kemudian, tiga siswa berkulit hitam manis itu selesai mengikuti pelajaran di kelas. Mereka langsung bergabung dan siap mengoperasikan perangkat simulatornya.
Stepanus Defi Mahaze lalu menceritakan dengan terperinci bagian-bagian alat itu. "Yang paling bawah ini pedal gas dan pedal rem," kata bocah kelahiran Merauke, 9 Mei 1999, tersebut.
Di samping dua pedal itu, ada komponen elektronik yang berfungsi sebagai "otak" perangkat simulator tersebut. Komponen itu menampung semua perintah gas, rem, belok kiri, dan belok kanan.
Di bagian atas, ada setir mobil untuk mengoperasikan alat tersebut. Di depannya ada sebuah laptop dan satu unit monitor berukuran 18 inci yang menampilkan rute jalan yang akan dilalui mobil. Sementara itu, di dekat setir, terdapat dua tombol untuk menjawab kuis tentang rambu-rambu lalu lintas yang juga akan muncul di layar monitor.
Stepanus menjelaskan, ide dasar pembuatan alat simulasi mengemudi itu muncul ketika dirinya berjalan-jalan ke sebuah mal di Jakarta, Juli lalu. "Ketika itu, saya melihat sangat banyak anak yang asyik bermain game balapan mobil," ungkapnya.
Dari rasa gumun itulah Stepanus lalu mengajak dua temannya, Petrus Mbuan dan Selvester Jaktu, membuat alat simulasi mengemudi mobil yang mirip mesin game mainan balapan tersebut. Ide Stepanus disetujui pihak sekolah yang didirikan pakar matematika Prof Dr Johanes Surya itu.
Stepanus bersama dua temannya lalu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan di laboratorium sekolah. Awalnya, tidak mudah bagi tiga bocah itu menggarap perangkat simulator untuk mengemudi tersebut. Sebab, dibutuhkan kemampuan membuat hardware dan keahlian menciptakan software-nya.
Untuk menciptakan software pendukung, misalnya, mereka benar-benar menemui hambatan. Sebab, baru setahun mereka berada di Surya Research and Education Center dan belum mengenal perangkat lunak berupa program di komputer. Saat masih bersekolah di Papua, mereka sama sekali belum pernah bersinggungan dengan komputer. Apalagi sampai membuat software.
Berkat bimbingan intensif Dr Riza Muhida, mereka akhirnya mampu membuat perangkat lunak simulator mengemudi. Software karya mereka mengadopsi software Scratch keluaran Amerika Serikat. Tampilan software itu memang masih sederhana. Gambarnya masih dua dimensi, mirip film kartun. Yakni, berupa gambar sebuah mobil warna kuning yang melewati jalan berkelok-kelok. Total ada tujuh tikungan tajam yang harus dilalui mobil itu dengan kecepatan maksimal 40 MPH (mile per hour).
"Kami sempat kesulitan saat membuat desain lintasannya," ucap Stepanus yang bertindak sebagai ketua tim.
Setelah komponen software beres, giliran mereka membuat perangkat kerasnya (hardware). Mulai kerangka besi, setir mobil berbahan kayu yang dipelitur mengkilap, hingga pedal gas dan rem. Semua berbahan barang-barang bekas.
"Setir mobil ini dibelikan Pak Guru di pasar loak. Harganya sekitar Rp 50 ribu," katanya.
Dia memperkirakan, biaya yang dihabiskan untuk membuat alat tersebut tak lebih dari Rp 500 ribu. Tentu saja, jumlah itu belum termasuk satu unit monitor dan sebuah laptop untuk menyimpan software simulator mengemudi.
Perangkat simulator itu selesai menjelang Lebaran lalu dan sejauh ini bisa dioperasikan dengan baik. Sayangnya, alat tersebut belum dilengkapi suara deru mobil agar tambah seru. "Penambahan audio memang menjadi rencana pengembangan alat ini," jelas Petrus Mbuan.
Yang menarik, pemakai simulator ini akan diuji kemampuan mengemudi dengan menjawab tiga pertanyaan yang muncul menjelang garis finis. Semua tentang rambu-rambu lalu lintas. Yakni, rambu belok kanan dan batas kecepatan maksimal 5 km/jam.
"Jumlah pertanyaan bisa dimodifikasi ragamnya. Jumlahnya juga bisa lebih banyak," tambah Petrus.
Bila pengendara berhasil menjawab seluruh pertanyaan dan mengemudi dengan lancar, pada akhir permainan, ada ucapan selamat. Bunyinya: Selamat!!! Anda dinyatakan telah lulus dalam latihan mengemudi ini. Terima kasih telah bergabung.
Menurut Dr Riza, mengajari siswa yang belum pernah bersentuhan dengan perangkat komputer sama sekali memiliki tantangan yang cukup besar. Sebab, dirinya mesti mengajari tiga bocah itu mulai cara menghidupkan dan mematikan komputer hingga cara mengetik dengan keyboard.
Setelah dianggap bisa, baru kemudian mereka dikenalkan dengan pelajaran pemrograman. "Gurunya harus telaten, sedangkan siswa tidak boleh gampang menyerah," kata dia.
Riza mengakui, perangkat simulator mengemudi yang dibuat anak-anak didiknya itu masih sederhana. "Lebih tepatnya ini mirip game. Tetapi, fungsi atau manfaatnya bisa untuk alat simulasi mengemudi seperti alat simulator untuk ujian SIM di kepolisian," ujarnya.
Meski begitu, Riza bangga karena perangkat tersebut merupakan inovasi simulator mengemudi yang pertama dibuat anak-anak usia SD. "Itulah yang harus dihargai," tegasnya.
Menurut Riza, bujet pembuatan perangkat game simulator mengemudi menjadi poin penting. Dia menyatakan, sekolah-sekolah bisa menciptakan alat serupa untuk kepentingan pembelajaran tertib lalu lintas yang menyenangkan.
"Belajar rambu-rambu lalu lintas kalau hanya dari buku tentu membosankan. Alat ini akan membuat para siswa senang belajar berkendara yang tertib," katanya. (*/c5/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengunjungi Hua Qiao Xin Cun, Kampung Indonesia di Xiamen, Tiongkok
Redaktur : Tim Redaksi