Tiga UU Pendidikan Dinilai Sudah Ketinggalan Zaman

Senin, 11 Mei 2020 – 17:23 WIB
Siswa SDIT Almaka, Kalideres, Jakarta Barat. Ilustrasi Foto: dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah menilai, regulasi pendidikan tinggi sudah ketinggalan zaman dan tidak cocok untuk kalangan milenial.

Untuk itu perlu direvisi terutama tiga undang-undang pendidikan yaitu UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), UU Pendidikan Tinggi, serta UU Guru dan Dosen.

BACA JUGA: Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji: SDM Unggul Hanya Retorika

"Undang-undang pendidikan kita sudah enggak sesuai tuntunan zaman. Contohnya UU Sisdiknas disahkan pada 2003, jadi usianya sudah dua dekade," kata Ferdiansyah dalam seminar nasional online bertajuk RUU Cipta Karya di Bidang Pendidikan Tinggi besutan Asosiasi Profesor Indonesia (API) dan Dewan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Senin (11/5).

Saat ini situasi dan kebutuhan di lapangan sudah jauh berkembang terkait berbagai isu revolusi industri 4.0, termasuk di dalamnya distruption technology mulai mengubah perilaku masyarakat milenial.

BACA JUGA: Pak Bamsoet Minta Kementerian Pendidikan Kaji Kendala Pembelajaran Jarak Jauh

Menurut politikus Golkar ini, tujuan pendidikan tinggi tidak hanya menciptakan pekerja.

Namun harus menciptakan pekerjaan lewat riset dan inovasi.

BACA JUGA: Update Corona 11 Mei 2020: Data Pak Yuri Membuat Napas Kita Makin Lega

"Kami di Komisi X mendorong itu di dalam RUU Cipta Kerja (Ciptaker). RUU ini belum final, kami masih butuh masukan dari para guru besar, asosiasi profesor, kalangan perguruan tinggi," ucapnya.

Dia lantas membeberkan masalah utama pendidikan tinggi.

Di antaranya keterlibatan industri yang rendah, peraturan dan persyaratan yang ketat, kurikulum yang kaku, mencoloknya kesenjangan dalam kompetensi dosen.

Dengan RUU Ciptaker, dia optimistis, dunia pendidikan tinggi bisa jauh bersaing dengan meningkatkan kualitas serta kuantitas riset serta inovasi aplikatif.

"Ke depan penerapan riset dan inovasi hasil perguruan tinggi tidak hanya berhenti menjadi penelitian yang dicetak dan disimpan di perpustakaan, tetapi menjadi gerbang terciptanya lapangan kerja. Bukan hanya menghasilkan pekerja," bebernya.

Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Prof Nizam memberikan catatan penting dalam RUU Ciptaker.

Di antaranya, prinsip otonomi penyelenggaraan pendidikan tinggi, kebebasan akademis harus dipertahankan.

Perguruan tinggi negeri (PTN) sebagai bentuk layanan pendidikan tinggi oleh negara tetap harus berprinsip nirlaba.

Sedangkan perguruan tinggi swasta (PTS) bisa nirlaba dan non-nirlaba.

"Untuk ketegasan dan membuka peluang investasi pendidikan tinggi berkualitas, perlu didalami pengaturannya agar sejalan dengan tujuan pendidikan tinggi. Selain itu UU sebaiknya mengatur prinsip-prinsip, pengaturan detail di Peraturan Pemerintah agar lebih fleksibel mengikuti perkembangan zaman," pungkas Nizam. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler